Buruh Migran, Perdagangan Orang dan Penyintas (2)

Author

Perdagangan manusia, TKI, tenaga kerja Indonesia, perdagangan manusia TKI
Ilustrasi perdagangan Manusia

Perdagangan Orang pada Masa Mendatang

Sebenarnya praktik perdagangan orang bukanlah tanpa akhir. Optimisme itu akan selalu ada, meski pesimisme selalu menghantui kita pada kenyataannya. Mengingat upaya pemberantasan perdagangan orang oleh penegak hukum semakin layu. Bisa dilihat dari upaya penunututan hak oleh ABK sejak tahun 2014 masih belum menunjukkan kemajuan. Bahkan kasus di Jawa Tengah telah di-SP3-kan (Surat Penghentian Penyelidikan Perkara) oleh kepolisian. Babak baru akan segara muncul pada masa mendatang. Gejalanya sudah mulai dapat dirasakan dari semangat gerakan para penyintas (survivor/orang yang telah selamat).

Para penyintas ini selalu dicirikan sebagai kelompok yang rentan, mereka akan selalu mewaspadai kondisi lingkungannya yang mengancam untuk mengkesploitasinya. Dengan kondisi yang demikian, penyintas ini memberikan definisi sebagai bagian dari peningkatan pelanggaran dan merespon atas karut marutnya sistem peradilan. Ketika sistem itu telah dikuasai oleh kelas pemodal/teknokrat, muncullah kegelisahan yang menganggap diri terasing dan terstigma sebagai korban. Dalam hal ini, penulis menyebut korban sebagai kondisi sebelum pekerja meningkatkan status identitasnya sebagai penyintas. Meski sebelumnya korban ini mengalami kondisi pengasingan. Oleh sebab itu, terjadi fase kritis di antara status sebagai korban dan penyintas. Dari sinilah sosok agen perubahan dibutuhkan.

Beberapa waktu lalu kita dihebohkan oleh sosok Imamatul Maysaroh, yang berbicara di depan kongres Partai Demokrat AS. Beliau merupakan penyintas dari praktik perdagangan orang yang sekarang ini ditunjuk sebagai tim ahli Partai Demokrat. Selain itu, ada juga Maizidah Salas, penyintas yang aktif melakukan pemberdayaan kepada masyarakat di Wonosobo. Yang terakhir kabar dari Eni Lestari, seorang champion buruh migran yang akan secara ekslusif berpidato pada pembukaan KTT PBB. Tentunya masih banyak para champion yang sanggup keluar dari zona patahan yang mampu menggeberak untuk membangun gerakan saling melindungi. Sebuah gejala bahwa para penyintas ini telah mengembangkan kemampuan komunikasinya sebagai tahap awal membangun wacana dalam sebuah gerakan.

Apa yang terjadi pada masa mendatang adalah benturan antara kelas pemodal/teknokrat dan pekerja yang telah tereksploitasi. Para penyintas akan selalu mengorganisasi kekuatannya karena mereka akan semakin sadar akan praktik yang terjadi. Bagi mereka, materi bukanlah hal yang menentukan dalam interaksi sosial. Melainkan simbol, tanda, kode dan nilai-nilai yang terkandung di masyarakat telah menjadi identitas mereka. Sehingga yang sebenarnya terjadi saat ini adalah sebuah gerakan solidaritas organik dari para penyintas. Tarikan di antara penyintas sangat kuat tanpa tergantung dari faktor kebiasaan dan moral di dalam masyarakat pada permulaannya. Malahan, tarikan itulah yang pada akhirnya memunculkan kebiasaan dan membentuk norma di masyarakat pada masa mendatang. Inilah gerakan yang dimaksudkan oleh penulis.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.