Kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh buruh migran, seperti yang telah dijelaskan oleh reporter Jejak Migran sebelumnya, mengantarkan kita pada pembahasan tentang solusi yang bisa diperjuangkan. Pada bagian tulisan ke dua “Perlindungan Dari Hulu” ini, akan dipaparkan mengenai usaha-usaha yang dilakukan oleh para pegiat buruh migran, dalam rangka melindungi kepentingan buruh migran khususnya di wilayah Cilacap.
Bangun Komunikasi, Lindungi Buruh Migran
Salah satu usaha yang dilakukan untuk memperkuat posisi buruh migran, adalah dengan melakukan pelatihan pemberdayaan. Seperti yang dilakukan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Cilacap pada tahun 2012 hingga 2013, yang menggelar Program Pemberdayaan Buruh Migran Perempuan dan Keluarganya. Program ini digulirkan pada tiga puluh desa di tiga kecamatan wilayah timur Kabupaten Cilacap, yakni Adipala, Binangun dan Kecamatan Nusawungu.
Selain melakukan berbagai program pemberdayaan, salah satu yang menjadi perhatian Lakpesdam adalah mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang buruh migran yang mengatur perlindungan maupun pengelolaan buruh migran. Tahun 2004 hingga 2006 sebenarnya sudah dimunculkan draft perlindungan buruh migran, namun sayangnya regulasi yang begitu penting ini justru ditolak di tingkat provinsi.
Melalui serangkaian diskusi yang telah dilakukan di kampong-kampung yang melibatkan stakeholder masing-masing desa, disimpulkan bahwa peraturan daerah tentang buruh migran sudah sangat mendesak. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tentang gagalnya pemunculan peraturan di tingkat provinsi, tak membuat para pegiat migran kehilangan akal. Mereka terus mengupayakan regulasi peraturan tentang perlindungan buruh migran, dengan memulai di tingkat daerah. Lahirnya peraturan daerah khusus buruh migran ini, nantinya diharapkan mampu memciu lahirnya regulasi menganai buruh migran di tingkat yang lebih kecil lagi seperti tingkat daerah.
“Desa adalah pangkal hulu keberadaan para buruh migran. Desa menjadi subjek sekaligus objek buruh migran. Seandainya sebuah desa sudah memiliki Perdes tentang buruh migran yang memadai, kami yakin persoalan yang menjerat buruh migran akan berkurang,” papar Koordinator Program Pemberdayaan Buruh Migran Lakpesdam NU Cilacap, Akhmad Fadli.
Regulasi di tingkat daerah yang kemudian disusul dengan lahirnya Perdes buruh migran akan menjamin kepentingan dan perlindungan buruh migran. Adanya regulasi ini juga akan menjadi tonggak baru bagi kualitas pengelolaan buruh migran di Kabupaten Cilacap yang kini masih jauh dari kata memadai. “Regulasi merupakan kunci pengelolaan dan perlindungan bagi buruh migran. Ini mestinya didukung oleh pemerintah maupun PPTKIS,” tegas Fadli.