Beberapa bulan terakhir, banyak Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong yang menjadi korban PHK (interminit) mengalami persoalan. Mereka (BMI PHK) tidak boleh pindah agen. Agen-agen baru yang didatangi hanya bersedia menerima dengan syarat harus membawa surat ijin boleh pindah agen dari agen lama atau setidaknya surat keterangan dari Konsulat Indonesia di Hong Kong (KJRI-HK).
Tidak hanya itu, banyak yang mengeluh tidak diperbolehkan menunggu visa di Macau atau China dan wajib pulang ke Indonesia. Padahal alasan BMI melakukan itu karena menghindari wajib potongan agen selama 7 bulan, sehingga mereka tinggal membayar potongan 3-5 bulan.
Bahkan, pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri yang awalnya bisa diurus sendiri kini harus disertai surat keterangan dari Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Banyak BMI Hong Kong yang heran dengan peraturan aneh yang dibuat KJRI-HK. Setelah ditelusuri, ternyata di tahun 2011 KJRI telah mengeluarkan dua peraturan bernama System Online dan Surat Edaran (SE) 2524 yang untuk kesekian kalinya memaksa BMI masuk PPTKIS atau agen. System Online dan SE 2524 merupakan bukti kolusi KJRI-HK dengan APJATI dan APPIH.
System Online diterapkan sejak Maret 2011, merupakan sistem komputerisasi yang mengikat PPTKIS dan Agen-HK. Artinya PPTKIS wajib mengirimkan data-data para BMI yang akan dikirim ke HK pada agen di Hong Kong yang menerima data BMI melalui komputer, begitu juga sebaliknya. Menurut keterangan Bambang Susanto, Konsul Pelayanan Warga, sistem ini bertujuan untuk memudahkan KJRI memantau PPTKIS dan agen yang melanggar ketentuan dan agar lebih mudah melacak keberadaan BMI ketika keluarga mencari.
Pemberlakuan sistem online sangat merugikan BMI Hong Kong, karena mereka tidak boleh berpindah dari PPTKIS dan agen minimal 2 tahun pertama bahkan selamanya. Bukan hanya persoalan kebijakan aneh dari sistem online, pada 14 Oktober 2011 KJRI mengeluarkan kebijakan yang tidak kalah aneh berupa surat edaran (SE) bernomor 2524 yang ditujukan kepada APPIH (Asosiasi Agen-agen di Hong Kong) sebagai mitra kerja pemerintah dalam urusan pengiriman BMI.
Surat ini bertujuan mengatur para agen antara lain: a) dilarang menggunakan dan/atau bekerjasama dengan sub agen, b) mengambil TKI dari satu agen oleh agen lain, c) memindahkan TKI dari satu agen ke agen lain atau dari PPTKIS satu ke PPTKIS lainnya tidak sesuai ketentuan, d) melakukan overcharging dalam proses Renew Contract atau pada proses penempatan atau pemindahan TKI pada majikan baru, e) menitipkan atau mengirimkan TKI untuk menunggu visa di Macau atau Schenzen (KJRI Hong Kong menyatakan di China banyak BMI yang terlibat narkoba, sedangkan pengurusan kontrak di Macau tidak memerlukan kop KJRI sehingga KJRI tidak diuntungkan dan sebab itu Macau telah ditutup sejak akhir 2009 secara diam-diam), f) memiliki/bekerjasama dengan lebih dari 10 PPTKIS tanpa dijelaskan situasi dan kondisinya dan tidak berpartisipasi di Welcoming Program.
Melalui SE 2524, KJRI meminta “kerjasama” para agen yang terdaftar di KJRI dan anggota APPIH untuk “tidak melanggar” hak-hak TKI antara lain: a) melakukan penahanan paspor TKI dan underpay, b) mempekerjakan TKI tidak sesuai dengan kontrak kerjanya, c) memberikan informasi tidak benar kepada majikan tentang TKI sehingga menyebabkan TKI di-PHK dan majikan melakukan kebiasaan memutus hubungan kerja TKI lebih dari satu kali.
Sekilas SE 2524 ini tampak manis bagi BMI, namun jika kita dibenturkan dengan kenyataan yang terjadi, maka kebijkan ini semakin menunjukkan keberpihakan KJRI lebih kepada PPTKIS atau agen. BMI dilarang pindah PPTKIS atau agen agar terus menerus bisa dilakukan potongan gaji melalui sistem ini. Disisi lain, pemerintah tidak menjamin BMI bisa memejahijaukan PPTKIS atau agen dan menuntut ganti rugi ketika hak-haknya dilanggar.
Siapa yang sebenarnya menjadikan BMI mangsa harimau dan budak terus menerus?, demikianlah para BMI Hong Kong bertanya. Tidak lain adalah pemerintah Indonesia sendiri melalui KJRI di Hong Kong. Secara langsung berikut dampak kedua peraturan ini bagi BMI di Hong Kong:
- Meneguhkan bahwa hingga kini biaya penempatan bagi TKI ke Hong Kong tetap HK$21,000 dan bukan HK$15,000. Di tahun 2008 pemerintah terpaksa menurunkan biaya penempatan menjadi HK$15,000 karena perlawanan sengit BMI Hong Kong dan semakin banyak yang berani menolak melunasi potongan. Tapi hingga kini tidak pernah diterapkan. Ini menunjukan pemerintah sebenarnya tidak berniat meringankan beban BMI Hong Kong dan hanya meredam kemarahan BMI melalui peraturan lipstik tersebut. Lebih menyedihkan lagi, Bambang Susanto, selaku perwakilan KJRI, menganggap BMI yang menolak melunasi potongan 7 bulan karena memang sudah beritikad tidak baik dan tidak bertanggungjawab. “Para BMI ini sengaja ke Hong Kong untuk menghindari kesulitan ekonomi di Indonesia, bukan untuk sungguh-sungguh bekerja, dan setelah 1-2 bulan memutuskan kontraknya” demikian tuturnya.
