Berita

Memahami Peran dan Kewenangan Desa Dalam Upaya Perlindungan Buruh Migran

Author

Salah Satu Kepala Desa di Kecamatan Banyumas Mengemukakan pendapatnya tentang Kewenangan Desa dalam Perlindungan Buruh Migran
Salah Satu Kepala Desa di Kecamatan Banyumas Mengemukakan pendapatnya tentang Kewenangan Desa dalam Perlindungan Buruh Migran

Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa atau yang selanjutnya disebut UU Desa memberi peluang desa guna menjawab beragam tantangan. Desa kini memiliki kewenangan yang kemudian diikuti dengan kewajiban sekaligus hak fiskal. Produk hukum ini memberikan kesempatan pada desa untuk lebih banyak bergerak dalam kerangka mensejahterakan warga. Desa kini adalah subjek.

Salah satu tantangan bagi desa-desa di Kecamatan Gumelar adalah banyaknya warga desa yang bekerja sebagai buruh migran di luar negeri. Tantangan ini juga dihadapi oleh desa-desa lain di pelbagai kabupaten yang menjadi kantong pemberangkatan buruh migran. Pada konteks ini, desa bisa mengambil beberapa peran yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan kepada warganya yang bekerja di Luar Negeri.

Menjawab tantangan ini, Paguyuban Bumi Gumelar bekerjasama dengan Infest Yogyakarta dan Pemerintah Desa dan Kecamatan Gumelar menyelenggarakan “Rembug Desa Peduli Buruh Migran”  yang bertempat di Balai Desa Paningkaban, Kamis (02/06/16).

Edi Purwanto, fasilitator dari Program Desa Infest Yogyakarta, dalam acara diskusi menyampaikan bahwa menurut UU Desa mengatur empat jenis kewenangan desa, yakni kewenangan desa yang sudah ada berdasarkan hak asal usul; kewenangan lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan Pemerintah dan Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota; kewenangan lain yang ditugaskan Pemerintah dan Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Kewenangan desa terkait warganya yang menjadi buruh migran bisa dimasukkan dalam kewenangan lokal berskala desa. Kewenangan lokal berskala desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa (Perdes) menjadi dasar bagi kebijakan, program, dan administrasi desa dalam bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

“Desa bisa berperan dalam rangka perlindungan buruh migran melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik ataupun kewenangannya dalam melakukan pembinaan masyarakat. Peluang lainnya, desa juga bisa berperan dalam pemberdayaan mantan buruh migran, tentunya dengan memasukkannya pada jenis kewenangan lokal berskala Desa,” jelas Edi.

“Kewenangan lokal berskala desa itu sendiri adalah kewenangan yang paling bisa dilakukan oleh desa yang diukur sesuai kemampuan desa, salah satu contoh yang sudah berjalan adalah pengelolaan PAUD di desa,“ lanjutnya.

Pada acara rembug desa ini , muncul juga ide dan gagasan menarik terkait persoalan buruh migran yang disampaikan oleh perwakilan Pemerintah Desa di Kecamatan Gumelar yang hadir. Desa Samudra misalnya, memiliki gagasan untuk membuat Pusat Pelayanan Terpadu bagi warganya yang hendak bekerja menjadi buruh migran. Sementara Desa Samudra Kulon memiliki gagasan untuk mengembangkan BUMDesa yang bekerjasama dengan para buruh migran dalam permodalannya.

“Kebetulan sekali di desa kami baru saja membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), saya jadi ingat mudah-mudahan para buruh migran di desa kami bisa ikut berperan, mungkin mereka bisa menanamkan saham pada usaha yang akan kami jalankan,” kata Sutaryo, Kepala Desa Samudra Kulon.

Lain hal dengan Desa Samudra dan Samudra Kulon, Desa Cihonje memiliki gagasan bahwa perlu sekali sebelum pemberangkatan calon buruh migran untuk dibekali tentang nilai kearifan lokal desa. Pembinaan desa seperti ini perlu dilakukan agar setelah pulang ke desa, para mantan buruh migran tetap kembali pada gaya hidup masyarakat desa.

“Pembinaan tentang kearifan lokal perlu dilakukan agar setelah pulang ke desa, mereka kembali dengan gaya hidup dan tatanan masyarakat desa seperti saat mereka belum berangkat ke luar negeri. Hal lainnya, kedisiplinan kerja di luar negeri yang mereka dapatkan bisa dibawa dan diterapkan sehingga bisa menginspirasi warga yang lainnya,” ungkap Riko, Perangkat Desa Cihonje.

Menanggapi beragam gagasan yang muncul dari masing-masing desa, Edi Purwanto mengatakan, agar hak dan kewajiban Pemerintah Desa dan masyarakatnya yang diatur dalam Peraturan Desa bisa dipahami dan dijalankan bersama dengan masyarakat, maka penyusunannya harus dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat.

“Dalam penyusunan kewenangan desa dan peraturan desa harus dilakukan secara partisipatif melibatkan masyarakat, dengan begitu dalam pelaksanaannya masyarakat juga bisa ikut berperan aktif,” pungkas Edi.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.