Kiprah

Ceritaku Menjadi Pekerja Migran di Arab Saudi dan Malaysia

Author

Pengalamanku menjadi pekerja migran ke luar negeri dimulai saat umur 18 tahun dengan penempatan pertama ke Arab Saudi. Proses mulai masuk ke P3MI/PJTKI hingga penempatan ke negara tujuan saat itu empat bulan. Kehidupan di Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) (saat itu PJTKI) tidak seindah yang dibayangkan. Tidur hanya beralaskan kain batik yang saya bawa dari rumah dan beberapa pakaian yang dijadikan bantal. Makanan disajikan seperti makanan ayam dengan piring plastik berisi satu centong nasi, satu iris tempe, satu ikan asin dan dua kerupuk.

Sesampai di negara tujuan, saya langsung dihantarkan ke rumah majikan di kawasan Wadida Waser, Arab Saudi. Saya tidak punya pengalaman bekerja sama sekali waktu itu, tetapi majikan sangat baik dan mau mengajari saya. Saya tinggal bersama dengan majikan laki-laki dan perempuan dengan tiga orang anak yang masih kecil-kecil. Saya tinggal di rumah besar bertingkat, harus bersih-bersih setiap hari dan menyiapkan makan pagi, siang dan malam. Saya menyelesaikan kontrak dalam waktu dua tahun dan harus pulang kembali ke tanah air. Waktu itu tidak ada niatan lagi untuk kembali ke Arab Saudi.

Setiba di rumah terjadi pertengkaran dengan suami karena ada perempuan lain dalam kehidupan rumah tangga kami. Sakit hati saat saya berjuang di luar negeri, suami bersenang-senang dengan perempuan lain. Setelah tiga minggu di rumah, saya memutuskan untuk pergi ke Arab Saudi kembali, kali ini di Kota Riyadh. Baru sepuluh bulan bekerja, saya mendapatkan pelecehan seksual dari adik majikan yang tinggal satu rumah dengan majikan. Akhirnya saya minta dipulangkan ke Indonesia dan tanpa banyak tanya majikan langsung memulangkan saya.

Setelah bertahun-tahun di rumah, akhirnya saya hamil anak kedua. Setelah anak itu lahir dan berumur lima tahun, saya pergi lagi ke Uni Emirat karena keadaan ekonomi yang kurang baik. Majikan baik pada saya, selama dua tahun bekerja saya dibawa umroh ke tanah suci Mekkah sebanyak dua kali. Dua bulan sebelum selesai kontrak, saya pulang ke tanah air karena ibu meninggal dunia. Setelah kepergian ibu, saya pergi kembali ke Arab Saudi, di majikan ini saya diperlakukan tidak manusiawi. Saya hanya tidur di lantai tanpa alas selimut atau bantal, majikan juga tidak peduli apakah pekerjanya makan atau tidak.

Di rumah majikan ini, saya mendapat pelecehan seksual dari majikan. Akhirnya baru satu bulan kerja saya memutuskan lari dari majikan. Sewaktu lari saya mendapat pertolongan dari seseorang yang sedang mencuci mobil di pinggir jalan. Orang itu menelpon polisi dan datanglah dua orang polisi yang membawa saya ke kantor polisi. Majikan datang dan merayu saya agar saya mau balik kerja di rumahnya. Saya tidak mau karena mungkin saja majikan akan menyiksa saya dan susah untuk lari lagi. Akhirnya polisi dan majikan sama-sama memutuskan bahwa saya harus di penjara, selama 12 hari di penjara diperlakukan baik karena memang tidak terbukti bersalah. Saya dipulangkan ke tanah air dan paspor saya baru kembali setelah beberapa tahun di rumah.

Tahun 2006, saya memutuskan untuk pergi ke Taiwan yakni ke Chongwa. Dalam perjanjian kerja, saya hanya menjaga seorang nenek sehingga saya langsung tanda tangan. Sesampainya di sana, ternyata saya menjaga dua orang, yakni nenek dan kakek. Nenek dan kakek ini sangat pikun dan sering berselisih kehilangan uang yang kemudian menuduh saya yang mengambilnya. Kakek bilang pada anaknya bahwa saya mencuri, anaknya langsung menelpon polisi dan KDEI. Dua orang polisi datang, dua orang dari KDEI datang, agensi juga datang dan memeriksa saya. Polisi mulai memeriksa saya dan tidak ada bukti bahwa saya mencuri uang dari kakek dan nenek. Akhirnya setelah satu tahun setengah, akhirnya saya minta pulang karena tidak tahan lagi selalu dituduh mencuri oleh majikan.

Pada tahun 2016, saya pergi lagi ke Malaysia dan mendapat majikan di Melaka setelah sebelumnya diproses oleh P3MI/PJTKI selama 3 bulan. Saya menjaga nenek yang tinggal sendiri di sebuah rumah. Setelah dua bulan bekerja saya dipulangkan ke agensi karena nenek tidak menyukai saya dengan alasan muka saya mirip dengan anaknya yang selama ini dia benci. Sesampainya di agensi saya harus pindah-pindah majikan sampai sembilan kali dalam kurun waktu 14 bulan. Di majikan terakhir saya dianggap sebagai pembantu kotor yang banyak kuman dan menjijikkan. Pukul tiga pagi di saat majikan sedang lelap tidur, saya memberanikan diri untuk keluar dari rumah dan melompat tembok pagar rumah berjalan tanpa arah tujuan.

Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya anjing menggonggong karena majikan tinggal di kawasan perumahan orang Tiongkok. Setelah satu jam berjalan kaki, saya memasuki kawasan perumahan orang Melayu dan berjumpa dengan seorang pak cik yang akan mengambil tas nya di mobil. Saya diajak masuk rumah oleh pak cik, disuruh mandi, solat subuh, diberi makan pagi dan disuruh untuk istirahat lebih dulu. Saya meminjam handphone milik pak cik untuk menelpon kawan di Kuala Lumpur. Pukul tiga petang, kawan mengambil saya dan meluncur ke Kuala Lumpur pukul delapan malam.

Di rumah majikan baru tersebut ada tiga orang pekerja, salah satunya adalah Nasrikah, Koordinator Serantau. Saya menceritakan semua masalah saya, akhirnya dengan dibantu Serantau dan Tenaganita saya berhasil mendapatkan paspor dan gaji yang belum saya terima sebanyak RM8000 atau setara dengan Rp 28 juta. Sejak saat itu saya tertarik untuk mengikuti kegiatan Serantau karena menurut saya dapat menambah ilmu, pengalaman dan teman-teman di perantauan. (Penulis: Castirah | Anggota Komunitas Serantau Malaysia)

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.