- Sengaja menyerahkan BMI ke PPTKIS dan agen agar bisa terus diperas melalui kerja rodi berupa potongan 7 bulan tanpa ada jaminan selesai 2 tahun kontrak. Bahkan jika BMI Hong Kong di-PHK, mereka masih terancam terkena potongan 7 bulan lagi.
- Merampas hak BMI untuk mencari majikan secara bebas dan cepat dengan mendaftarkan diri ke berbagai agen di Hong Kong, padahal pemerintah Hong Kong membatasi visa tinggal hanya 14 hari setelah selesai kontrak atau PHK.
- KJRI Hong Kong secara terbuka melindungi dan berkolusi dengan APJATI dan APPIH melalui pelarangan kontrak mandiri, online system dan SE 2524 adalah bukti nyata kolusi antara KJRI dengan APJATI dan APPIH untuk memeras buruh migran. KJRI seolah tegas tapi kenyataannya tidak ada sanksi tertulis yang membuat mereka jera apabila melakukan pelanggaran.
Persoalan yang sama pernah terjadi di tahun 2008. KJRI Kong Kong waktu itu mengeluarkan aturan yang sama, yaitu SE 2258 yang melarang BMI pindah agen selama 2 tahun pertama. Tapi, persatuan dan perlawanan massal seluruh BMI di Hong Kong serta dukungan kuat dari pelbagai organisasi di Indonesia dan internasional, akhirnya KJRI Kong Kong terpaksa mencabutnya dalam waktu 1.5 bulan.
Kini diam-diam KJRI Kong Kong menghidupkan lagi kebijakan tersebut. Perlahan tapi pasti, KJRI Kong Kong tidak berhenti menggerogoti hak dan merampasi upah BMI. Pertama, mereka melarang kontrak mandiri, sehingga BMI terpaksa masuk agen dan kini melarang mereka pindah PPTKIS atau agen. KJRI mengatakan sejak kontrak mandiri bagi TKI yang memperbarui kontrak ditiadakan, jumlah pengaduan ke kantor konsulat kini berkurang. Tetapi KJRI tidak pernah peduli puluhan bahkan ratusan BMI terlantar dan terpaksa mengandalkan bantuan organisasi?.
KJRI Kong Kong seakan tidak mau tahu ada puluhan BMI ditampung di shelter-shelter milik grup lokal?. KJRI mungkin salah jika menganggap, BMI sudah sejahtera. Persoalan tidak banyak BMI yang mengadu karena mereka sudah mengetahui KJRI pasti hanya menyuruh mereka kembali ke agen. Selain itu BMI Kong Kong juga risih diperlakukan buruk bahkan disalahkan ketika mereka mengadu. Persoalan lain, banyak pula BMI yang tidak tahu di mana letak kantor Konsulat.
Kondisi semacam ini cukup mencengangkan, di tengah BMI berjuang mempertahankan pekerjaan dan upah dari pelbagai serangan kebijakan pemerintah HK, pemerintah Indonesia justru membebani mereka dengan kebijakan yang hanya melindungi PPTKIS atau agen. Tampak sekali betapa BMI hanya dijadikan barang dagangan dan “sapi perahan” bukan buruh migran dan manusia Indonesia yang bermartabat.
Setiap program perlayanan yang dikeluarkan pemerintah (melalui KJRI) selalu berujung pada keuntungan. Semua ini lahir karena sejak awal tujuan pemerintah hanya untuk mengekspor manusia dan meraup devisa, bukan melayani dan mengayomi rakyatnya di luar negeri. Sungguh tragis, di mana ruang pemerintah untuk memanusiakan warga negaranya sendir?. Serangkaian persoalanini membuat kelompok BMI yang tergabung dalam Aliansi Cabut UUPPTKILN No. 39/2004 merencanakan menggelar serangkaian kegiatan demontrasi, petisi, dialog, forum akbar. dan lain-lain. Jika SE 2258 tahun 2008 mampu dicabut, maka kali ini BMI Hong Kong akan melakukan perjuangan yang sama. CATATAN GANIKA DIRISTIANI (ATKI-HONG KONG) ———————————————-
- Ijinkan BMI Pindah PPTKIS atau agen
- Stop Pelarangan Menunggu Visa di Macau/China
- Stop Kolusi dan Korupsi antara KJRI-HK dengan Asosiasi PPTKIS (APJATI) & Asosiasi Agen (APPIH)
- Stop Rampas Upah BMI! Turunkan dan Terapkan Biaya Penempatan Sekarang Juga
Apakah upaya yang bisa diperjuangkan dari Hong Kong dan Indonesia agar persoalan tersebut dapat diselesaikan?
Istri saya mau pulang ke indo
Tp telat naik pesawat
Alasan cex paspor n bodi makn waktu lama
Ongkos gag punya
Gag ad yg bisa bantu
Tolong sekiranya mau menolong istri saya