Berita

Nurul Qoiriah: Mintalah Perlindungan Pada Pemerintah Jika Mengalami Masalah

Author

Diskusi Komunitas Serantau Bersama Nurul Qoiriah dari IoM
Diskusi Komunitas Serantau Bersama Nurul Qoiriah dari IoM

Kuala Lumpur—Bagi buruh migran di negara penempatan, selalu banyak aktivitas yang dilakukan dalam mengisi waktu liburan. Salah satunya ialah dengan berkumpul dengan komunitasnya. Di balik aktivitas kerja setiap hari, pertemuan pada hari libur dengan komunitas mesti dimanfaatkan untuk kepentingan selalu berbagi informasi dan belajar bersama. Pada peringatan hari libur Idul Adha tahun ini, komunitas Serantau mengadakan diskusi ringan mengenai tantangan advokasi buruh migran di Malaysia. Diskusi menghadirkan Nurul Qoiriah, yang merupakan kepala kantor Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Hong Kong yang dilaksanakan di Pantai Morib, Klang pada hari Senin (12/09/2016).

Diskusi diawali dengan perkenalan oleh Nurul yang menceritakan perjuangannya semasa membangun gerakan buruh migran di Hong Kong pada awal tahun 2000-an. Ia menegaskan berdasarkan pengalamannya selama ini bahwa hubungan antara buruh migran dan perdagangan orang itu sangat dekat. Kebanyakan buruh migran yang bermasalah merupakan korban perdagangan orang (trafficking).

“Tapi hal itu harus dibuktikan dulu proses, cara dan tujuannya dalam konteks trafficking,” tegas Nurul yang sebelumnya juga menjabat sebagai koordinator nasional untuk pemberantasan trafficking IOM Indonesia.

Di sisi lain pemerintah juga kurang peduli dengan tindak kejahatan trafficking. Buktinya hanya Kementrian Sosial yang memiliki anggaran untuk trafficking. Padahal gugus tugas anti-trafficking melibatkan beberapa kementrian/lembaga penegak hukum. Ketika hal itu ditanyakan kepada Kementerian Keuangan, mengatakan bahwa kementerian/lembaga tersebut tidak mengusulkan anggaran untuk trafficking. Padahal undang-undang telah dibuat sejak tahun 2007 lalu. Untuk itu, Nurul mendorong kawan-kawan buruh migran untuk selalu membawa kasus-kasus di sekelilingnya kepada pemerintah.

Kementrian Luar Negeri memiliki banyak anggaran untuk perlindungan warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Dengan demikian, Nurul mengingatkan agar kawan-kawan untuk tidak terjebak pada istilah yang selalu digunakan oleh pemerintah. Pemerintah selalu membedakan istilah berdokumen dan tidak berdokumen, padahal pemerintah seharusnya melindungi WNI. Tidak hanya buruh migran saja.

“Apa pun masalahnya, WNI mesti meminta perlindungan kepada pemerintah,” ujarnya.

Dalam konteks penanganan kasus, Nurul menambahkan jangan sampai terputus antara yang mendampingi di negara penempatan dengan yang mendampingi di negara asal. Untuk itu, ke depan, Serantau mesti terhubung dengan jaringan lembaga pendamping untuk memperkuat posisi korban dalam mengakses keadilan. Sementara itu, dalam konteks advokasi kasus tersebut juga harus banyak yang mengetahuinya. Maka dalam hal ini pentingnya pelibatan media di sini. Pemerintah juga kurang bertindak serius jika tidak banyak yang menyorot kasus tersebut.

Menyikapi hal tersebut, Nasrikah dari komunitas Serantau mengajak kepada seluruh buruh migran untuk tidak ragu-ragu melaporkan kasus-kasus buruh migran di sekeliling mereka. Baik itu kasus buruh migran yang sakit, ingin pulang, kematian dan lain-lain. Meskipun hanya terdapat Rp.124 milyar dana APBN yang dikelola oleh KBRI Kuala Lumpur, tapi mereka bisa meminta bantuan kepada Kementrian Luar Negeri jika anggaran itu telah terserap oleh kedutaan. Pada dasarnya buruh migran yang bermasalah dan meminta bantuan itu tahu diri, apakah mereka mesti meminta bantuan kepada pihak lain atau tidak.

“Pada situasi itulah peranan kita untuk menghubungkan antara korban dan pemerintah itu dibutuhkan,” tutupnya.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.