Mengelola Keuangan dan Merencanakan Usaha bagi Pekerja Migran Indonesia

Author

Cerita saya menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dimulai setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Mimpi untuk meningkatkan perekonomian keluarga merupakan motivasi yang melatarbelakangi di balik keputusan bekerja ke luar negeri. Singapura merupakan pilihan negara tujuan migrasi, namun pilihan tersebut teralihkan oleh Perekrut Lapangan (PL) yang menawarkan  pekerjaan di Hong Kong. Selama 6,5 bulan belajar bahasa Kanton (Cantonese) di penampungan, akhirnya saya berangkat ke Hong Kong pada tahun 2005. Saat itu, saya berusia 20 tahun, yang sebenarnya usia tersebut belum diizinkan untuk bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) berdasarkan aturan ketenagakerjaan bahwa usia minimal PRT adalah 21 tahun .

Saya akhirnya berangkat dengan usia yang dituakan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI/PJTKI). Mereka mengubah dokumen asli saya, terutama mengenai usia Berangkat ke Hong Kong, saya bekerja pada majikan pertama untuk menjaga anak berkebutuhan khusus berusia 15 tahun. Saya membantunya mulai dari mandi, membantu buang air besar dan kecil, menyuapi, menuntun jalan dan semua aktivitasnya sehari-hari. Di majikan pertama ini, kontrak kerja yang saya tandatangani tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang saya lakukan dan upah yang saya terima. Majikan menggaji saya di bawah standar yang ditetapkan oleh pemerintah Hong Kong. Saya tidak diperbolehkan untuk memegang telepon genggam sama sekali, tidak ada hak libur mingguan dan tidak ada pengganti uang untuk libur.

Tekanan dan kekerasan yang dilakukan majikan pertama sempat membuat saya ingin mengakhiri hidup dengan lompat dari lantai dua rumah majikan. Niat itu saya urungkan setelah mengingat keluarga yang ada di Indonesia. Saya bertahan hingga kontrak pertama selesai selama dua tahun. Setelah selesai kontrak dari majikan pertama, saya berpindah ke majikan kedua menjaga seorang kakek selama enam tahun. Setelah kakek meninggal saya berganti majikan lagi. Kali ini menjaga seorang nenek selama hampir dua tahun hingga nenek meninggal. Majikan kedua dan majikan ketiga saya jauh lebih menyenangkan dan manusiawi dibandingkan majikan pertama.

Bekerja di majikan kedua dan ketiga, saya bisa fokus menikmati pekerjaan dan menikmati libur pada hari Minggu serta hari-hari libur yang ditetapkan pemerintah Hong Kong. Saat libur saya manfaatkan untuk aktif di berbagai kegiatan yang diadakan oleh pekerja migran dan kuliah di Universitas Terbuka Hong Kong. Saya tidak akan bercerita banyak mengenai kegiatan saya selama di Hong Kong. Namun, pada kesempatan ini saya akan berbagi pengalaman dalam mengelola keuangan selama di Hong Kong dan berreintegrasi dengan lingkungan sosial  di tanah air. Ketika masih berada di Hong Kong, saya menerapkan beberapa aturan terkait dengan keuangan sebagai berikut ini:

  1. Menanamkan prinsip menabung dalam diri kita. Setiap menerima gaji, saya langsung menyisihkan sebagian uang gaji untuk dimasukkan ke tabungan. Setelah itu saya akan mendaftar kebutuhan pribadi seperti pulsa, uang jajan maupun uang untuk kebutuhan perempuan setiap bulan. Prinsip yang saya pegang adalah jangan sampai akhir bulan kehabisan uang dan akhirnya berhutang pada teman. Di akhir bulan ketika uang masih tersisa, akan saya tabungkan kembali.
  2. Mengontrol uang kiriman ke Indonesia. Mengatur kiriman uang kepada keluarga di Indonesia sesuai dengan kebutuhan. Jangan manjakan keluarga di rumah dengan mengirim secara berlebihan uang jatah bulanan, apalagi jika keluarga yang ditinggalkan masih sehat untuk mencari nafkah. Alangkah lebih baik untuk memberikan modal usaha pada keluarga yang ditinggalkan sehingga ada pemasukan setiap harinya.
  3. Melakukan efektivitas dan efisiensi pengeluaran selama di negara tujuan. Kurangi pergi ke tempat-tempat perbelanjaan seperti mall atau pasar untuk mencegah lapar mata. Beli barang yang benar-benar dibutuhkan dan bisa dipakai saat kembali ke tanah air. Misalnya, membeli baju musim dingin seperlunya saja, yang sekiranya bisa dipakai di kampung halaman.
  4. Mendiversikan tabungan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dari tabungan. Ada banyak model investasi yang dapat dipelajari dan dipilih sesuai dengan kebutuhan. Berhati-hatilah saat memilih model investasi, jangan terlalu percaya pada skema investasi yang menawarkan bunga tinggi. Prinisip saya adalah investasi yang menawarkan keuntungan tinggi juga akan berisiko lebih tinggi terhadap modal kita. Saya sendiri lebih memilih untuk investasi dengan membeli emas batangan. Emas batangan lumayan untuk investasi dibandingkan dengan emas yang sudah berbentuk perhiasan yang jika dijual potongannya akan lebih banyak.

