Banyak diantara Buruh Migran Indonesia (BMI) yang belum tahu informasi yang benar mengenai tindak pidana pencucian uang atau yang lazim dikenal sebagai money laundering. Secara instilah, pencucian uang jelas bukan sesuatu yang asing di telinga. Media-media elektronik ataupun surat kabar, sudah sering memberitakan kasus pencucian uang yang menimpa para pejabat pemerintah. Namun demikian, pengertian utuh mengenai tindak pidana tersebut masih banyak yang belum paham.

Secara sederhana, menurut Wikipedia, pencucian uang adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang/ dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-seolah berasal dari kegiatan yang sah/ legal.

Pengertian yang sederhana di atas, saat ini juga telah mengalami modifikasi. Dari beberapa kasus pencucian uang yang berkembang sekarang, pelaku biasanya tidak hanya menyembunyikan uang hasil kejahatan dengan rekening pribadi. Para pelaku juga menyalahgunakan akun tabungan (rekening) bawahannya untuk menitipkan uang hasil kejahatannya.

Ketidaktahuan dari orang-orang yang tidak paham mengenai tindak pidana pencucian uang unilah yang berbahaya. Mereka yang tidak tahu apa-apa, biasanya tanpa ragu mau menerima titipan uang dari oknum yang ingin menyembunyikan uang hasil kejahatannya. Apabila aparat hukum berhasil menelusuri rekening-rekening mencurigakan tersebut, maka orang yang awalnya hanya dititipi uang, bisa berubah statusnya menjadi tersangka. Hal itu terjadi karena barang bukti berupa kepemilikan akun rekening, tidak bisa disangkal.

Bagi masyarakat yang tinggal di Indonesia, apabila kasus tersebut menimpa mereka, maka aparat hukum biasanya sangat mau mendengar penjelasan para korban, untuk menemukan tersangka yang sesungguhnya, walau demikian mereka juga tetap menerima hukumannya. Namun demikian, apabila kasus pencucian uang menimpa BMI di negara penempatan, maka penyelesaiannya jelas lebih rumit.

Berdasarkan informasi yang didapat dari pegiat BMI di Hong Kong, Sring Atin, diketahui bahwa BMI di Hong Kong rupanya sangat rentan terhadap kasus pencucian uang. Sring juga mengungkapkan bahwa kasus pencucian uang yang melibatkan BMI, berakibat pada penolakan izin kerja. BMI yang terlibat tidak boleh lagi bekerja di Hong Kong. Proses penyelesaiannya pun membutuhkan waktu satu tahun hingga tiga tahun.

“Ada kisah nyata dari seorang BMI di Hong Kong, yang sedang menunggu proses persidangan kasus pencucian uang yang melibatkan dirinya. BMI yang tidak mau disebutkan namanya tersebut adalah korban dari ketidaktahuannya mengenai apa itu pencucian uang,” jelas Sring melalui blog pribadinya. BMI yang sedang menjalani persidangan tersebut juga awalnya hanya dimintai bantuan untuk membuka rekening oleh seorang teman asal Hong Kong yang baru dikenalnya. Rekening yang dibuka BMI tersebut, ternyata adalah rekening yang diisi uang hasil penipuan dari teman barunya.

Setelah setahun tanpa masalah, tiba-tiba saja BMI korban pencucian uang itu, didekati polisi dan dibawa ke kantor polisi setempat saat hendak mengurus kontrak kerja barunya di Imigrasi Hong Kong. Penangkapan yang dilakukan oleh polisi setempat rupanya berasal dari laporan seseorang yang merasa dirugikan karena harus membayar bunga utang yang tinggi pada seseorang (teman korban- red)  melalui rekening yang berbeda-beda.

Berdasarkan pengalaman yang ada, Sring mengingatkan para BMI di negara penempatan untuk selalu hati-hati terhadap teman yang baru dikenal. Dirinya juga menyarankan agar BMI tidak mudah dalam memberi kepercayaan kepada orang lain. Semua itu penting agar terhindar dari tindakan penipuan.

*Tulisan di atas berdasarkan atas sumber artikel di: http://suarabmihongkong.blogspot.hk/2014/10/buruh-migran-target-empuk-pencucian-uang.html