PERGAULAN DENGAN NON-MUSLIM

Author

Tatkala Pekerja Migran Indonesia (PMI) bekerja di negara yang bukan negara Islam, seperti Hong Kong, Taiwan, dan Singapura, pasti akan berjumpa dengan masyarakat non-muslim. Perjumpaan ini bisa terjadi dalam hubungan kerja, sebagai pekerja dan majikan, atau dalam hubungan pendidikan, sebagai guru dan murid, atau dalam hubungan pergaulan sehari-hari sebagai teman. Sebetulnya, perjumpaan-perjumpaan semacam ini adalah hal yang wajar dan biasa saja terjadi secara interaktif sebagai masyarakat dunia yang lintas bangsa, lintas suku, lintas bahasa, dan lintas agama.

Menurut saya, pergaulan sosial lintas bangsa dan agama dewasa ini adalah sesuatu yang niscaya, tak terhindarkan lagi. Perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi telah menghubungkan semua orang dalam satu wadah besar “dunia maya” melalui media sosial yang terhubung (facebook, twitter, instagram, path, line, telegram, dan lain-lain). Bukan sekadar di dunia maya, bahkan juga di dunia nyata. Kecanggihan teknologi transportasi telah menghubungkan semua orang secara cepat, mudah, dan murah. Ini sesuatu yang tidak bisa dihindari dan niscara terjadi. Menghindari pergaulan lintas bangsa, lintas suku, dan lintas agama hanyalah akan mengakibatkan kehidupan yang terisolasi, eksklusif, dan terkungkung oleh perkembangan dunia yang demikian pesat.  

Menurut saya, ini sudah diprediksi oleh Allah SWT sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an Surat al-Hujurat ayat 13, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. al-Hujurat (49):13)

Pandangan Islam

Meski begitu jelasnya, sebagian orang –terutama yang berpandangan eksklusif— masih mempersoalkan dan mempertanyakan batasan-batasan pergaulan muslim dan non-muslim dalam pandangan agama. Baiklah, sebelum menjelaskan hal ini, saya ingin mengemukakan Hadits Nabi SAW yang menyatakan kesatuan umat manusia sedunia.  Dalam khutbah haji wada’, tahun 10 H, di hadapan ratusan ribu jama’ah haji Nabi Muhammad SAW bersabda:

Ya ayyuhannas inna rabbakum wahid, wa abakum wahid, kullukum min adam wa adam min turab, inna akramakum indallahi atqakum, laisa li ’arabiyin fadlun ‘ala ‘ajamiyyin illa bittaqwa”. (Wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu dan ayah kalian pun satu. Semua berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Tidak ada keistimewaan antara orang Arab dengan orang yang bukan Arab).

Tentang pergaulan antara muslim dan non-muslim, Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Mumtahanah Ayata 8-9, yang terjemahannya:  

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil (8). Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim (9).

Ayat 8 dan 9 Surat al-Mumtahanah di atas mengatur tata hubungan sosial kemasyarakatan antara orang-orang muslim dengan non-muslim. Tujuan pengaturan tata hubungan sosial itu ialah untuk menciptakan masyarakat yang terintegrasikan dalam wadah sosial yang kokoh. Yakni, hubungan kemanusiaan yang adil, damai, rahmat, dan memberikan kemanfaatan bagi yang lain. Bukan hubungan permusuhan, pertikaian, perang, konflik, dan persaingan yang tidak sehat.  

Dalam Ayat 8 dari Surat al-Mumtahanah, Allah SWT menegaskan bahwa Allah tidak melarang orang-orang Islam untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memusuhi orang-orang Islam karena agama, dan terhadap orang-orang yang tidak mengusir orang-orang Islam dari negerinya sendiri. Sikap positif dan proporsional itu merupakan dasar pembinaan kerukunan hidup antarumat beragama. Perbedaan agama atau kepercayaan adalah bukan menjadi penghalang untuk mewujudkan hidup rukun di kalangan warga masyarakat yang berbeda agama. Oleh karena itu, berbuat baik dan berlaku adil dapat dilakukan kepada siapa saja, termasuk kepada orang-orang non-muslim. Karena orang-orang Islam diperintahkan Allah untuk berbuat baik dan berlaku adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. 

Kemudian dalam Ayat 9 Surat al-Mumtahanah, Allah SWT menegaskan bahwa yang dilarang Allah dalam kaitan dengan hubungan kemasyarakatan antara orang-orang muslim dengan non-muslim ialah menjadikan mereka (orang-orang yang memerangi orang-orang muslim karena agama dan mengusir orang-orang muslim dari negerinya sendiri) sebagai teman. Dalam hal ini, Allah SWT memperingatkan bahwa barang siapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim. Yang dimaksud dalam ayat ini adalah kafir harbiy, yakni non-muslim yang memusuhi karena agama dan mengusir umat Islam dari negerinya sendiri.

Jika bukan kafir harbiy, maka tentu saja umat Islam boleh bergaul, berteman, dan bermu’amalah (berinteraksi secara social-ekonomi) dengan masyarakat non-muslim. Tidak ada halangan sama sekali. Malahan, dalam Surat al-Mumtahanah ayat 8-9, umat Islam harus berbuat baik dan berbuat adil terhadap mereka. Inilah wujud misi Islam yang menebarkan perdamaian dunia (rahmatan lil ‘alamin). Ini juga ditegaskan dalam al-Qur’an Surat al-Ma’idah (5) Ayat 8:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dengan demikian, jelaslah bahwa perbedaan agama atau keyakinan bukan penghalang untuk bergaul, berteman, dan mewujudkan kerjasama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di kalangan warga masyarakat yang beragam agama. Allah SWT tidak melarang orang-orang Islam berbuat baik, berlaku adil, dan berteman dengan orang-orang non-muslim, selagi mereka tidak memerangi dan mengusir orang Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan perdamaian untuk semua umat manusia. []

Tulisan ini ditandai dengan: Pekerja Migran Indonesia PMI TKI 

Satu komentar untuk “PERGAULAN DENGAN NON-MUSLIM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.