Berita

Enam TKI NTB Kembali Terancam Hukuman Mati

Author

Kekerasan TKI. Ilustrasi Matt Mahurin (CC)
Kekerasan TKI. Ilustrasi Matt Mahurin (CC)

MATARAM,- Pemberitaan kematian Tenaga Kerja Indonesia asal Nusa Tenggara Barat seolah tak ada habisnya. Setelah berita tiga TKI NTB ditembak mati dan diduga korban perdagangan organ marak di media massa, kini ada lagi TKI NTB yang diancam hukuman mati. Sebanyak 6 TKI laki dan perempuan asal NTB terancam hukuman mati di Malaysia, Timur Tengah, dan China.

Keenam orang tersebut di antaranya, Edy Saputra alias Supriadi dari Kampung Kertasari, Simpang Klanir, Kecamatan Seteluk, Kabupaten Sumbawa Barat. Edy terancam hukuman gantung karena dituduh membunuh Chai Joon Bui, warga Kuching, Malaysia (29/07/06) . Seperti diungkapkan Endang Susilowati, Koordinator Advokasi Perkumpulan Panca Karsa, Mataram, NTB (7/05/12).

Menurut Endang, TKI lain yang terancam hukuman mati adalah Sukardin Said, dari Desa Sondasia, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima. Dia dituduh membunuh pada September 2010 karena mengamuk di ladang Setuan Mukah yang mengakibatkan tewasnya Edirman dan tiga warga Indonesia lainnya mengalami luka-luka, yakni Firmansyah, Yesni, dan Zaenab.

“Saat ini terhadap kedua TKI tersebut kami sedang mengupayakan, membawa keluarga mereka ke Malaysia. Untuk kasus Edy hingga sekarang belum ada informasi dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching sejak dikunjungi Panca Karsa 2008 lalu. Sedangkan, kasus Sukardin Said akan diupayakan surat keterangan jiwa dari RSJ Mataram sesuai riwayat kedua saudaranya, Nurjanah dan Muhidin, yang juga mengalami gangguan jiwa. Menurut Endang, cara ini berdasarkan pengalaman mendampingi Edy bin Asnawi yang terbebas dari hukuman gantung di Malaysia beberapa tahun lalu.” tutur Endang, Pegiat Perkumpulan Panca Karsa.

Selanjutnya, Endang menjelaskan, empat lain adalah TKW yang bekerja di Timur Tengah dan negara lainnya yakni, Muslihatun binti Nur dari Dusun Gelumbang, Desa Suralaga, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur. Muslihatun berangkat ke Saudi Arabia pada Januari 2008, tetapi belakangan keluarga menerima informasi ia tertangkap ketika hendak pulang ke Indonesia bersama TKW lainnya, karena dituduh membunuh anak majikan yang berumur 3 tahun.

Kemudian, Sumartini binti Manaungi (33), dari Desa Kukin, Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa. Sekarang berada di penjara Malaaz Saudi Arabia, ia dituduh menggunakan ilmu sihir untuk melenyapkan anak majikan bernama Tisam berumur 17 tahun.

TKI berikutnya, Alya Adreani (29), dari Gubuk Lantan, Desa Pelambik, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah. TKW ini bekerja di Macau, sebagai pengasuh bayi tersebut divonis hukuman mati di Pengadilan Tinggi Provinsi Guangdong, China, dengan tuduhan menyimpan heroin seberat 975 gram di dalam tas. Alya ditangkap pada 3 Juli 2010 di tempat pemeriksaan Bea Cukai Shekou, Kota Shenzen.

“Pada kasus Alya sudah tidak ada upaya lagi untuk membantu, karena Alya sudah mulai menjalani eksekusi dengan penundaan 2 tahun. Jika dalam waktu dua tahun ia bisa menunjukkan prilaku baik, ancaman eksekusi hukuman mati akan menjadi seumur hidup. Tetapi jika tidak, Alya akan menjalani eksekusi hukuman mati,” tutur Endang.

TKI terakhir yang kasusnya sedang ditangani Perkumpulan Panca Karsa adalah, Fitra Yanti (25), asal Kelurahan Brang Bara, Kecamatan Sumbawa, Kabupaten Sumbawa. Baru saja empat bulan berada di Jeddah setelah diberangkatkan perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) 5 Juni 2011, kemudian dikabarkan pada November 2011 membunuh anak majikan bernama Yasir (4), yang tenggelam di kolam rumah majikan.

Keberadaan enam kasus di atas membuat Pancakarsa terus berupaya untuk memfasilitasi koordinasi penanganan antara keluarga dengan pemerintah sebagai pihak paling bertanggung atas perlindungan warganya di luar negeri. (Rasidi/radio komunitas NTB)

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.