Setelah sepuluh tahun berada di Hong Kong, saya memutuskan untuk pulang dan berreintegrasi dengan lingkungan sosial di Indonesia. Keputusan untuk pulang ke Indonesia ini ternyata jauh lebih sulit ketimbang memutuskan berangkat pergi bekerja ke luar negeri. Pengalaman tersebut mungkin juga dirasakan oleh banyak kawan-kawan migran di luar sana. Berbagai pertanyaan muncul dalam benak, Apa yang harus saya lakukan di kampung? Akan buka usaha apa? Kalau bosan gimana? Imajinasi itu selalu terpikirkan sebelum pulang ke Indonesia.

Saya tetap beranikan diri untuk pulang ke kampung meski saat itu belum ada tujuan untuk berwirausaha. Setelah di kampung dan istirahat selama beberapa hari, saya putuskan untuk menjelajah kota lain untuk mencari sebuah ide usaha yang tepat di kampung. Saya belum juga menemukan ide usaha dalam proses penjelajahan di beberapa kota tersebut. Pada bulan puasa 2016, dengan serta merta saya berjualan kue lebaran yang ternyata disambut baik oleh pasar online. Respon yang saya dapat sangat memuaskan, target awal yang dipasang malah melebihi prediksi.

Setelah lebaran berlalu saya kembali bingung untuk berjualan apalagi. Banyak masukan dari kawan-kawan untuk membuka kedai basuh yang dekat dengan jalan raya, buka warung di rumah, jualan baju online dan lainnya. Semua saya pertimbangkan segala risiko dan akhirnya saya urungkan karena sepertinya jenis usaha itu tidak cocok untuk saya. Pernah juga berpikir untuk membuat peternakan kambing karena kebetulan belakang rumah ada kandang yang tidak terpakai. Ide itu gagal karena setelah berembug dengan orang tua, mereka kurang setuju dengan ide tersebut.

Akhir Agustus 2016, berkat obrolan ringan dengan seorang kawan, saya mendapat sebuah ide usaha. Saya mendapat cerita bahwa tetangga kawan itu berjualan tiwul instan dan gatot. Saya minta contoh masing-masing satu bungkus untuk tiwul dan gatot instan itu. Saya foto lalu saya promosikan lewat media sosial facebook. Tak menunggu lama ternyata ada yang memesan makanan tersebut. Saya melayani pesanan pertama dengan membeli tiwul dan gatot yang diproduksi oleh orang lain. Saya beli produksi gatot dan tiwul itu, lalu saya kirim setelah pembeli mentransfer sejumlah uang.

Tak perlu menunggu berminggu atau berbulan-bulan, saya pikir-pikir kalau saya hanya menjualkan produk orang, maka keuntungannya tidak seberapa. aba hanya habis untuk uang transportasi karena jarak rumah saya dengan produsen tersebut lumayan jauh. Akhirnya saya berembug dengan Ibu untuk membuat tiwul dan gatot sendiri. Saya mengalami kesulitan ketika pertama kali membuat tiwul dan gatot. Kendala paling utama adalah cuaca, pernah sebulan lebih saya tidak produksi karena hujan setiap hari.

Pada tahap pengemasan, saya mengalami kesulitan menggunakan perekat plastik (sealer). Ada beberapa pembeli yang menerima kiriman dengan kemasan plastik bolong karena ketidaktahuan saya menggunakan sealer. Kegagalan ini saya jadikan bahan pembelajaran agar lebih teliti lagi mengatur suhu sealer dalam proses pengemasan. Saya tidak mau merugikan pembeli meski kelihatannya sepele. Setelah kejadian itu saya bertanya kepada kawan-kawan yang sering menggunakan sealer dan akhirnya bisa dengan benar menggunakannya. Intinya dalam menjalankan usaha sekecil apapun, jangan malu untuk bertanya dan jangan marah jika dikasih masukan.

Dalam proses pemasaran, saya memanfaatkan media sosial facebook sebagai arena promosi karena jangkauan pertemanan saya paling banyak di media sosial tersebut. Saya menerapkan jadwal promosi di akun facebook agar orang tidak bosan dengan apa yang saya promosikan karena barang yang saya jual hanya tiga macam. Saya sangat menghindari posting jualan setiap hari, paling tidak saya promosikan tiga kali dalam seminggu. Hal ini untuk menghindari anggapan bahwa postingan kita menyampah jika diperhatikan oleh pengguna media sosial.

Dari cerita perjalanan di atas, ada beberapa poin yang bisa dipelajari pembaca sebelum pulang dan menjalankan usaha:

  1. Rencanakan kepulangan dengan baik, termasuk rencanakan jauh-jauh hari apa yang akan dilakukan dan jenis wirausaha apa yang tepat di lingkungan anda. Jika bermaksud menjalankan usaha ketika kembali ke Indonesia, pelajari dengan baik peluang dan petakan kemungkinan terburuk jika gagal.
  2. Kesulitan dan kendala dalam menjalankan usaha akan terjadi di awal usaha maupun setelah beberapa tahun usaha didirikan. Jangan patah semangat untuk mencari jalan keluar atas kesulitan yang dihadapi. Dalam menjalankan usaha sekecil apapun jangan malu untuk bertanya dan berguru pada mereka yang sudah pernah menjalani usaha.
  3. Gunakan media sosial untuk memasarkan produk atau jasa yang akan ditawarkan. Di era pemasaran online, ada banyak pilihan media sosial dan market place yang bisa digunakan untuk berjualan. Lewat media sosial, produk dan jasa yang anda tawarkan akan lebih cepat dikenal oleh pertemanan di dunia maya.
Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.