Maksimalkan UU KIP Bisa Perkuat Posisi BMI

Author

Suasana Konferensi Pers soal hak informasi buruh migran, tampak dari kiri Muhammad Irsyadul Ibad, dari Infest, Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Subkomisi Informasi Pertahanan dan Keamanan, Abdul Rahim Sitorus, dari LBH Yogyakarta, dan Anwar Ma'arif, dari DPN SBMI
Suasana Konferensi Pers soal hak informasi buruh migran, tampak dari kiri Muhammad Irsyadul Ibad, dari Infest, Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Subkomisi Informasi Pertahanan dan Keamanan, Abdul Rahim Sitorus, dari LBH Yogyakarta, dan Anwar Ma’arif, dari DPN SBMI

Rabu (24/04/13), Media Link dan Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) mengadakan konferensi pers tentang hak informasi TKI. Acara yang mendatangkan beberapa awak media massa arus utama tersebut diselenggarakan di Warung Daun Jalan Cikini Jakarta Barat. Konferensi pers mengangkat isu tentang pengabaian pemerintah terhadap perlindungan TKI, terutama di bidang keterbukaan informasi.

Pembicara yang datang berasal dari beberapa kalangan. Diantaranya adalah Komisioner Subkomisi Informasi Pertahanan dan Keamanan, Abdul Rahim Sitorus, perwakilan advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Boby Alawai  selaku Ketua Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (DPN SBMI), serta Sring Atin dari Hong Kong yang menjadi perwakilan Buruh Migran Indonesia (BMI) via telepon. Semua pembicara memiliki konsentrasi terhadap hal yang sama, yakni permasalahan Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Kesempatan tersebut, juga dipaparkan data-data hasil permintaan infrormasi di beberapa badan publik yang terkait dengan BMI. Permintaan informasi sendiri merupakan wujud dari keberlangsungan UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Beberapa pegiat BMI yang ikut berpartisipasi dalam pengiriman permintaan informasi berasal dari beberapa daerah seperti Malang, Wonosobo, Banyumas, Salatiga, Jakarta, Yogyakarta, dan Hong Kong.

Perkembangan terkini mengenai permintaan informasi tersebut juga sempat dipaparkan, bahwa masih banyak lembaga publik pemerintah yang belum mau membuka diri. Hal ini bisa dilihat dari beberapa kasus seperti pengacuhan surat-surat permintaan informasi yang telah dikirim. “ Kami telah mengirim beberapa surat permintaan informasi ke beberapa badan publik pemerintah. Misalnya Kementerian Pendidikan (Kemendiknas) yang sempat menolak menerima surat kami, lalu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang memberi jawaban seadanya dan terkesan tidak serius,” ungkap Boby Alawi yang sempat kesulitan menemui petugas PPID di Kemendiknas.

Lembaga publik lain yang menjadi sasaran permintaan informasi adalah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) besarta lembaga turunannya, Departemen Imigrasi, Menteri Kesehatan, hingga maskapai penerbangan. Lemabaga publik tersebut merupakan lembaga yang memiliki persinggungan terhadap permasalahan TKI.

Sedangkan permintaan informasi yang diminta oleh pegiat BMI, berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang sering mereka temui. Keberadaan KTKLN yang tak jelas, asuransi BMI, kontrak kerja, PPTKIS dan agen asing bermasalah, dan beberapa hal lain yang berhubungan dengan BMI adalah jenis-jenis informasi yang diminta. Hal ini seperti yang dilakukan oleh BMI-BMI di Hong Kong yang tergabung dalam Tim 11. Mereka telah mengirim berbagai jenis surat permintaan informasi ke KJRI tentang asuransi BMI yang sulit dicairkan dan keberadaan agen asing yang meresahkan BMI. “Sayangnya, pihak KJRI dan perwakilan-perwakilan RI di Hong Kong belum ada yang menanggapi surat kami,” keluh Sring Atin melalui sambungan telepon.

Menanggapi ketertutupan pihak pemerintah, Alamsyah sebagai perwakilan Komisi Informasi Pusat memberikan tanggapan bahwa BMI memang harus berani mengajukan permintaan informasi kepada lembaga pemerintah terkait masalah BMI. Alamsyah juga menyebutkan bahwa masalah ketertutupan pemerintah tersebut, hanya bisa diselesaikan melalui aksi dan peran dari BMI itu sendiri. Sandungan terhadap UU KIP juga sempat menyeruak. Hal ini terkait dengan kemungkinan adanya penyesatan informasi. Masih menurut Alamsyah, memang belum ada pasal dalam UU KIP yang mengatur tentang penyesatan informasi oleh lembaga publik, namun hal tersebut bisa diperkarakan kepada pihak kepolisian.

Semakin banyak BMI yang memaksimalkan keberadaan UU KIP, maka permindungan terhadap BMI dan keluarganya pun lebih terjamin. Maka dari itu, acara konferensi pers tersebut memiliki harapan besar, agar seluruh BMI di penjuru dunia tidak takut untuk melayangkan surat permintaan informasi kepada badan publik. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan posisi BMI, menjadi lebih dihargai oleh pemerintah.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.