Banyak TKI NTT yang Tak Memiliki Ketrampilan Memadai

Author

Seluruh calon Buruh Migran Indonesia (BMI) harus memiliki ketrampilan, sebelum diberangkatkan ke luar negeri.
Seluruh calon Buruh Migran Indonesia (BMI) harus memiliki ketrampilan, sebelum diberangkatkan ke luar negeri.

Masih banyak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, tapi miskin pengetahuan dan ketrampilan. Persiapan pra penempatan yang tak matang, membuat mental TKI menurun saat mereka telah berada di tempat kerja. Keberadaan TKI di luar negeri pun, banyak dipandang sebelah mata lantaran hasil pekerjaan mereka yang tak maksimal. Maka tak mengherankan bila, banyak TKI yang terjerat banyak persoalan seperti penipuan hingga kekerasan.

“Banyak masyarakat NTT yang ingin memperbaiki kehidupan ekonomi mereka, dengan bekerja di luar negeri. Namun sayangnya, keinganan tersebut tidak didukung dengan pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini menyebabkan banyak TKI di luar negeri, rentan terhadap persoalan seperti kekerasan fisik maupun psikis, penipuan oleh pihak agen maupun majikan, hingga pelecehan seksual,” jelas Koordinator Umum Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinla Eloe. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam sambutan di acara pelatihan paralegal Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hotel Silvya Kupang, Kamis (04/04/13) lalu.

Kesempatan tersebut, juga dimanfaatkan Libby untuk mensosialisasikan kegiatan-kegiatan yang seharusnya diikuti oleh para calon BMI, yang akan bekerja di luar negeri. “Salah satu cara untuk menekan angka kasus yang menimpa BMI, adalah melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan yang bisa mendukung kemampuan BMI serta keluarganya,” ungkap Libby. Apa yang diungkapkannya tersebut, memang penting dilakukan agar tak terjadi kasus-kasus sama yang menimpa BMI seperti kekerasan, depresi, percobaan bunuh diri, dan sebagainya.

Terkait permasalahan-permaslahan BMI di atas, maka salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Rumah Perempuan Kupang adalah menyelenggarakan pelatihan untuk memperkuat kapasitas BMI. Kegiatan ini melibatkan peran paralegal yang merupakan jejaring gugus tugas dari Rumah Perempan yang ada di 10 desa di Kabupaten Kupang. Adapun pelatihan yang diberikan adalah pelatihan penanganan kasus BMI yang akan dilangsungkan selama tiga hari, dimulai Kamis tanggal 4 sampai dengan 6 April 2013, dan bertempat di Hotel Silvya Kupang.

“Penguatan kapasitas dan peran paralegal yang merupakan binaan Rumah Perempuan, adalah untuk memberikan pemahaan kepada masayarakt di desa yang ingin bekerja di luar negeri. Hal ini berguna bagi mereka agar dapat bekerja di luar negeri dengan proses perekrutan dan pemberangkat yang sesuai jalur dan legal secara hukum,” katanya.
Lembaga yang memberikan layanan khusus terhadap persoalan TKI masih sangat sedikit, untuk itu peran masyarakat perlu dioptimalkan. Melalui kesempatan tersebut, Rumah Perempuan menjalin kerja sama dengan yayasan Tifa, untuk memberikan penguatan kepada paralegal yang ada di 10 desa dampingan Rumah Perempuan di wilayah Kabupaten Kupang .

Libby menambahkan,adapun tujuan dari kegiatan itu adalah untuk meningkatkan pemahaman peserta dalam ilmu ketenagakerjaan TKI dan memahami ilmu paralegal. Sedangkan peran dan fungsi paralegal sendiri adalah meningkatkan keberpihakan, terhadap persoalan TKI serta menumbuhkan semangat, untuk melakukan pendampingan sehingga ketrampilan peserta meningkat. Khususnya, ketrampilan TKI dan keluarganya dalam menghadapi permasalahan hukum.

Sementara itu, Kepala Bidang Penempatan dan Perlindungan TKI Dinas Ketenagakerjaan  NTT, Abraham Djunina mengatakan bahwa data tingkat pengangguran di NTT adalah sebanyak 57.000 orang. Sebanyak 75% angkatan kerja adalah masyarakat berpendidikan SD kebawah. Maka dari itu, hal inilah yang membuat orang-orang lebih berminat untuk menjadi TKI, namun tidak memiliki bekal dan ketrampilan yang memadai.

“Kota Kupang adalah daerah transit, di mana orang-orang dari berbagai daerah bisa dengan mudahnya memiliki KTP di Kupang, sehingga calon TKI sangat rentan untuk dimanfaatkan oknum-oknum tek bertanggungjawab. Maka, peran paralegal sangatlah dibutuhkan untuk dapat membantu masyarakat di desa,” imbuh Abraham.

Menurut Abraham, seseorang yang ingin bekerja di luar negeri tak bisa dilarang. Hal ini merupakan hak setiap warga negara dan telah diatur dalam undang-undang. Namun demikian, ia ingin agar masyarakat NTT, dapat bekerja di luar negeri dengan mekanisme dan prosedur yang benar dan terjamin oleh hukum. Para TKI juga harus mengetahui hak dan kewajibannya sebagai pekerja, sehingga tidak dibodohi oleh pihak-pihak yang hanya ingin memperoleh keuntungan.

“TKI yang bekerja di luar negeri harus sesuai dengan kehendak dan kesadaran sendiri, bukan karena paksaan atau doktrin dari orang lain,”jelas Abraham saat mengakui keadaan masyarakat NTT yang bekerja di luar negeri, banyak yang dipengaruhi oleh doktrin dari para calo. Maka, ia juga meminta agar peran paralegal benar-benar dimaksimalkan di masing-masing daerah.

Satu komentar untuk “Banyak TKI NTT yang Tak Memiliki Ketrampilan Memadai

  1. Seharusnya di setiap Kabupaten di Indonesia disediakan tempat pelatihan bagi calon BMI/TKI. sehingga mudah dan tidak memerlukan biaya yang banyak jika dilatih ke luar daerah, misalanya harus ke Jakarta dulu baru diberangkatkan ke Luar Negeri…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.