BeritaHak-hak Pekerja migran

INFEST Gelar Pelatihan Migrasi dan Pembangunan di Ponorogo dan Blitar

Author

INFEST Yogyakarta menggelar pelatihan pengelolaan pengetahuan migrasi ketenagakerjaan di Kabupaten Ponorogo (8-9/03/2023) dan Blitar (15-16/03/2023). Forum pelatihan ini dihadiri oleh pegiat komunitas pekerja migran Indonesia (KOPI) dan pemerintah desa dari lima desa di Ponorogo dan lima desa di Blitar. Tema mengenai tata kelola migrasi ketenagakerjaan ditekankan sebagai bagian dari hasil refleksi tahun program pada Desember 2022.

Pelatihan ini bertujuan ditingkatkannya kapasitas pegiat KOPI dan pemerintah desa wilayah program mengenai ruang lingkup migrasi dan migrasi ketenagakerjaan. Selain itu, kapasitas advokasi kebijakan, pemahaman kewenangan desa mengenai migrasi, hingga pemahaman yang menyeluruh mengenai migrasi yang aman, tertib dan teratur menjadi fokus tujuan pelatihan mengenai migrasi. Secara umum, peserta memahami mengenai keterkaitan antara migrasi dan pembangunan yang saling memengaruhi satu sama lain. Untuk itu, pengetahun tentang migrasi ini perlu dipahami secara menyeluruh.

Di masing-masing kabupaten, pelatihan diselenggarakan selama dua hari. Hari pertama para peserta belajar mengenai migrasi dan pembangunan. Hari kedua, dibahas lebih rinci mengenai operasionalisasi migrasi dan pembangunan di level desa disinggungkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).

Pelatihan di Ponorogo dan Blitar

Sesi pelatihan di Ponorogo melibatkan Desa Ngendut, Karangpatihan, Gelanglor, Bringinan, dan Pondok. Sofwan Hadi sebagai pemateri memaparkan mengenai tipologi migrasi di Indonesia, faktor pendorong migrasi, dan dampak migrasi bagi pembangunan. Di akhir sesi, para peserta mendiskusikan dampak migrasi di desanya. Dampak migrasi dilihat dari beberapa aspek seperti ekonomi, sosial, budaya baik yang positif maupun negatif.

Pada sesi kedua, Sofwan memaparkan mengenai kaitan migrasi dengan beberapa isu penting seperti gender dan migrasi, pembangunan berbasis data, dan tindak pidana perdagangan orang. Pada sesi ini, Sofwan mengajak peserta untuk memahami fenomena feminisasi migrasi di mana terus meningkatnya angka migrasi yang dilakukan perempuan. Juga, risiko yang kerap dialami oleh perempuan karena masih kentalnya budaya patriarki seperti kekerasan, baik sebelum, saat, dan setelah migrasi. Mengenai pembangunan berbasis data, para pegiat KOPI dan pemerintah desa diajak untuk semakin memahami pentingnya data sebagai rujukan perencanaan pembangunan. Salah satunya yang sudah dan sedang dilakukan di desa dampingan INFEST Yogyakarta dalam melakukan pendataan aset potensi desa, sensus kesejahteraan lokal, dan pendataan migrasi.

Pada hari kedua, Muhammad Khayat memaparkan mengenai sejarah kepengaturan migrasi di Indonesia melalui produk kebijakan. Khayat juga mengajak para peserta untuk memahami prinsip penting dalam UU PPMI. Kaitannya dengan pembangunan desa, paparan pada sesi ini turut dikaitkan dengan kewenangan desa yang diatur dalam UU Desa.

Dalam konteks tata kelola migrasi, seperti disampaikan Khayat, UU PPMI telah mendistribusikan kewenangan dari pusat, provinsi, kabupaten, hingga ke desa. UU PPMI juga memangkas peran swasta dalam tata kelola migrasi. Untuk itu, penting bagi desa untuk turut serta mewujudkan migrasi yang aman, tertib, dan teratur. Pada akhir sesi, peserta mendiskusikan pembagian peran tata kelola migrasi di kabupaten dan desa. Termasuk menera layanan yang diberikan oleh desa berkait layanan migrasi, perlindungan, dan pemberdayaan bagi calon pekerja migran dan keluarga pekerja migran.

