JBM: Deportasi di Malaysia, Momentum Indonesia Hentikan Komersialisasi WNI PATI Oleh Malaysia

Author

Kondisi WNI tanpa Dokumen yang melarikan diri dari razia besar-besaran yang dilakukan Pemerintah Malaysia (Dokumentasi TKI Malaysia)
Kondisi WNI tanpa Dokumen yang melarikan diri dari razia besar-besaran yang dilakukan Pemerintah Malaysia (Dokumentasi TKI Malaysia)

Kasus deportasi yang dilakukan Pemerintah Malaysia sudah hampir 15 tahun sejak 2002 hingga sekarang. Dari peristiwa Nunukan tahun 2002 yang menyebabkan ribuan Warga Negara Indonesia (WNI) meninggal (akibat razia yang tidak manusiwi) hingga sekarang. Sudah 15 tahun masalah ini terus berulang-ulang terjadi. Di tahun 2016, Pemerintah Malaysia telah mendeportasi 17.921 WNI/Pekerja Migran Indonesia. Menurut data KJRI Johor Bahru, jumlah pekerja migran yang dideportasi mengalami peningkatan sebanyak 1,33% bila dibandingkan tahun 2015 yang berjumlah 17.682 orang.

Pemerintah Malaysia telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi permasalahan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) yang tidak berdokumen. Salah satu kebijakan terbaru adalah kebijakan E-Kad. E-Kad adalah proses awal pendataan agar pekerja migran yang tidak berdokumen menjadi berdokumen. Biaya pengurusan E-Kad dilakukan tiga agensi, yaitu Iman Resources, Sdn. Bhd, Bukti Megah dan PMF Konsortium.

Bagi Warga Negara Indonesia tanpa dokumen, agensi yang ditunjuk adalah Iman Resource. Biaya pengurusan E-Kad sebanyak 800 ringgit plus GST (Government Service Tax) sebanyak 6% atau sekitar RM 928 (Rp.2,9 juta). Sayangnya informasi mengenai pengurusan E-Kad ini belum menjangkau pekerja migran di Malaysia padahal masa pengurusan E-Kad relatif pendek yakni hanya 4 bulan (13 Februari 2017–30 Juni 2017). Akibatnya pekerja migran yang terjebak pada calo-calo dengan biaya tinggi dan belum tentu juga E-Kad yang diberikan tersebut E-Kad asli, serta mekanisme pengurusannya rumit.

Jaringan Buruh Migran (JBM) melihat bahwa permasalahan razia pekerja migran tidak berdokumen di Malaysia harus segera diselesaikan. Menurut Savitri Wisnuwardhani, SekNas JBM permasalahan deportasi ini adalah fenomena struktural yang menujukkan adanya ketidakadilan global dan ketidakadilan sistem migrasi yang membuat para pekerja migran tidak memiliki pilihan untuk bermigrasi secara aman.

Misalnya tidak adanya ketegasan dari Pemerintah Malaysia terkait penahanan paspor pekerja migran oleh majikan, minim pengawasan pada tempat bekerja sehingga banyak pekerja migran yang bekerja dalam kondisi kerja buruk atau kerja mirip perbudakan sehingga mereka terpaksa lari dari majikan dan berstatus tidak berdokumen.

“Persyaratan untuk mendapatkan E-Kad rumit dan berisiko pekerja migran Indonesia dipulangkan. Dengan demikian membuat pekerja migran enggan untuk mendaftar. Untuk itu, Kami meminta agar pemerintah Indonesia mendesak Pemerintah Malaysia agar mempermudah persyaratan tersebut tanpa harus pekerja migran kehilangan pekerjaannya dan bekerja sah di Malaysia.” tutur Nasrikah, Koordinator Komunitas BMI Serantau Malaysia.

Menyikapi kebijakan Pemerintah Malaysia yang terindikasi mengkomersilkan proses pemutihan maupun pemulangan WNI tanpa dokumen dengan menyerahkan pengelolaannya kepada agensi swasta, maka Pemerintah Indonesia harusnya mengirimkan nota keberatan untuk meninjau ulang dan memperbaiki sistem dan kebijakan tersebut. Penyelesaian secara menyeluruh terkait persolan dokumen WNI di Malaysia ini harus tertuang dalam Perjanjian bilateral/MoU.

