Waspada! Janji Lisan Tak Sekuat Janji Tulisan

Author

buruh migran
Ilustrasi Penandatanganan Kontrak

Siti Hajar (24) warga Dusun Panua, Desa Juran, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, direkrut oleh Mahyun untuk menjadi TKI PRT di Malaysia 5 Oktober 2014. Mahyun kemudian menyerahkan Siti pada Ibu As yang berdomisili di Lombok Barat untuk memprosesnya. Siti Hajar juga menjalani tes kesehatan sebagai calon buruh migran di kota tersebut. Setelah dinyatakan sehat, ia langsung dibawa ke penampungan PT Surya Pasifik Jaya yang berkantor di Surabaya, Jawa Timur untuk pelatihan dan pembuatan dokumen-dokumen.

Setelah satu minggu tinggal dipenampungan, ia kemudian diberangkatkan ke Selangor Malaysia tanpa adanya perjanjian kerja secara tertulis. Kisah Siti Hajar diungkapkan oleh Muhammad Safi’i, suami Siti Hajar saat mengadukan kepada Usman Ketua SBMI Cabang Lombok Timur (2/2/2015).

Safi’i meneruskan bahwa semua janji-janji yang disampaikan perekrut secara lisan tak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Misalnya gaji yang semula dijanjikan RM700/bulan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Pekerjaannya di Malaysia pun tak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh perekrut. Sesuai janji perekrut ia akan dipekerjakan sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT).

Sesampai di sana ia bekerja di dua tempat, tetapi pada kenyataannya dipekerjakan juga di pabrik. Pukul 04.00-09.00 ia bekerja sebagai PRT. Pukul 09.00-18.00 ia bekerja di pabrik. Pukul 18.00-24.00 ia kembali bekerja sebagai PRT. Siti Hajar hanya memiliki waktu istirahat pada pukul 24.00-04.00. Safi’i mengaku menyesal dengan janji-janji kaki tangan PPTKIS yang dilakukan secara lisan tanpa tulisan, sehingga kondisi kerja istrinya sangat memperihatinkan.

Menanggapi hal tersebut Usman, Ketua SBMI Lombok Timur, menjelaskan bahwa rangkaian perekrutan yang terjadi di NTB sangat timpang dengan aturan yang berlaku.

“Tapi fakta tersebut terus terjadi, pertanyaannya kenapa Dinas Tenaga Kerja diam saja, padahal jelas ada pelanggaran aturan yaitu tidak membuat perjanjian penempatan dan perjanjian kerja dan termasuk kartu kuning?” tegas Usman.
Secara detail Usman mengungkap beberapa pelanggaran dalam kasus tersebut, antara lain:

Dugaan tidak adanya job dan Surat Izin Pengerahan pada saat perekrutan.
Tidak melalui proses pendaftaran di Dinas Ketenagakerjaan setempat sebagaimana pasal 36 dan 37 ayat 1 UU 39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN).

PPTKIS diduga tidak membuat perjanjian penempatan, sebagaimana pasal 38 ayat 1 dan 2 dan pasal 52 ayat 1 UU 39 tahun 2004, dan tidak memberikan salinan perjanjian penempatan dan perjanjian kerja kepada keluarga TKI atau Dinas Tenaga Kerja setempat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 UU 39 tahun 2004.

Ditempatkan tidak sesuai dengan janji sebagaimana dimaksud pasal 72 UU 39 tahun 2004. Dugaan tidak melakukan pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat 56 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 14 Tahun 2010 dan perubahannya yaitu 22 Tahun 2014.

Sumber : Serikat Buruh Migran indonesia

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.