Baru-baru ini SBMI mengikuti pertemuan strategi advokasi mengenai buruh migran yang diselenggarakan oleh Migrant Forum in Asia (MFA) di Manila. Sebagai rangkaian kegiatan akhir tahun, pertemuan tersebut juga menyusun perencanaan advokasi kebijakan baik di level regional maupun internasional. SBMI sebagai representasi dari serikat buruh migran di Indonesia mengharapkan forum tersebut sebagai sarana penyampaian pesan dan perluasan jaringan.
Ada beberapa agenda yang dipersiapkan di tahun 2014 ini, termasuk mempersiapkan laporan potret buruh migran yang akan disampaikan pada High Level Dialogue (HLD) tingkat ASEAN, International Labor Conference (ILC), dan Human Right Council (HRC).
“SBMI sebagai serikat harus menyusun laporan pada forum-forum tinggi tersebut sebagai pembanding dari laporan yang telah disusun pemerintah yang disampaikan kepada komite,” ungkap Sekjen SBMI, Bobi AM.
Menurut Bobi dalam menyusun laporan tersebut SBMI tidak bisa sendirian, perlu kontribusi pemikiran dari kawan-kawan jaringan pegiat buruh migran yang terdapat di Indonesia ataupun yang masih berada di negara penempatan. Dua isu pokok yang mulai dipersiapkan oleh SBMI mengenai data migrasi dan perlindungan buruh migran. Seperti kita ketahui bahwa saat ini terdapat perbedaan data mengenai buruh migran yang cukup signifikan antar instansi pemerintah. Seperti contohnya data jumlah WNI atau TKI di luar negeri yang tidak didapat secara pasti.
Data migrasi dapat dijadikan sebagai referensi oleh pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan nasional sebuah daerah. Jumlah WNI atau TKI yang masih berada di negara penempatan juga memiliki hak untuk berpolitik, yakni hak untuk memilih dan dipilih. Terlebih lagi di tahun 2014 ini akan digelar pemilihan umum di Indonesia.
“Kita sebenarnya juga meragukan data yang dimiliki oleh KPU mengenai daftar pemilih tetap luar negeri,”ujar Bobi.
Aspek perlindungan sangat penting bagi buruh migran dan kita juga memiliki kewajiban melaporkannya, karena hal ini sangat mutlak dimiliki oleh setiap warga negara dimana pun mereka berada. Bobi mengungkapkan bahwa minimnya data migrasi yang dimiliki oleh pemerintah juga berimbas terhadap perlindungan TKI. Sehingga seringkali ketika terdapat buruh migran yang mengalami masalah ujung-ujungnya malah saling tuding kewenangan. Sulit bagi buruh migran mendapatkan akses keadilan terlebih jika perlindungan bagi buruh migran dilimpahkan kepada swasta melalui mekanisme asuransi. Saat ini tidak hanya negara yang melanggar HAM, tetapi sektor swasta pun juga melakukan pelanggaran HAM.