TKW Divonis Seumur Hidup, Kemlu Tak Libatkan Keluarga

Author

Saenah (kiri) dan Sunanta (tengah), orang tua TKW a.n Mainah, serta Jihun, Koordinator Advokasi DPC SBMI Indramayu, saat menunjukan foto Mainah serta surat pemberitahuan dari Kemlu
Saenah (kiri) dan Sunanta (tengah), orang tua TKW a.n Mainah, serta Jihun, Koordinator Advokasi DPC SBMI Indramayu, saat menunjukan foto Mainah serta surat pemberitahuan dari Kemlu

Kekecewaan dirasakan keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) Mainah Binti Sunanta (36) dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Indramayu yang mendampingi kasus tuduhan percobaan pembunuhan di Kuwait. Mainah adalah TKW asal Warga Desa Tegalmulya Blok Kelampok RT 02/01, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu yang pada 26 September 2011 terancam divonis seumur hidup oleh pengadilan Kuwait.

Pengaduan ke Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sudah dilakukan keluarga dan SBMI Indramayu sejak 2011, namun informasi bahwa Mainah sudah divonis hukuman seumur hidup oleh pengadilan di Kuwait baru diterima di tahun 2013, padahal vonis sudah dijatuhkan sejak 2012.

“Kami baru mendapat informasi pada 14 Februari 2013 saat melakukan audiensi dengan Tatang Razak, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu. Ini jelas mengecewakan, meski Kemlu menyatakan telah mengirim Pengacara dari KBRI Kuwait untuk melakukan pendampingan hukum, namun keluarga dan pendamping TKW tidak dilibatkan selama proses hukum berjalan. Jeda waktu 2011 ke 2013 sangatlah lama, kasus ini membuktikan betapa mekanisme dan komitmen bantuan hukum bagi TKI di luar negeri sangatlah lemah.” tutur Juwarih, Ketua SBMI Indramayu saat diwawancari melalui telepon.

Berdasarkan keterangan keluarga, Mainah diberangkatkan ke Kuwait oleh PT. Trisula Bintang Mandiri dan bekerja pada majikan bernama Asmah Abdul Hamid Abdurahman Sulaiman di daerah Ramyasyi-Kuwait sejak Juli 2009. Selama hampir 2 tahun, Mainah bekerja dengan kondisi baik, majikan memperlakukan Mainah layaknya saudara. Majikan mempercayai Mainah untuk tidur bersama kedua putrinya yang masih balita. Mainah bekerja bersama 3 PRT lain, kedua temannya tersebut berkebangsaan Filipina.

Melihat Mainah diperlakukan dengan baik oleh majikannya, mungkin kedua temannya tersebut merasa iri pada Mainah, sehingga pada saat malam kejadian, Mainah sedang tidur menemani kedua putri anak majikannya. Saat Mainah tidur lelap tiba-tiba terbangun dan dikejutkan dengan tangisan kedua anak majikan yang berlumuran darah segar. Mainah melihat luka goresan pisau pada kedua anak majikan tersebut.

“Karena sudah dekat secara emosional dengan kedua anak tersebut, Mainah  sambil ikut menangis, berteriak meminta tolong dan langsung menyentuh luka gores pada kedua anak tersebut. Anak yang umur pertama berumur 9 tahun didapati luka gorok di bagian leher serta anak yang kedua berumur 3,6 tahun di pergelangan tangannya. Tidak lama kemudian, kedua orang tuanya datang dan langsung memarahi Mainah walaupun Mainah sudah menceritakan kejadian sebenarnya, namun majikan tidak percaya penjelasan Mainah. Majikan langsung membawa anaknya ke rumah sakit terdekat di daerah Ramyasyi sambil melaporkan Mainah ke kantor polisi,” tutur Sunanata (57), ayah Mainah (5/3/2013).

Saat keluarga mengetahui anaknya yang bekerja menjadi TKW di Kuwait sedang mendapat masalah hukum sejak awal Oktober 2011 melalui telepon dari teman Mainah yang mengaku satu tahanan (sewaktu ditahan kepolisian Kuwait), kemudian Keluarga mengadukan permasalahan anaknya ke DPC SBMI Indramayu. Pengaduan diterima oleh Jihun, Koordinator Advokasi SBMI Indramayu.

Setelah SBMI Indramayu menerima pengaduan dari keluarga TKW, SBMI langsung memproses kasus ini dengan mendatangi PPTKIS, BNP2TKI, dan Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu pada tanggal 11 Oktober 2011. Meskipun SBMI sering menanyakan perkembangan penanganan kasus ini ke BNP2TKI dan Kemlu, namun kedua lembaga tersebut hanya memberi jawaban bahwa kasus masih dalam proses.

Kini sudah memasuki tahun 2013 tiba-tiba keluarga dan pihak SBMI baru mendapat informasi dari Kemlu bahwa vonis hukuman seumur hidup kepada Mainah telah dijatuhkan sejak 2012. Kasus ini menunjukkan kesan betapa perlindungan dan layanan bantuan hukum bagi TKI masih sangat lemah, sehingga wajar apabila keluarga sangat menyesalkan sikap pemerintah.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.