Studi tentang kependudukan khususnya buruh, sangatlah menarik. Banyak penelitian yang mengangkat fenomena buruh, baik yang bekerja di dalam negeri ataupun di luar negeri. Fenomena yang diangkatpun sangat bervariasi. Namun, penelitian yang paling kompleks soal buruh biasanya ditemui pada buruh yang bekerja jauh dari tempat asalnya. Secara umum, kita menamai buruh pekerja di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Buruh Migran Indonesia (BMI).
Mulai dari awal keberangkatannya saja, BMI harus melewati fase-fase administratif yang rumit. Alasan keberangkatannya pun, sering dikarenakan sempitnya lapangan kerja sehingga terpaksa merantau ke negeri orang. Banyaknya faktor negatif, telah menyebabkan BMI mengalami kehidupan sulit di negara tempat mereka bekerja. Bahkan, setelah kepulangannya ke tanah air pun, persoalan BMI belum usai. Tak sedikit BMI yang mengalami persoalan psikologis setelah kembali dari luar negeri.
Pernyataan di atas diamini oleh Jhon Bria, yang menjadi Project Officer Yayasan Tifa. Jhon menyampaikan, persoalan psikologis yang dialami oleh BMI biasanya bersifat pribadi, misalnya saja masalah keuangan, seks, stabilitas emosional, kesehatan fisik, gaya hidup, dan lainnya. Masalah-masalah tersebutlah yang menimbulkan psikologis BMI yang baru pulang guncang. Apalagi, mereka biasanya telah memendam tumpukan masalah pribadi yang akhirnya terakumulasi.
“Mantan BMI yang kembali ke rumah dan mendapati hasil remitansi atau tabungannya belum mencukupi kebutuhan, juga sangat rentan terhadap masalah psikologis,” tutur Jhon dalam acara training konseling bagi para mitra kerja Yayasan Tifa yang ada di NTB dan NTT di Hotel Astiti Kupang.
Pelatihan yang dilangsungkan atas inisiasi Yayasan Tifa bersama mitra kerja di NTT yang terdiri dari Rumah Perempuan Kupang di Kupang, Delsos di Larantuka, PPSE di Atambua serta NTB yang terdiri ADBBMI serta Koslata. Nantinya, kegiatan ini diharapkan bisa memberikan pelatihan bagi mitra gugus tugas. Pada akhirnya, mitra gugus tugas pulalah yang akan melakukan pendampingan bagi TKI yang mengalami persoalan psikologis.
Koordinator Rumah Perempuan Kupang, Libby SinlaEloe mengatakan, dengan kegiatan tersebut Rumah Perempuan Kupang akan siap menerapkan program kepada 10 desa yang selama menjadi mitra gugus tugas. Setiap desa diambil dua orang perwakilan yang diberikan pelatihan. Selanjutnya, mereka akan memiliki tanggung jawab dalam memandu perkembangan psikologis BMI di desanya.