(Bahasa Indonesia) Film “Before You Eat” Ungkap Perbudakan Modern di Laut dan Belum Seriusnya Pemerintah Lindungi AKP Migran

Author

Sorry, this entry is only available in Indonesian.

Nasib Awak Kapal Perikanan (AKP) atau umumnya disebut sebagai anak buah kapal (ABK) perikanan asal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan asing di laut lepas tak senikmat hasil tangkapan mereka yang tersaji di restoran-restoran mahal. Kekerasan fisik, jam kerja yang berlebihan, makanan yang tidak layak, sakit tanpa pengobatan hingga berujung kematian kerap mereka alami. AKP migran juga harus berhadapan dengan lokasi dan kondisi kerja yang tidak pasti karena berada di laut lepas.  

 

Meski demikian, nasib mereka belum juga mendapat perhatian serius dari pemerintah. Buktinya, Peraturan Pemerintah tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Perikanan Migran sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) baru diterbitkan pada 8 Juni 2022 lalu. Padahal, PP tersebut seharusnya paling lambat diterbitkan pada tahun 2019 atau dua tahun setelah UU PPMI diundangkan sebagaimana amanat Pasal 90 UU PPMI.

 

Untuk itulah, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) atas dukungan Greenpeace Indonesia (GPID) berinisiatif memproduksi sebuah film dokumenter berjudul “Before You Eat” yang  menceritakan tentang bagaimana eksploitasi yang dialami para AKP migran sejak sebelum berangkat, selama di kapal, hingga tiba kembali di Tanah Air.

 

Beberapa gambar dan video di film ini direkam langsung oleh para AKP migran menggunakan telepon seluler mereka. Para AKP migran juga berbagi kisah perjuangan menuntut hak mereka dan rekan-rekan mereka yang meninggal karena sakit hingga dilarung ke laut tanpa persetujuan keluarga. Kekerasan yang dialami, kontrak kerja yang tidak jelas, dan muslihat agen-agen perekrutan serta prosedur pengiriman AKP migran yang sumir, membuat praktik ini disebut sebagai ‘perbudakan modern’. 

Film “Before You Eat” yang disutradarai oleh Kasan Kurdi ini  akan membuka mata kita tentang apa yang terjadi di atas kapal penangkap ikan, carut marutnya proses pengiriman tenaga kerja, juga tentang penangkapan ikan berlebihan dan penangkapan spesies yang dilindungi melalui praktik IUU fishing (perikanan ilegal, tidak dilaporkan, tidak diatur). Setelah menonton film ini, kita akan berpikir dua kali sebelum menyantap aneka hidangan laut yang tersaji di atas meja makan.

SBMI dan GPID berharap bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait risiko-risiko bekerja  menjadi AKP migran di kapal asing melalui film ini yang memaparkan adanya praktik perbudakan modern di laut yang mengorbankan para AKP migran asal Indonesia yang bekerja di atas kapal berbendera asing.

Selain itu, film ini diproduksi sebagai desakan kepada pemerintah Indonesia agar lebih serius membenahi kebijakan tata kelola perekrutan AKP migran, serta bersikap lebih tegas dalam memberikan perlindungan terhadap  AKP migran yang bekerja di kapal ikan asing.  

Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno mengatakan, film “Before You Eat” mengungkap fakta bahwa praktik perbudakan modern di atas kapal berbendera asing masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa mengabaikan tugas dan tanggung jawab pelindungan.

“Pemerintah Indonesia harus segera berbuat dan melakukan tindakan konkret. Jika tidak, bisa dikatakan bahwa pemerintah melanggengkan praktik buruk ini dan turut melakukan pembiaran pelanggaran HAM,” tegasnya. 

Senada dengan Hariyanto, Arifsyah Nasution selaku Juru Kampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara sekaligus dalam kapasitas personalnya sebagai produser eksekutif film “Before You Eat” menyebutkan bahwa praktik perdagangan orang dan kerja paksa di atas kapal perikanan ini merupakan kejahatan luar biasa yang seringkali melibatkan berbagai jaringan aktor lintas negara.

“Eksploitasi terhadap AKP migran juga acap terjadi bersamaan dengan praktik perikanan ilegal yang mengancam kelestarian laut secara global. Di samping tanggung jawab pemerintah Indonesia, industri perikanan global juga memiliki kewajiban untuk membersihkan rantai pasok dan pasar mereka dari produk-produk makanan laut yang dihasilkan dari eksploitasi pekerja dan perikanan ilegal,” paparnya.

Menyadari sensitivitas isu yang diangkat oleh film “Before You Eat”, SBMI dan Greenpeace Indonesia memutuskan untuk memberikan batasan usia penonton, yakni 18 tahun ke atas. Penayangannya pun didahului dengan nonton bareng luring dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, sebelum nantinya film ini juga akan dipublikasikan lebih luas melalui daring. Sensitivitas isu ini pula yang menjadi salah satu faktor yang membuat proses produksi sangat menantang bagi Kasan Kurdi, sutradara film “Before You Eat”.

