Berita

Tobat “Mlarat” Ala Budayawan Ahmad Tohari

Author

Dokumentasi:Ahmad Tohari, dalam acara Rembug Budaya bertajuk Budaya Lokal dan Perubahan Sosial (23/12/2010) di Pendopo Dalem, Kraton, Yogyakarta.
Dokumentasi:Ahmad Tohari, dalam acara Rembug Budaya bertajuk Budaya Lokal dan Perubahan Sosial (23/12/2010) di Pendopo Dalem, Kraton, Yogyakarta.

BANYUMAS. Salah satu alasan orang bermigrasi atau bekerja di luar negeri adalah faktor ekonomi di negeri sendiri susah, alias senantiasa didera kemiskinan. Kemiskinan memang musuh kita bersama. Sayyidina Ali, menantu Rasulullah SAW, bahkan mengilustrasikan, jika kemiskinan itu berujud manusia beliau akan membunuhnya.

Ungkapan itu disampaikan Budayawan nasional asal Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, di Gedung KORPRI Purwokerto(17/1/2012), di depan relawan PNPM Mandiri Perkotaan saat deklarasi Lumbung Nusantara.

Acara yang dihadiri oleh lebih dari 600 peserta tersebut, sastrawan yang melahirkan novel trilogi “Ronggeng Dukuh Paruk” itu berkisah tentang ibunya sendiri.

“Saya punya seorang ibu yang ketika belum haid (menstruasi), dia sudah bekerja sebagai tukang mbawon (bekerja memanen sawah orang lain), berkeliling kemana-mana. Saking telatennya, hasil mbawon itu ditabung, sehingga bisa untuk membeli sawah sendiri. Sampai pada ahirnya, bisa mempunyai penggilingan padi dan ibu saya sekarang mempunyai lima cucu lulusan perguruan tinggi dari Amerika.” tutur Ahmad Tohari.

Laki-laki yang novelnya sempat diterjemahkan ke dalam 14 bahasa itu mengajak rakyat Indonesia mengubah pola pikir dalam menjalani hidup. Ia mengkritik kondisi masyarakat sekarang yang sangat senang berhutang.

“Motor hutang, gelas piring hutang, rumah hutang, bahkan celana pun hutang,” kritik sang novelis.

Melihat kondisi masyarakat yang seperti itu, Tohari mengajak untuk membudayakan lagi kegemaran menabung. Ia juga mengingatkan, menabung itu tidak harus langsung ke bank dengan membawa seonggok rupiah. Tetapi menanam satu pohon pisang yang dipelihara dengan serius di depan rumah misalnya, adalah investasi yang mempunyai nilai tambah.

“Cuma, masyarakat kita maunya yang serba instan,” tutur kakak kandung KH Ahmad Sobri, pengasuh pesantren “Al Fallah” Jatilawang, Banyumas itu .

Dia juga mengajak kita semua untuk tobat “mlarat”, tobat miskin, dengan cara menabung. Bisa dengan memanfaatkan sejengkal tanah kita, memelihara lele, atau apa saja yang sekiranya mudah dikerjakan di sekeliling kita. Bahkan menanam satu tanaman di kaleng bekas cat, adalah investasi.

“Mari kita tobat mlarat dengan cara menabung hal-hal kecil di sekeliling kita. Insya Allah kita tidak akan kelaparan. Kalau hal ini bisa dikerjakan dengan serius, insya Allah tidak perlu lagi jauh-jauh menjadi TKW,” ujar pria yang novel “Ronggeng Dukuh Paruk” nya difilmkan dengan judul “Sang Penari”. (*SUS*)

2 komentar untuk “Tobat “Mlarat” Ala Budayawan Ahmad Tohari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.