Pemerintah Tak Serius Bahas RUU PPILN

Author

Diskusi pada pelaksanaan Jambore Buruh Migran 2013 di Cilacap. Isu yang dihembuskan salah satunya adalah RUU PPILN.
Diskusi pada pelaksanaan Jambore Buruh Migran 2013 di Cilacap. Isu yang dihembuskan salah satunya adalah RUU PPILN.

Pada acara Jambore Buruh Migran 11-12 Juni 2012, diselenggarakan diskusi “Menggagas Model Perlindungan Buruh Migran di Daerah” yang bertempat di Aula Balai Desa Sidaurip, Binangun, Cilacap. Fasilitator adalah anggota DPR RI Komisi IX Eva K. Sundari, Koordinator Jari PPTKILN, Nurus S.Mufidah, dan Akademisi Unsoed Purwokerto, Anton.

Diskusi berjalan menarik, karena sejak awal Eva mengemukakan RUU PPILN. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah memang sejak awal tidak tertarik membicarakan proteksi dalam RUU tersebut. Perdebatan antara pemerintah dan DPR juga menjadi cerminan seberapa jauh pemerintah dan DPR dapat merevisi UU No. 39 tahun 2004 itu.

Eva juga menyoroti perihal PPTKIS yang tidak bisa memberikan proteksi pada buruh migran karena lebih menekankan pada orientasi bisnis semata. Dirinya memandang, penempatan TKI akan lebih baik bila diselenggarakan oleh negara. “Jika sistem penempatan G to G bisa dilaksanakan, kenapa penempatan TKI malah diserahkan pada PPTKIS? ” ujar Eva.

Eva pun menyoroti kembali peran BLKLN milik negara. Ia berpendapat alangkah lebih baik jika kemudian BLKLN negara dihidupkan kembali lewat pemerintah daerah. Jika hal tersebut dilakukan tentu akan mengurangi komponen biaya yang dibebankan pada TKI pada saat penempatan.

Pernyataan Eva disepakati oleh Nurus S.Mufidah, bahwa sebaiknya pendidikan dan pelatihan diselenggarakan daerah sehingga optimal untuk melatih dan melindungi calon buruh migran Indonesia. Dalam diskusi tersebut, Nurus juga mengkritisi soal sistem pembiayaan penempatan di setiap negara yang dituju TKI. Tidak adanya pakem pembiayaan penempatan oleh pemerintah juga menjadi permasalahan. Selain itu, soal sistem asuransi yang tumpang tindih dan hanya mencari untung sangat menyengsarakan TKI.

Nurus mengemukakan, peran serta masyarakat sipil penting untuk pengambilan kebijakan. Salah satunya dengan datang ke gedung DPR ketika ada rapat RUU PPILN. “Ketika masyarakat banyak datang di tribun untuk menyaksikan anggota DPR rapat, tentu mereka akan merasa diawasi dan bersikap serius dalam membahas RUU PPILN,”ujarnya.

Di akhir acara, Yossy Suparyo, pegiat GDM (Gerakan Desa Membangun) memberikan masukan-masukan kepada pembicara. Ia menilai jika RUU adalah sarana warga negara untuk melek konstirusi. Rapat mengenai RUU PPILN sebaiknya bisa dibuka ke publik, baik teks, suara, video, agar warga Ikut mengevaluasi kinerja wakil-wakil rakyat. Yossy juga mempertanyakan, mungkinkah RUU ini akan selesai dibahas di tahun 2013, yang tinggal enam bulan lagi?

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.