(Bahasa Indonesia) Kajian: Pendamping TKI Versus Calo

Author

Sorry, this entry is only available in Indonesian.

Oleh: Fendi (ATKI Madura)
Carut marut pengelolaan negara serta banyak kasus yang menimpa Buruh Migran Indonesia sering kali hadir menjadi menu menyakitkan dalam kehidupan petani yang juga menjadi keluarga BMI. Petani dan kaum miskin hingga saat ini masih susah mendapatkan akses atas informasi, pendidikan, dan lapangan pekerjaan.

Aksi pemiskinan struktural banyak dilakukan penguasa yang anti perlindungan sejati kepada masyarakat melalui pelbagai bentuk penguasaan lahan produktif milik warga dan pola-pola bantuan yang merusak kemandirian masyarakat. Pemiskinan sistemik sedikit banyak juga menjadi penyebab persoalan seputar migrasi.

Sedangkan negara sebagai fungsi pelindung dan pengayom bagi warganya seakan tumpul. Persoalan BMI seolah terus meningkat segaris lurus dengan angka penempatan BMI yang terus meningkat.

Kasus demi kasus seolah tidak menjadi pelajaran serius bagi Pemerintah Indonesia, sehingga satu kasus selesai muncul ratusan kasus lain. Madura sebagai salah satu daerah yang mengirim BMI cukup besar di Jawa Timur juga tidak lepas dari timbunan masalah seputar migrasi dan BMI. Hampir setiap minggu selalu saja terjadi kasus yang menimpa BMI di negera penempatan seperti Arab Saudi dan Malaysia.

Data yang dihimpun portal BNP2TKI (25/08/11) menyatakan Tenaga kerja Indonesia (TKI) bermasalah asal Jawa Timur yang pulang sejak Januari sampai akhir Juli 2011 tercatat sebanyak 3.880 orang, dari jumlah TKI bermasalah itu, 70 persen di antaranya berasal dari Madura.

BMI asal Madura berasal dari empat kabupaten pengirim terbesar yakni Sampang, Pamekasan, Sumenep, dan Bangkalan. Mayoritas BMI berasal dakarena terpaksa.

Situasi ini semakin diperparah dengan berbagai modus perekrutan yang lahir menjadi budaya lokal berupa praktik percaloan yang setiap hari marak di masyarakat. Praktik-praktik percalaon beroperasi melalui pelbagai modus, dari berpura-pura membantu saudara, bedalihkan agama, hingga atas nama kebaikan.

Janji-janji materi yang ditawarkan para calo dengan mudah diterima beberapa kelompok masyarakat di Madura. Seolah-olah menjadi pahlawan, calo TKI menjanjikan tempat kerja yang enak, gaji tinggi, serta pekerjaan yang sangat mudah, dan penghasilan besar untuk membantu keluarga.

Siapa Calo BMI di Madura?
Mengenali calo di daerah Madura, maka ada dua anggapan yang berbeda. Pertama, Calo di Madura dianggap mudah dikenali karena banyak penelitian yang mampu membeberkan calo TKI di Madura itu adalah kerabat, teman, dan pemangku adat (kyai dan tokoh masyarakat atau aparat desa). Kedua, ada yang beranggapan calo di Madura sangat sulit untuk dikenali. Praktik-praktik percaloan TKI di Madura susah untuk dibendung karena cara kerja mereka lebih banyak menggunakan pendekatan kekeluargaan.

Calo TKI dengan jeli masuk di lingkup sosial masyarakat. Mereka menawarkan bagi hasil pada orang yang mampu memberikan informasi nama penduduk yang membutuhkan pekerjaan dan terdesak berbagai macam masalah ekonomi dan lain sebagainya. Tidak jarang calo TKI melibatkan aparat desa, dengan sedikit imbalan, aparat desa diminta memalsukan dokumen calon TKI. Calo TKI juga meminta aparat desa melakukan kampanye informasi bekerja di luar negeri dan mempromosikan jasa sang calo yang telah memberinya komisi.

Praktik percaloan melalui pendekatan keluarga, aparat desa dan tokoh agama terbukti bertahun-tahun berhasil dilakukan para calo TKI di Madura. Migrasi penduduk Madura untuk bekerja sebagai buruh migran di Arab Saudi dan Malaysia kini seolah menjadi tumpuan utama dan bagian dari kebudayaan masyarakat.

Banyak modus yang dijalankan calo TKI, salah satunya menggunakan status sosial yang dimilikinya sebagai tokoh agama. Mereka melakukan pendekatan dakwah dengan maksud memicu warga agar berkeinginan kerja ke Arab agar bisa sekaligus memunaikan ibadah Haji. Materi dakwah semacam itu menjadi hasutan untuk menawarkan jasa penempatan kerja di Arab Saudi. Lebih-lebih beberapa tokoh agama tersebut juga merangkap sebagai calo. Walhasil calo yang berprofesi ganda sebagi tokoh agama tersebut mampu menuai kepercayaan dari para korban.

Sedangkan apabila ada kasus BMI meninggal. Tokoh agama tersebut tampil di muka dengan memasang waja berbelasungkawa sembari menenangkan pihak keluarga dengan wejangan andalan “semua yang hidup akan mati, dengan berujar ikhlaskanlah dan kembalikan semuanya pada yang di atas sana”.

Siapa Pendamping BMI?

Pihak yang menjadi pendamping BMI merupakan Organisasi Masyarakat Sipil dan individu yang mempunyai kesadaran serta kepedulian terhadap persoalan persoalan BMI. Banyak pendamping BMI di Madura yang melakukan pelbagai pendekatan untuk mengkampanyekan persoalan BMI.

Keberadaan tokoh agama di Madura memiliki peran sentral untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat. Pendamping BMI di Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) wilayah Madura misalnya, mereka melakukan sosialisasi ke tokoh-tokoh agama dan masyarakat terkait migrasi yang benar dan ancaman hukuman apabila melakukan praktik-praktik perdagangan manusia. Langkah semacam ini merupakan upaya pencegahan dini munculnya kasus dan menjadi jembatan agar informasi yang sama tentang migrasi aman juga disampaikan para tokoh agama kepada masyarakan melalui dakwah, khutbah, dan pengajian yang mereka lakukan.

Selain mendekati tokoh agama, pendamping BMI di Madura juga menggunakan media warung kopi (warkop) untuk menyampaikan informasi secara ringan dan mudah diterima oleh warga. Pemanfaatan ruang kultural di masyarakat mampu menciptakan suasana keakraban yang akan memperkuat kepercayaan dan mempermudah komunikasi antara pendamping BMI dan warga. Sembari minum kopi serta sedikit suguhan, beberapa isu dapat menjadi tema obrolan dan mengaitkan beberapa persoalan dengan isu buruh migran. Hal semacam ini ternyata sangat efektif untuk sedikit demi sedikit membuka ruang kesadaran warga atas persoalan buruh migran di Madura.

Banyak media di masyarakat yang bisa dimanfaatkan untuk gerakan advokasi dan kampanye perlindungan sejati buruh migran. Hal yang kemudian dibutuhkan adalah kreatifitas dan keberanian pendamping buruh migran untuk terus melakukan pelbagai inovasi kegiatan dan model pendekatan.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.