Revisi Undang-Undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) 39/ 2004 telah memakan waktu hampir 6 tahun lamanya. Tentunya hal itu bukan lah waktu yang sebentar. Terlebih di tahun 2012, revisi UU yang sudah dibahas di Pansus DPR ternyata hanya berkutat pada judul semata. Kondisi itu sungguh memprihatinkan.
Kami menilai, pembahasan revisi UU tersebut belum mengadopsi semangat dan isi beberapa Konvensi PBB atau UU yang meliputi:
1. Konvensi PBB 1990 tentang Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya yang sudah disahkan menjadi UU No 6 tahun 2012
2. Konvensi ILO 189 tentangĀ kerja Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga
3. Konvensi Cedaw 1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
4. UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
Hal itu menunjukkan bahwa selama ini paradigma pemerintah dan DPR belum mengarah pada perlindungan buruh migran. Pemerintah dan DPR masih menganggap buruh migran sebagai komoditas, bukan manusia yang berhak mendapat perlindungan.
Di awal pemerintahan Jokowi dan pergantian anggota DPR di tahun 2014-2019 ini, Revisi UU PPTKILN kembali masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2015 dan dibahas oleh Komisi IX DPR RI. Pada 7 September 2015, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menetapkan dan mengesahkan Revisi UU PPTKILN untuk dibahas ditingkat DPR dan Pemerintah.
Oleh karena itu, kami Jaringan Buruh Migran (JBM) dari 26 organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari serikat buruh migran di dalam dan luar negeri, serikat buruh lokal, dan organisasi yang peduli terhadap buruh migran menyatakan:
1. Memberikan apresiasi kepada anggota Komisi IX dan Baleg DPR RI periode 2014-2019 yang telah mempercepat pembahasan agar Revisi UU PPTKILN segera di bahas tingkat yang lebih tinggi, yakni antara DPR dan Pemerintah
2. Mendesak Badan Musyarawah (Bamus) DPR RI untuk segera membahas revisi ke tingkat yang lebih tinggi yaitu Panitia Khusus (Pansus) DPR.
3. Meminta anggota Pansus DPR dan Pemerintah (Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, dan BNP2TKI) untuk serius membahas RUU PPTKILN.
4. Pansus DPR dan Pemerintah harus memastikan perlindungan buruh migran dengan memperhatikan semangat dan isi beberapa konvensi dan UU PTPPO di atas, karena akan menentukan nasib 7 juta Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri.
5. Terkait Komunitas ASEAN, pemerintah Indonesia mendesak negara-negara ASEAN untuk meatifikasi Konvensi PBB 1990, dan mendorong instrument perlindungan buruh migran di ASEAN yang mengikat secara hukum dan sesuai standar Konvensi tersebut.
6. Komunitas ASEAN harus menjadi komunitas yang transparan dan bebas calo.
7. Pemerintah Jokowi untuk agar sukses perlindungan di luar negeri maka revisi RUU 39/2004 harus berpihak pada hak buruh migran dan keluarganya yang saat ini sedang dihambat oleh berbagai kepentingan.
Jakarta, 15 September 2015
Seknas JBM (Savitri Wisnuwardhani : 082124714978)
Presidium Legislasi/SBMI (Bobi Anwar : 085283006797)
Presidium Penanganan kasus/LBH Jakarta (Enny Rofiatul : 085711457214)
Presidium ASEAN (Awigra : 08176921757)