Fitria merupakan seorang purna Pekerja Migran Indonesia (PMI). Dia telah bekerja di Negara Taiwan sejak tahun 2010. Pekerjaan utamanya adalah melayani dan merawat orang yang sudah lanjut usia.
Fitria berangkat ke Taiwan pada pertengahan 2010, tepatnya 26 juni 2010. Ia berangkat melalui salah satu perseroan terbatas (PT) yang merekrut calon PMI di Malang, yaitu Rozikin Jaya. Ini merupakan kali kedua bagi Fitria berangkat melalui PT yang sama. Karena sudah berpengalaman berangkat ke luar negeri, semua dokumen dan surat menyurat dia urus sendiri, mulai dari desa, Disnaker Kabupaten Blitar sampai Polres untuk mengurus SKCK. Ia memang tidak lewat sponsor, melainkan datang sendiri ke PT dan kebetulan PT ini juga bekerja sama dengan agency lamanya di Taiwan.
Kurang lebih dua bulan proses tunggu di rumah, sesekali ia datang ke PT untuk pengurusan keperluan keberangkatan. Di sana ia sering dimintai tolong untuk mengajarkan Bahasa Mandarin oleh para calon pekerja migran yang belum pernah ke Taiwan.
Tiba di Negara Taiwan, seperti biasa, Fitria diantar untuk tes kesehatan oleh pihak agensi, mengurus perizinan ke imigrasi. Setelahnya, ia langsung diantar ke rumah majikan. Rumah majikan berada di tepian pantai dan dekat dermaga Kue Hou di wilayah Kabupaten Taipei.
Ia tinggal di rumah majikan dengan anggota keluarga berjumlah delapan orang. Mereka memperlakukan Fitria dengan sangat baik. Pekerjaan utamanya adalah menjaga nenek yang sudah berusia 80 tahun, mulai dari menyiapkan makan, membantu mandi, mengantar periksa ke dokter, ke salon untuk potong rambut dan mempersiapkan kebutuhan lainnya. meski usianya sudah lanjut, nenek yang dirawatnya masih sehat dan belum pikun.
Mengasuh Lansia sekaligus Bekerja di Restoran
Selain menjaga nenek, Ia juga ikut membantu pekerjaan di restoran. Majikan memiliki usaha restoran mie kare dan sea food. Ia membantu di restoran mulai dari bersih-bersih, cuci piring, mempersiapkan dagangan, bahkan tak jarang di kasir. Selama membantu mengerjakan pekerjaan di restoran, dia tidak pernah mengeluh bahkan bermalas-malasan. Baginya, ini adalah kesempatan untuk belajar mengelola usaha.
“Bagi saya, tidak masalah jika harus mengambil dua pekerjaan sekaligus. Justru di sini saya bisa memanfaatkan waktu untuk belajar, jika suatu saat saya bisa membuka usaha kuliner di tanah air,” katanya.
Fitri juga mengaku bahwa majikannya sangat percaya dan puas dengan kinerjanya. Kejujuran dan kedisiplinan dalam bekerja menjadi modal utamanya. Majikan juga tidak jarang mempercayakan kepadanya untuk berbelanja maupun memasak masakan yang akan dijual.
Meski sibuk di restoran, bukan berarti ia mengabaikan tugas utamanya. Dia bisa mengatur waktu dengan meninggalkan pekerjaan di restoran ketika waktu melaksanakan tugas rutin merawat nenek tiba.
Selama tiga tahun, Fitria bekerja dengan majikan tersebut. Hingga ketika masa kontrak sudah habis dan majikan menawarkan untuk memperpanjang kontrak lagi, Fitria menolak dengan alasan ingin mendampingi anaknya di kampung halaman serta membuka usaha di tanah air.
Wirausaha dan Berkomunitas di Kampung
Setiba di Indonesia, ia tak langsung membuka usaha, dikarenakan ia hamil. Lalu pada tahun 2017 ia baru mulai membuka usaha kecil-kecilan yaitu berjualan gorengan.
“Meski pendapatannya tidak sebesar di Taiwan, namun saya senang. Saya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, selain itu bisa secara langsung mengawasi anak-anak,” ungkapnya.
Selain itu, sekarang ia juga sedang aktif dalam komunitas purna PMI di desanya. Ruang inilah yang menjadikannya semakin dewasa dan memiliki kepedulian kepada sesama pekerja migran. Ia juga terpilih sebagai Ketua Komunitas Pekerja Migran Indonesia (KOPI) di Desa Gogodeso.
“KOPI menjadi sarana saya belajar dan bertukar pengalaman sesama pekerja migran. Termasuk membantu teman-teman pekerja migran yang sedang bermasalah di negara tujuan atau pun sebelum pemberangkatan,” tutur Fitria.
“Pesan saya untuk teman-teman PMI jangan hanya melulu kerja selama di luar negeri. Belajarlah apapun yang bisa kita ambil pelajaran dan bermanfaat, agar setelah sampai di rumah kita bisa memanfaatkan pengalaman itu untuk bisa bertahan hidup di Indonesia. Dalam bekerja, faktor utama yang perlu diperhatikan adalah kejujuran dan kedisiplinan.”