Pengiriman pekerja migran dari nusantara sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Geliat pengiriman buruh migran ke Arab Saudi semakin marak sejak tahun 1980-an ketika terjadi lonjakan ekonomi Arab Saudi dari hasil eksplorasi minyak bumi. Sampai saat ini ada sekitar 1 juta lebih buruh migran yang mencari peruntungan di negara petro dolar ini. Hampir 90 % penempatan buruh migran Indonesia di Saudi ada pada sektor informal yakni sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT).
Dalam perjalanannya banyak buruh migran atau TKI yang berhasil memperbaiki ekonomi keluarganya, tapi tak sedikit pula yang gagal dalam memperbaiki nasibnya. Ketika amnesti diberlakukan tercatat ada 100 ribu lebih buruh migran overstay sesuai data yang dikeluarkan oleh KJRI Jeddah. Itupun belum yang termasuk ditangani oleh KBRI Riyadh. Jumlah tersebut yang mendaftarkan diri untuk memperoleh SPLP, belum jumlah yang belum mendaftarkan diri karena berbagai alasan.
Banyaknya pekerja migran overstay di Saudi Arabia bermula dari berbagai permasalahan yang menjadi satu :
1. Lemahnya filter persyaratan oleh pemerintah dan PJTKI. Dalam faktor pendidikan misalnya, terbukti masih banyaknya BMU yang buta huruf bekerja di Saudi.
2. Tidak adanya kejelasan fungsi dan peran PJTKI, yang ada hanya berperan sebagai mesin pemeras saja.
3. Tidak adanya bentuk perlindungan hukum yang jelas terhadap TKI.
4. Lemahnya SDM dan kinerja KBRI/KJRI dalam menjalankan tugas kewajiban Negara.
5. Tidak adanya kontrol dari pusat (Kemlu) terhadap kinerja bawahannya, yakni KBRI/KJRI
Kemarahan BMI di Saudi Arabia semakin menjadi ketika mendengar moratorium akan dibuka yang dibarengi adanya kabar bahwa Menakertrans, Muhaimin Iskandar datang ke Riyadh Arab Saudi untuk penandatanganan kontrak. Kami menyatakan bukannya tidak setuju dengan pencabutan moratorium. Persoalannya sampai sejauh ini pihak pemerintah belum dan tidak memperbaiki/menyelesaikan permasalahan BMI/TKI yg selama ini terjadi. Tidak ada langkah kongkrit yang dilakukan oleh pemerintah semenjak bulan Agustus 2011 saat moratorium di berlakukan.
Mungkin ada seribuan BMI yang menjadi penghuni penjara di Arab Saudi dan ada sebagian dari mereka yang memang tidak bersalah. Kurangnya pengawasan dan advokasi dari pemerintah menyebabkan lambatnya proses peradilan. Berapa ratus buruh migran Indonesia yang terkurung di rumah orang Arab, tidak dipulangkan, gaji tidak dibayar, dan menjadi korban penganiayaan. Terlihat jelas moratorium ini bergulir hanya sebagai bentuk protes pemerintah RI atas eksekusi hukuman pancung terhadap Ruyati beberapa tahun lalu. Bukannya mau menyelesaikan permasalahan yang menimpa BMI di Arab Saudi.
Rupanya pemerintah sudah lupa akan sakit hatinya ketika eksekusi hukuman pancung bagi Ruyati dilaksanakan. Sehingga seolah olah pihak kerajaan Saudi Arabia tidak menghargai pemerintah RI dengan tidak memberitahukannya terlebih dulu. Kami bukan tak percaya dari apa yang akan mereka tandatangani atau sahkan dengan dalih perlindungan dan peningkatan kesejahteraan buruh migran. Tapi kami belum melihat bukti dan kenyataan bahwa pemerintah telah benar-benar melindungi buruh migran sekarang ini.
Sesuai dengan penjelasan di atas maka kami komunitas Buruh Migran Indonesia di Saudi Arabia menyatakan menolak pencabutan moratorium sebelum :
-
Adanya bentuk perlindungan hukum yang jelas bagi TKI
-
Adanya pendampingan dan penyelesaian TKI bermasalah di penjara-penjara yang tersebar di seluruh Arab Saudi
-
Tuntaskan proses pemulangan demua TKIO
-
Pendataan ulang seluruh TKI yang ada di Saudi Arabia oleh KBRI/KJRI (diantar majikan masing-masing). Sebelum tahun pembrangkatan Agustus 2011 atau sesudah moratorium di berlakukan, pihak BNP2TKI dan atau Kemenakertrans melakukan pendataan ulang lewat PJTKI dan keluarga TKI yang masih punya kerabat yang bekerja di Arab Saudi agar segera melapor ke ke dua intansi ini baik secra online, SMS atau layanan telefon gratis.
-
Pemulangan TKI yg melebihi kontrak kerja atau bagi mereka yang ingin tetap bekerja pihak pengguna harus membuat perjanjian kerja baru yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kecuali pihak pengguna memberikan gaji lebih dari kontrak baru dikarenakan dilihat dari lamanya bekerja atau dari keahliannya.