Kiprah

Sugiyani, TKI Asal Banyumas, Kisah dan Fotonya Diabadikan di Buku Internasional

Author

Tidak ada yang menyangka sebelumnya, kalau Sugiyani (29), seorang perempuan asal Desa Pekaja, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah akan menjadi cover buku yang beredar di seluruh dunia. Gara-garanya adalah, Sim Chi Yin, jurnalis “The Strait Time” asal Singapura, yang tertarik dengan kehidupan para Buruh Migran Indonesia (BMI).

Ketertarikan Sim Chi Yin menulis tentang BMI, awalnya karena ia sering melihat banyak buruh migran bunuh diri saat bekerja di Singapura dan mereka kebanyakan adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sim Chi Yin kemudian tergugah untuk bertanya, ada apa di balik itu semua?.
Dia menulis tentang buruh migran bertujuan untuk memberitahu para majikan dan masyarakat Singapura tentang kehidupan TKI ketika di kampung halaman. Sebagian TKI perempuan atau biasa disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah seorang ibu bagi anak-anaknya, TKW juga menjadi seorang istri, TKW mempunyai keluarga, dan mempunyai orang-orang yang disayangi. Semua hal itulah yang disoroti Sim Chi Yin agar para majikan mengetahui lebih dalam tentang TKI, sehingga mereka lebih memanusiakan TKI.

Buku yang ditulis Sim Chi Yin berjudul “Jalan Pulang yang Panjang ” (The Long Road Home), diterbitkan dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, dengan sampul muka, seorang perempun muda memakai pakaian butut dan sandal jepit sedang berjalan keliling desa untuk menjual “mendoan”, makanan khas Banyumas, yang terbuat dari tempe.

Perempuan muda di sampul buku itu adalah Sugiyani (29). Seorang ibu muda yang menyimpan segudang kisah kehidupan, terutama perjalanan hidupnya sebagai seorang buruh migran. Tak berlebihan jika Sim Chi Yin, yang tulisannya sering muncul di The New York Times, International Herald Tribune, dan Los Angeles Times, memilih perempuan yang kehidupan selepas sekolahnya habis untuk berjuang di negeri seberang tersebut.

Sugiyani adalah salah satu potret dari sekian banyak TKI perempuan dengan kisah kehidupan yang menyentuh sebagai pekerja rumah tangga. Dia juga pernah menjadi bagian dari pekerja Indonesia yang berhadapan dengan majikan-majikan sadis. Seperti halnya TKI lain, ia juga merasakan situasi jauh dari keluarga, merasa kesepian dan frustasi. Sebagai TKI, Sugiyani pernah bekerja di Arab Saudi, Uni Emirat, Singapura dan sekarang di negerinya Mahathir Mohammad, Malaysia.

“Mendengar dan membaca kehidupan Sugiyani, bagaikan membaca novel religi, yang di dalamnya banyak mengandung hikmah bagi kehidupan ini…” kata Elly, mahasiswa Sosiologi Unsoed yang sedang mengamati persoalan buruh migran di Banyumas.

Menurut Elly (19), jika ada tokoh utama pasti ada tokoh lain yang mempengruhi kehidupannya. Di sekeliling Sugiyani, tentu ada suami, istri, dan orang tuanya. Merekalah yang banyak mempengruhi perjalanan hidupnya.

Saat potret Sugiyani dipilih ia menjadi sampul buku, menurut Elly, diharapkan tidak hanya sekadar sampul yang menjadi goresan sejarah saja, namun lebih berdampak terhadap perbaikan penanganan berbagai kasus TKI.

Masih menurut Elly, aktivis mahasiswa itu menyampaikan kisah dan pengalaman yang dialami Sugiyani beserta orang-orang di sekitarnya, tentu sangat menarik untuk diteliti dan disampaikan ulang pada masyarakat, khususnya komunitas BMI dan masyarakat di negara tujuan TKI. Bagaimanapun juga, suami yang ditinggal istri bekerja ke luar negeri, tentu mempunyai segudang kisah. Anak TKI yang bertahun-tahun diasuh oleh seorang nenek, tentunya jauh berbeda dengan mereka yang langsung diasuh oleh ibu kandungnya.

Warsun, suami Sugiyani dan juga Rola, anak semata wayangnya, tak pernah menyangka istrinya akan dijadikan sampul buku yang disponsori oleh organisasi perburuhan internasional, ILO. Bahkan ketika dihubungi Narsidah, pegiat pada Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan “Seruni”, Warsun sempat kaget. Dulu, Sim Chi Yin memang pernah tinggal satu minggu di rumahnya. Tapi ia tak mengira hasil jepretan foto itu akan dijadikan buku, dan istrinya menjadi sampul buku tersebut.

Ketika ia dan anaknya diundang untuk hadir dalam launching buku “Jalan Pulang yang Panjang” tersebut di Taman Ismail Marzuki, istrinya yang masih bekerja di Kuala Lumpur Malaysia, melarangnya. Alasan Sugiyani karena takut terjadi apa-apa dengan suami dan anak semata wayangnya.

Namun ketika diyakinkan oleh Sudirman, Sekretaris Desa Pekaja, Warsun menjadi tambah percaya diri. Menurut Narsidah yang mendampinya saat peluncuran (launching) buku Esai foto tersebut (29/09/2011), Warsun dan anaknya sangat menikmat acara tersebut.

Saat diJakarta kemarin Sim Chi Yin berhasil menghubungi Sugiyani yang sedang bekerja di Malaysia. Sugiyani yang sebelumnya tidak tahu bahwa fotonya dibukukan dan dipamerkan, menyatakan sangat senang. Sim Chi Yin juga berjanji akan menemuinya ketika nanti berkunjung ke Malaysia.

Peluncuran esai foto tersebut, dihadiri menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, Ketua BNP2TKI, Jumhur Hidayat, Niken dari kementrian Pemberdayaan Perempuan, Aktifis perempuan Ratna Sarumpaet, wartawan, LSM, dan para mantan buruh migran. (Sus Woyo)

3 komentar untuk “Sugiyani, TKI Asal Banyumas, Kisah dan Fotonya Diabadikan di Buku Internasional

    1. Buku itu penting untuk dibaca majikan-majikan di Singapura. Sekadar pemahaman bagi mereka, bahwa untuk menjadi TKI panyak hal dikorbankan.

  1. buku itu bagu dibagikan gratis pada SBY dan mentrinya (apalagi menteri perdagangan yang ingin menjual rotan mentah) agar lebih memperhatikan produksi dalam negeri. sehingga mengurangi pengangguran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.