Pelatihan Bedah Kasus, KOPI Ponorogo Bedah UU PPMI dan UU TPPO

Author

Ponorogo | Sebanyak 15 orang perwakilan komunitas pekerja migran Indonesia (KOPI) Ponorogo mengikuti pelatihan bedah kasus Sabtu (8/12/2018) di Balai Desa Pondok, Babadan, Ponorogo. Acara pelatihan bedah kasus yang bekerja sama dengan Infest Yogyakarta ini dibuka langsung oleh Kepala Desa Pondok, Suharto. Lewat sambutannya, Suharto menyatakan dukungannya terhadap keberadaan KOPI di desanya. Ia juga mengaku dalam setiap kesempatan turut mempromosikan KOPI pada masyarakat luas.

“Saya sangat mendukung keberadaan KOPI di desa ini. Mayoritas warga Desa Pondok menjadi PMI di berbagai negara, jadi peran KOPI di desa sangat dibutuhkan baik dalam sosialisasi, pendidikan maupun pendampingan kasus. Sejauh ini KOPI juga aktif dengan berbagai kegiatan dan semoga pelatihan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, “ungkap Suharto dalam sambutannya.

Pelatihan bedah kasus merupakan lanjutan dari pelatihan paralegal yang dilaksanakan beberapa waktu lalu. Pelatihan kali ini lebih banyak pada praktik langsung membedah kasus yang saat ini sedang ditangani KOPI. Dalam pelatihan ini peserta bersama dengan narasumber juga membedah dua undang-undang, yakni UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) dan UU 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Moch, Cholili dari Migrant Aid menjadi narasumber dan mendampingi teman-teman KOPI Ponorogo belajar membedah kasus serta undang-undang.

“Pelatihan ini sangat penting bagi teman-teman KOPI agar mereka dapat menganalisa, merumuskan dan menyimpulkan suatu kasus melanggar undang-undang yang mana. Jadi mereka tahu dasar hukumnya bila harus melakukan pendampingan korban, “tutur Moch Cholili.

Cholili menyatakan dalam menangani sebuah kasus harus jelas siapa pelaku, korban dan tindakan apa yang dilakukan oleh pelaku sehingga merugikan korban. Sesi pelatihan mengupas tuntas pasal demi pasal UU 18/2017 yang mengatur tentang pelanggaran dan sanksi bagi siapa saja yang memberangkatkan PMI tidak sesuai UU. Pelanggaran dan sanksi tersebut diatur dalam pasal 79 sampai pasal 87 UU 18/2017. UU 21/2007 tentang TPPO juga turut menjadi pembahasan dalam pelatihan bedah kasus. Menurut Cholili, suatu kasus dapat dikategorikan sebagai kasus trafficking atau perdagangan orang bila memenuhi salah satu unsur yang tertera dalam pasal 1 ayat 1 UU 21/2007.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU 21/2007, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dijelaskan sebagai tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara,untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Berdasarkan pasal tersebut, unsur tindak pidana perdagangan orang ada tiga yaitu: unsur proses,cara dan eksploitasi. Jika ketiganya terpenuhi maka bisa dikategorikan sebagai perdagangan orang.

Proses : tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut.

Cara : ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut.

Eksploitasi : tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.

Eni Setyowati salah satu peserta pelatihan mengatakan bahwa materi kali ini sangat penting diketahui dan dikuasai oleh paralegal KOPI. Menurut Eni, materi ini merupakan dasar atau pegangan dalam melakukan pendampingan kasus pekeja migran.

“Materi ini sangat penting untuk kami paralegal KOPI, karena ini merupakan dasar atau pegangan kami dalam melakukan pendampingan kasus. Apalagi di sini dikupas tuntas mulai dari jenis pelanggaran, sanksi dan contoh kasus yang ada. Saya berterima kasih atas ilmu yang sangat bermanfaat ini, ” tutur Eni di akhir acara.

Tulisan ini ditandai dengan: PMI PMI Ponorogo 

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.