Tips Hukum: Ketika Alat Bukti BMI Dianggap Tidak Sah

Author

Hukum memiliki berbagai alternatif yang bisa dipakai untuk menangani kasus BMI.
Hukum memiliki berbagai alternatif yang bisa dipakai untuk menangani kasus BMI.

Bertandang ke markas DPN SBMI di Jakarta, mengantarkan saya pada pengalaman penanganan kasus BMI. Salah satu pengalaman yang saya dapat adalah cara menghadapi dokumen yang dianggap tak sah. Tips ini disampaikan oleh pegiat buruh migran Bobi Alawy yang telah mengikuti diskusi tentang pembangunan jaringan nasional pengabdi bantuan hukum, bagi pekerja migran di Griya Patria Jakarta Selatan (14/4/2014). Acara digelar atas inisiasi dari LBH Jakarta.

Bobi menjelaskan keterangan Panca, aktivis Watch Doc, yang menjadi pengisi materi dalam acara tersebut bahwa dokumentasi itu penting. Bentuk dokumentasi yang dimaksud juga beragam, bisa berupa rekaman video, foto atau audio. Pada kasus buruh migran yang mengalami kekerasan, dokumentasi menjadi hal yang sangat menentukan. Setidaknya, BMI bersangkutan harus merekam bekas lukanya melalui handphone atau handycam, menggandakan hasil rekaman, kemudian menyerahkannya pada pendamping hukum. Semua itu bisa menjadi alat bukti penunjang ketika kasusnya diproses secara hukum (litigasi). “Panca juga menjelaskan kalau rekaman bisa menjadi alat bukti, ketika luka lebam sudah hilang sebelum divisum,” papar Bobi.

Lalu bagaimana bila dokumen rekaman tersebut dianggap tidak sah? Hal ini tentu sangat mungkin terjadi karena biasanya pihak kepolisian menggunakan dalil hukum Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal ini menjelaskan, alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Masih merunut penjelasan Bobi, ketika kondisi ini terjadi maka pegiat buruh migran harus pandai-pandai menggunakan argumen hukum lainnya yang sudah diatur dalam beberapa undang-undang. Adapun undang-undang lain yang bisa digunakan adalah:

  1. Pasal 26 dalam UU No 20 Tahun 2001 Tentang Korupsi, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta,rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.
  2. Pasal 5 UU No 15 Tahun 2002 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”.
  3. Undang-Undang 9 Tahun 2003 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pendanaan Teroris. Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a. tulisan, suara, atau gambar; b. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; dan c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
  4. Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang. Pasal 1 ayat 16 dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
    a.tulisan, suara, atau gambar; b.peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Penanganan penyelesaian kasus dengan alat bukti rekaman juga bisa dilakukan melalui cara non litigasi. Caranya adalah dengan memberikan dokumen tersebut kepada pendamping kasus, jurnalis yang bisa dipercaya, untuk kemudian bekerjasama dalam pembuatan video dokumenter. Jangan lupa untuk mendokumentasikan segala hal saat kasus sedang berjalan.

Tips di atas tentu perlu diperhatikan oleh para pegiat buruh migran. “Acara semacam itu penting untuk diselenggarakan, karena masih banyak kawan-kawan pegiat buruh migran yang belum melakukan kegiatan seperti itu, ” tukas Bobi.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.