KJRI Kecewakan BMI Hong Kong dan Macau

Author

Suasana saat BMI Hong Kong berdialog dengan pejabat KBRI
Suasana saat BMI Hong Kong berdialog dengan pejabat KBRI

Minggu (12/02/2012), bertempat di gedung Ramayana Hall Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), sekitar 100 Buruh Mingan Indonesia (BMI) mengadakan dialog dengan Teguh Wardoyo, Konjen RI di Hong Kong. Dialog yang seharusnya dimulai pukul 11.30 waktu Hong Kong ternyata molor sampai 30 menit. Ini karena staf KJRI memberi informasi yang tidak sama di lantai berapa dialog akan diadakan. Banyak BMI yang sudah naik ke lantai 3 namun ternyata kosong, rupanya dialog diadakan di lantai 1.

Pukul 12.10 dialog dibuka oleh Teguh Wardoyo. Konjen menyampaikan beberapa permasalahan tentang BMI yang berhasil diselesaikan oleh KJRI diantaranya:

  • Berhasil memulangkan BMI dari Hong Kong dan Macau sebanyak 57
  • Menikahkan 94 BMI dengan pasangan
  • Mengurus perceraian BMI sebanyak 1.022
  • Memasukkan 20 agen dan 120 majikan dalam senarai hitam (blacklist)
  • Membantu menyelesaikan 55 kasus BMI

Setelah pembukaan, Konjen memberi kesempatan bagi para perwakilan dari organisasi BMI untuk mengajukan pertanyaan.

Pertanyaan pertama dari Indarti, perwakilan Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Macau yang menyoal tentang pelayanan pembuatan paspor di KJRI, tentang ketiadaan sosialisasi job order untuk Macau (Penempatan di Macau telah ditutup sejak tahun 2009, namun sampai sekarang pengiriman BMI ke Macau masih ada), dan menagih janji KJRI untuk membuka perwakilan di Macau karena sampai saat ini perwakilan KJRI hanya berupa loket layanan yang buka seminggu 2 kali saja.

Sring Atin perwakilan dari Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) dan Liga Pekerja Migran Indonesia (LIPMI) Hong Kong mempertanyakan soal sistem dalam jaringan (daring/online), Surat Edaran (SE 2524), serta potong gaji yang harus diterima BMI hingga 7 bulan.

Eli dari Gabungan Migran Muslim Indonesia (GAMMI) mengritik pelayanan para staf KJRI yang terkesan menyepelekan para BMI, terasa sangat jelas adanya jarak antara BMI dan KJRI.

“Sambungan telepon KJRI, jika dihubungi tidak pernah diangkat bahkan pernah didapati teleponnya sengaja digantung sehingga sama sekali tidak bisa dihubungi,” tutur pegiat ATKI Hong Kong yang biasa dipanggil Ren dihadapan pejabat KJRI.

Daeng BMI dari NTB mengeluhkan soal adanya KTKLN. BMI cuti ke tanah air hanya 14 hari bahkan kadang hanya 10 hari dan BMI NTB harus mengurus KTKLN selama 6 hari baru selesai. Naik kapal untuk menyebrang lalu menginap, berapa uang yang harus dikeluarkan hanya untuk mengurus kartu “hantu” ini?, Hapus dan cabut demikian teriak BMI yang hadir dalam dialog ini.

Rie Lestari, BMI yang juga pegiat komunitas kebudayaan Sekar-Bumi meminta KJRI untuk menyebutkan nama agen dan majikan yang masuk senarai hitam (blacklist). Hal tersebut penting agar informasi tersebut dapat disebarkan pada BMI maupun calon BMI yang ingin ke Hong Kong.

Prihatin, Inilah jawaban pertama yang keluar dari konjen RI di Hong Kong. KBRI menyuruh BMI yang mempunyai masalah untuk datang ke KJRI dan mengisi formulir yang disediakan. Terkait kontrak mandiri, pihak KJRI menunggu dicabutnya UU nomor 39/2004 oleh pemerintah.

Mengenai sistem online, KJRI berasalan untuk memantau PPTKIS dan agen yang melanggar ketentuan agar lebih mudah melacak keberadaan BMI. Alasan pemantauan sangat tidak mendasar  dan sangat merugikan BMI. BMI benar-benar terikat, tidak boleh ganti agen sebelum selesai kontrak 2 tahun.

Jawaban konjen saat dialog sangat mengecewakan BMI yang hadir. Saat BMI meminta untuk memberlakukan kontrak mandiri, Teguh Wardoyo selaku Konsul Jendral KBRI Hong Kong justru menyuruh BMI untuk meminta sendiri ke pemerintah yang ada di Indonesia. Tampak betapa arogansi ditunjukkan perwakilan Republik Indonesia di Hong Kong.

“Kalau jawabannya begini, lalu apa fungsi dan tugas KJRI sebagai perwakilan yang ada di Hong Kong?” tutur Fera Nuraini, salah satu peserta dialog.

Karena tidak ada titik temu, dialog pun diakhiri dan sengaja para BMI meninggalkan ruangan sebelum ditutup oleh konjen RI. Beginikah perilaku para pejabat negeri ini?. Kalau perwakilannya saja tidak bisa menjadi wakil, lalu apa gunanya KJRI berdiri di Hong Kong yang seharusnya mengurusi para BMI, bisa melindungi, dan mendengar keluh kesah untuk mencari solusi bukan malah saling lempar ke pejabat yang ada di Indonesia.

Satu komentar untuk “KJRI Kecewakan BMI Hong Kong dan Macau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.