Isi Perjanjian Bilateral/MoU juga harus dapat mengikat komitmen kedua negara dan adanya mekanisme pengawasan yang disepakati bersama, termasuk didalamnya adanya sanksi oleh Pemerintah Malaysia kepada majikan dan agensi di Malaysia yang melanggar ketentuan perlindungan TKI/BMI yang ada dalam perjanjian bilateral Indonesia-Malaysia.  Di Indonesia sendiri, harus ada perbaikan tata kelola migrasi melalui revisi UU 39/2004 dengan perspektif perlindungan dan hak asasi manusia.

“Permasalahan WNI tanpa dokumen di Malaysia harus dilihat secara kritis, bahwa ada kepentingan politis Pemerintah Malaysia untuk mengumpulkan dana segar dari keberadaan pekerja asing tanpa dokumen di Malaysia. Pada suatu masa, pekerja migran dibiarkan masuk ke Malaysia (yang masih kental dengan praktik korup pejabat perbatasan), sementara tiba suatu masa Malaysia membuat program pengusiran yang mengharuskan pekerja migran untuk membayar atas kesalahan yang dituduhkannya. Padahal permasalahannya terdapat pada buruknya sistem tata kelola migrasi ketenagakerjaan baik di Indonesia maupun Malaysia. Jika tidak ada upaya diplomatik yang tegas yang tertuang dalam perjanjian bilateral antara Indonesia-Malaysia, maka BMI/TKI akan terus menjadi objek pemerasan.” tegas Harianto, Ketua DPN SBMI.

Awigra, dari Human Right Working Group (HRWG) menambahkan bahwa Malaysia sangat getol menolak 7 isu yang tertahan pada kerangka perlindungan di ASEAN. Padahal 7 pending isu ini sangat berkaitan dengan permasalahan di Malaysia saat ini yaitu status perlindungan pekerja migran tidak berdokumen, kerja layak, pekerja migran di luar ASEAN,

“Jika Malaysia masih tetap mempertahankan posisinya terkait dengan isu-isu tersebut, berarti Malaysia telah berkomitmen untuk mengabadikan permasalahan pekerja migran tidak berdokumen. Tentunya hal ini sangat bertolak belakang dengan ciri ASEAN di mana people centered (berpusat pada kepentingan rakyat) sebagai visinya. Untuk itu, dalam hal ini perlu dipertanyakan partisipasi Malaysia di dalam ASEAN.

============

Jaringan Buruh Migran (JBM)

SBMI, KSPI, KSBSI, KSPSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, KOTKIHO,  BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRT, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, PBH-BM, Migrant Aids, Institute for Ecosoc Rights, JBM Jawa Tengah

Narahubung :

Savitri Wisnu : 0821 2471 4978 / Nasrikah :  +6016 2097 904/ Hariyanto : 0852 5930 7953 / Awigra : 0817 6921 757

2 komentar untuk “JBM: Deportasi di Malaysia, Momentum Indonesia Hentikan Komersialisasi WNI PATI Oleh Malaysia

  1. Bagaimana cara kami untuk meminta bantuan kepada pemerintah ri.
    Agar kami bisa pulang ke indonesia.
    Terutama kami yg tidak ada dokumen.
    Kehidupan yg kami jalani saat ini sangat sulit di tengah pemberlakuan lokdaown yg tak pasti kapan berahir nya.

    1. Anda dapat menghubungi melalui sambungan telepon pada KBRI/KJRI di dekat tempat tinggal Anda jika membutuhkan bantuan bahan makanan. Kepulangan bagi pekerja migran tidak berdokumen di masa covid-19 seperti ini membutuhkan lobi tingkat tinggi dari pemerintah Indonesia pada pemerintah Malaysia. Sebagai informasi, saat ini Imigrasi Malaysia dan kantor perwakilan RI (KBRI/KJRI) di Malaysia untuk sementara waktu tidak memberikan layanan offline karena Perintah Kawalan Pergerakan (PKP) yang diperpanjang hingga 28 April 2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.