Pergantian tahun baru 2016 dimanfaatkan Komunitas TKI Khusus Johor untuk berdiskusi mengenai perlindungan buruh migran. Diskusi dimulai dengan memperkenalkan hak-hak dasar manusia seperti hak untuk hidup, hak mendapatkan keadilan, hak mendapat pekerjaan dan hidup layak serta hak mendapatkan kesehatan dan pendidikan.
Buruh migran juga dikenalkan dengan hak-hak spesifik buruh migran, diantaranya, hak memiliki kontrak, mendapatkan gaji, jam kerja standar dan memegang paspor sendiri. Mereka juga dikenalkan denganĀ proses penanganan kasus seperti membuat kronologi dan pengumpulan bukti, menganalisis kasus, konseling, sheltering, pelaporan dan penuntutan.
Kurnia Andriyani, salah seorang buruh migran peserta diskusi mempertanyakan keabsahan paspor buruh migran yang dipegang oleh majikan. Berdasar Akta Imigrasi 1963 yang diamandemen 2002, majikan di Malaysia dilarang membawa paspor buruh migran. Jika hal tersebut terjadi maka tuntutannya adalah hukuman penjara tidak kurang 6 bulan atau tidak lebih dari 2 tahun.
Selain diskusi, buruh migran di Johor juga mengadakan kegiatan amal dengan membagikan sembako secara gratis pada masyarakat di kawasan Kampung Sungai Latoh, kongkong Laut, Masai Johor, Jumat (1/1/2015). Kegiatan bertajuk Gema Amal dilakukan untuk membantu sekaligus membaur dan mempererat tali silaturahmi dengan masyarakat Malaysia.
Selain komunitas TKI Khusus Johor, komunitas seperti Wajah Pribumi (WAPRI) ,UT Pokjar Johor, SOAC Comunity, PERTIMAD dari Kuala Lumpur, dan Buletin Serantau juga turut hadir. Usai pembagian sembako, buruh migran dan warga setempat juga melakukan kegiatan gotong royong kerja bakti membersihkan surau (mushola) pada Jumat siang.
“Serangkaian acara yang kami adakan berjalan lancar dan sukses serta mendapat sambutan yang sangat baik dari kepala kampung, meskipun kami sedikit kecewa karena pihak KJRI yang kami undang tidak datang, ” ujar Fitriyanti, buruh migran asal Blitar, Jawa Timur.
Perlindingan buruh migran dimalaysia buruk sekali dibanding hongkong dan taiwan, trbukt8 msih tinggi kasus2 kekerasn terutama dialami oleh pekerja dirumah tangga, kebanyakan mereka kesulitan melapor krn gk diberi ijin keluar, sedang melapor lewat juga gk tau nomor2 konseling, ataupun nomor pengaduan terkait masalah mereka,
Lagi pula kjri yg seharusnya bisa memberi peelindungan maksimal, justeu sering mengabaikan laporan2 dini ttg permasalahan tki tsb, pihak2 terkait cenderung lepas tangan, jd kemana lg mereka bisa mengadu, inilah yg jd sebab masih byk trjadi masalah2 yg merugikan tki kita selama ini.