Purna TKI, Surtinah Pilih Bisnis Telor Asin

Author

Surtinah, menjadi pelopor buruh migran di Cilacap yang kini memilih usaha telor asin sebagai pekrjaannya setelah bekerja di Malaysia..
Surtinah, menjadi pelopor buruh migran di Cilacap yang kini memilih usaha telor asin sebagai pekrjaannya setelah bekerja di Malaysia..

Bekerja menjadi buruh migran telah dilakoni oleh Surtinah (68) sejak tahun 1989. Ia merupakan salah satu pelopor pekerja buruh migran di Desa Karangtawang Kecamatan Nusawungu. Surtinah mulai berpikir untuk mencari rezeki di negeri orang setelah merasa sulit untuk menggantungkan hidup di negerinya sendiri. Malaysia menjadi pilihanya untuk mendulang ringgit demi menghidupi 4 orang anaknya. Ia pun berangkat dengan menggunakan kapal tongkang dari Tanjung Balai kepulauan Karimun tanpa berbekal surat resmi alias ilegal. Namun saat itu kondisi di Malaysia tidak seketat sekarang, sehingga ia pun dengan mudah memperoleh pekerjaan dan memilih majikan untuk menjadi pembantu rumah tangga.

Gaji yang pertama ia peroleh hanya sebesar 250 ringgit atau setara dengan Rp. 600.000 saja. Namun jumlah tersebut cukup baginya untuk menghidupi keluarga serta membiayai sekolah anak-anaknya. Dalam benak, Surtinah hanya berpikir bahwa hidup keluarganya harus terus berjalan meski ia bekerja cukup jauh terpisah dari keluarganya.

Setelah bekerja selama kurang lebih 9 tahun, Surtinah memutuskan untuk pulang dan kembali berkumpul dengan keluarga. Awalnya wanita dengan 6 cucu ini mencari-cari pekerjaan di kampungnya, dan pada akhirnya memilih untuk beternak itik. Modalnya adalah sisa hasil bekerjanya di Malaysia. Telor ternak itiknya itu dijual ke warung-warung yang ada di sekitar rumah. Suatu saat, Surtinah bertemu dengan pengepul besar telor itik yang siap menampung telor itik miliknya.

Namun, usaha menjual telor itik mentah dirasa belum cukup untuk dapat menghidupi keluarga serta anak-anaknya. Surtinah pun mulai berpikir untuk mengolah telor itiknya menjadi telor asin. Dimulai dengan mengolah telor hasil ternaknya sendiri dan dipasarkan di warung sekitar rumahnya, usahanya semakin lama semakin berkembang. Saat ini Surtinah bisa memasarkan 1.000 telor asin perminggunya. Meski hasilnya tidak terlalu besar namun cukup baginya untuk menggantungkan hidup dari bisnis telor asin. Apalagi saat ini anak-anaknya telah berkeluarga sehingga bebanya terasa semakin ringan.

Dipungkiri atau tidak, Surtinah adalah pelopor Buruh Migran di Desa Karangtawang. Hingga saat ini desa yang ada di pesisir selatan Cilacap ini merupakan desa dengan jumlah buruh migran terbanyak se-Kabupaten Cilacap. Bahkan, salah satu anggota keluarga dari semua penduduk Desa Karangtawang pernah atau sedang menggantungkan hidupnya di luar negeri. Tak terkecuali anak serta menantu Surtinah. Catatan ini merupakan ironi dari sebuah dongeng tentang negeri yang kaya akan sumber daya alam.

Negeri yang tidak menyediakan pilihan hidup yang banyak bagi penduduknya, hingga memilih untuk menggantungkan nasibnya di negeri orang. Kisah Surtinah merupakan salah satu dari jutaan cerita tentang perjalanan hidup mantan buruh migran. Ada yang berakhir dengan senyum dan tawa namun tidak sedikit yang berujung dengan tangis dan air mata. Sudah selayaknya pemerintah untuk berpikir dan menyediakan banyak pilihan pekerjaan untuk rakyatnya, sehingga tidak ada lagi cerita-cerita pilu tentang nasib buruk buruh migran (Bowo).

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.