“Karena pertimbangan durasi film, saya harus mengorbankan perasaan untuk menyeleksi berbagai cerita dari banyak AKP migran yang datang dari seluruh lautan di dunia tentang ketidakadilan dan kesedihan yang mereka alami,” tutur Kasan.

Film dokumenter “Before You Eat” menjalani proses produksi sejak tahun 2020 dan ditayangkan pertama kali di Tegal, Jawa Tengah, pada Minggu, 13 Maret 2022. Proses penayangan film ini dilakukan dengan cara nonton bareng (nobar) dan dilanjutkan dengan sesi diskusi. Pada periode penayangan tahap awal, serangkaian kegiatan nobar dan diskusi film berlangsung di lima kota (Tegal, Pemalang, Semarang, Cirebon, dan Jakarta) hingga 31 Maret 2022.

Sejak April 2022, serangkaian kegiatan nobar dan diskusi film “Before You Eat” telah dilakukan di beberapa kota di Pulau Jawa, bahkan hingga ke Bali, Sulawesi Utara, Aceh, dan Medan.

Mulai Mei 2022, SBMI sebagai pihak yang memproduksi film “Before You Eat” juga telah melakukan roadshow ke daerah-daerah kantong buruh migran untuk mengadakan nobar dan diskusi film ini di desa-desa yang menjadi lingkup kerja SBMI di tingkatan cabang, seperti di Lampung Selatan, Lampung Timur, Indramayu, Cirebon, Lumajang, Banyuwangi, dan Malang.

Dari serangkaian kegiatan nobar dan diskusi film “Before You Eat” tersebut  ditemukan fakta bahwa hampir semua penonton baru mengetahui adanya praktik perbudakan modern di laut setelah menonton film ini. Artinya, selama ini isu perbudakan modern di laut dan berbagai permasalahan AKP migran yang bekerja di kapal asing memang masih belum banyak diketahui masyarakat.

Dampak lain dari kegiatan nobar dan diskusi film “Before You Eat” ini adalah adanya inisiatif dan komitmen dari Pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah serta pihak kepolisian untuk semakin meningkatkan upaya perlindungan buruh migran, khususnya BMI yang bekerja sebagai AKP di kapal asing.

Di Indramayu, misalnya, perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Indramayu, Sukirman saat diskusi usai Nonton Bareng (Nobar) film dokumenter “Before You Eat” (BYE) di halaman Balai Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang, Indramayu, pada tanggal 25 Juni 2022 mengatakan,  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu siap berkolaborasi dan bersinergi dengan semua pihak untuk memperkuat pelindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Indramayu, khususnya PMI sektor AKP perikanan. (1)

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Lumajang, Rosyidah, ketika menjadi salah satu narasumber diskusi usai nobar film “Before You Eat” di Desa Burno, Kecamatan Senduro pada 4 Juli 2022 lalu mengatakan bahwa film BYE ini sangat baik untuk disebarluaskan atau dijadikan konsumsi publik agar masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri, khususnya di sektor perikanan menjadi tahu tentang begitu sulitnya mereka ketika berangkat melalui jalur yang tidak resmi.

Pada kesempatan tersebut, Rosyidah, menyatakan komitmennya akan menggandeng berbagai pihak untuk mengajak masyarakat agar terus menyuarakan terkait proses keberangkatan PMI secara legal melalui Disnaker Kabupaten Lumajang.

Dari pihak kepolisian, Kapolsek Senduro, Lumajang  AKP Joko Wintoro atau yang akrab disapa Jokowi ketika memberikan testimoni usai mengikuti kegiatan nobar dan diskusi film dokumenter berjudul “Before You Eat” di tempat yang sama juga menyatakan komitmennya untuk memberikan imbauan kepada masyarakat yang akan menjadi PMI, khususnya PMI sektor laut yang bekerja di kapal asing agar mengikuti prosedur yang benar.

“Setelah kita amati dan kita menonton film ini secara bersama-sama tadi, landing point-nya adalah kami bisa memberikan imbauan kepada masyarakat. Apabila ada masyarakat yang akan menjadi PMI ikutilah aturan yang benar,” kata AKP Jokowi.(2)

Sarifuddin Siregar,  mantan AKP migran yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengatakan bahwa film BYE bagus untuk memberikan pembelajaran pada masyarakat terkait risiko menjadi ABK kapal ikan. Sarifuddin yang pernah bekerja di kapal berbendera Taiwan  mengingat saat-saat dirinya menjadi korban TPPO. Ia didampingi SBMI telah melaporkan kasusnya pada Polda Metro Jaya, tetapi kasus tersebut sampai saat ini mandek di tengah jalan. 

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.