Belajar Menulis dari Pengalaman Sendiri

Author

(Keterangan foto: Belajar Menulis)

Komunitas Pekerja Migran Indonesia (KOPI) memiliki beragam pengalaman dalam hal penanganan kasus maupun pembelajaran dalam terlibat kegiatan di desa. Sayangnya, selama ini rekam jejak pembelajaran KOPI belum sepenuhnya tertulis. Oleh karena itu, pegiat KOPI mulai belajar bagaimana menuliskan cerita berdasarkan pengalaman penanganan kasus mereka. 

 

Pelatihan menulis cerita ini dilaksanakan pada Minggu (12/05/2019)di Sekretariat KOPI Gogodeso. Selain pegiat KOPI Gogodeso, kegiatan ini juga dihadiri oleh pegiat KOPI dari Pandanarum dan Desa Jatinom. Kehadiran mereka ke sekretariat KOPI Gogodeso bukan untuk menyelesaikan kasus, namun untuk menuliskan cerita yang pernah dialami oleh pegiat KOPI. 

 

Teman belajar menulis kali ini adalah Edi Purwanto, perwakilan dari Infest Yogyakarta. Edi menemani belajar menulis dengan memberikan penjelasan terkait tata cara penulisan dasar. Edi memulai penjelasan dengan 5 W+1H. Edi membahasakan 5 W+1H dengan bahasa yang sederhana, yaitu asik di kebun (apa, siapa, kapan, dimana, kenapa, dan bagaimana). Dengan penjelasan ini, Edi menekankan bahwa menulis itu bukan hal yang sulit. 

 

“Menjadi penulis itu tidak ada yang terlatih, namun penulis itu perlu berlatih,“ terang Edi di hadapan pegiat KOPI siang itu. 

 

Menurut Edi, menulis itu adalah kebiasaan mencurahkan semua apa yang kita ketahui dalam bentuk tulisan. Pengetahuan yang diketahui itu bisa dalam bentuk pengalaman pribadi orang lain ataupun imajinasi yang pernah terlintas dalam benak kita. 

 

“Lantas jika tidak memiliki bahan untuk menulis bagaimana?” tanya Edi. Peserta pun mengernyitkan dahi. Pegiat KOPI dari tiga desa berpikir seribu bahasa untuk menjawab pertanyaan itu. “Membaca dan bertanya,” jawab Waluyo Ketua KOPI dari Jatinom. “Yes benar,” Edi meyakinkan jawaban Waluyo. 

Maka dari itu, menurut Edi pegiat KOPI harus bertanya kepada subjek yang akan ditulis. “Bertanya kepada subjek yang ditulis itu namanya wawancara. Maka dari itu, untuk wawancara dibutuhkan daftar pertanyaan. Pertanyaan yang dimaksud adalah seputar informasi yang ingin diketahui kepada subjek yang diwawancarai. Paling tidak berisi “asik di kebun””. 

 

Setelah peserta mengetahui teknik dasar dalam menulis dan wawancara, peserta diminta berpasangan untuk saling wawancara dan menuliskan pengalaman masing-masing. 

 

Peserta bebas menulis pengalaman diri sendiri atau pun orang lain. Setelah selesai wawancara, pegiat KOPI diminta langsung menuliskan dalam kertas, lalu disalin dalam laptop atau ditulis di HP masing-masing.


Harsono (45) pegiat KOPI dari Pandanarum mengatakan bahwa ini adalah pengalaman terberatnya. 

 

“Saya mencoba untuk menulis pengalaman saya saat menjadi TKI Ilegal di Malaysia. Berat sekali untuk menuliskan apa yang pernah saya alami, tapi saya tetap berusaha untuk menuliskannya,” jelasnya sambil mengelus kepalanya yang selalu dibotakin itu.

 

Sementara itu, Wanti (39) beranggapan bahwa menulis itu menyenangkan. 

 

“Saya banyak belajar dari pertemuan hari ini. Saya jadi tambah bersemangat untuk menuliskan hal-hal baru yang terjadi pada saya ataupun yang ada sekitarku,” tutur perempuan berhijab ini.  

 

Buletin edisi 2 ini adalah hasil dari pembelajaran yang dilakukan pada siang itu di Sekretariat KOPI Gogodeso. Menulis tentang pengalaman pribadi memang menyenangkan. Ternyata menulis itu memang bukan karena kita pandai menulis, tapi karena biasa menulis.

 

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.