Sementara itu, pelatihan di Blitar juga melibatkan pegiat KOPI dan pemerintah desa dari lima desa, yaitu Desa Sumberagung, Lorejo, Pandanarum, Jatinom, dan Gogodeso. Pelatihan ini digelar di pendopo Islam Nusantara, Blitar. Konten pelatihan di Blitar serupa dengan pelatihan di Ponorogo. Hal yang membedakan adalah dinamika dan temuan di lapangan yang dihadapi oleh warga desa mengenai dampak migrasi ketenagakerjaan, positif maupun negatif. Pelatihan pengetahuan migrasi ketenagakerjaan di Blitar difasilitasi oleh Muhammad Khayat dan Ridwan Wahyudi.

Kontribusi purna pekerja migran untuk pembangunan di desa dan daerah

Terdapat ragam pembelajaran yang ditemukenali oleh peserta saat pelatihan. Kurangnya pengetahuan yang didapat calon pekerja migran sebelum berangkat ke luar negeri menjadi aspek yang disoroti menjadi penyebab banyaknya pelanggaran hak pekerja migran. Bentuk pelanggaran hak berupa penahanan dokumen pribadi, penandatanganan kontrak kerja tanpa mengetahui isian kontrak, pembayaran biaya pemberangkatan berlebih. Seringkali, pelanggaran ini tidak disadari oleh pekerja migran karena kekurangtahuan mereka mengenai prosedur, hak dan kewajiban yang tertuang pada dokumen perjanjian penempatan dan perjanjian kerja. Menyikapi temuan tersebut, peserta mendorong adanya penajaman muatan pengetahuan bagi calon pekerja migran mulai dari desa, hingga level daerah. Adanya Balai Latihan Kerja (BLK) untuk calon pekerja migran yang tersedia di daerah, layaknya menjadi ruang pembekalan pengetahuan yang utama.

Para peserta yang merupakan anggota KOPI, kebanyakan adalah purna pekerja migran, menyanggupi untuk dilibatkan sebagai pelatih pada pelatihan calon pekerja migran. Bermodal pengalaman bekerja di luar negeri, KOPI merasa perlu berkontribusi bagi pengurangan angka pelanggaran hak pekerja migran yang menimpa rekan satu daerah.

Tidak hanya berkontribusi pada aspek pembekalan pengetahuan bagi calon pekerja migran, KOPI juga bisa berkontribusi dalam pembangunan desa. Metode “Mengenal desa sendiri” bisa menjadi salah satu caranya. Mengenal desa sendiri melalui pemetaan desa dapat menghasilkan data yang menjadi sumber rujukan dalam proses perencanaan pembangunan desa. Aktivitas ini juga merupakan agenda pendampingan INFEST dalam mendorong adanya dokumen perencanaan desa yang apresiatif. Perencanaan yang mengapresiasi setiap aktor, prakarsa, hingga kemampuan yang dimiliki warga desanya berikut ketersediaan sumber daya di desa.

Omah Sinau yang digagas KOPI Desa Sumberagung juga menjadi cara berkontribusi pada pembangunan warga desa pada sektor pendidikan. Omah sinau menjadi tempat belajar bagi anak-anak pekerja migran yang ditinggalkan orang tuanya bekerja di luar negeri. Hal ini dilakukan karena KOPI melihat kurangnya peran orang tua dalam mendampingi belajar anak. KOPI Sumberagung yang dipimpin oleh Suliyati menginisiasi Omah Sinau sejak adanya pandemi COVID-19 yang menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh atau daring.

Beberapa temuan dan gagasan KOPI di atas merupakan bentuk keterkaitan antara migrasi dan pembangunan. Adanya migrasi memungkinkan pelaku migrasi bertambah kapasitas pengetahuannya yang dapat diarahkan pada peningkatan pembangunan di desanya. [Muhammad Khayat]

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.