Dinamika global yang disebabkan oleh lajunya penyebaran informasi melalui media menjadikan pekerja dapat secara selektif menentukan proses perekrutan tenaga kerja. Jika pada zaman dahulu pekerja begitu susah mendapatkan akses informasi mengenai pekerjaan, sekarang calon pekerja bisa begitu mudah mengakses informasi perkembangan dan tren global dalam satu langkah. Termasuk di dalamnya adalah mengenali kelebihan dan kekurangan pekerjaan yang sedang dicari baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Malaysia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki permintaan pekerja asing yang tinggi. Selain itu, Malaysia juga merupakan sebuah negara yang menjadi tujuan pekerja dari berbagai negara termasuk Indonesia, Thailand, Myanmar, Cambodia, Filipina, Bangladesh dan Nepal. Negara ini menjadi tujuan migrasi bagi pekerja berdokumen maupun pekerja tidak berdokumen. Kebanyakan dari mereka mengisi lapangan kerja yang sering dijuluki 3D, dangerous (berbahaya), difficult (sulit), dan dirty (kotor) di sektor-sektor, seperti manufaktur, perkebunan, konstruksi dan jasa restoran.
Perekrutan pekerja di masing-masing negara penempatan migran memiliki pola yang berbeda-beda. Ada yang begitu ketat terhadap aturan, kadang juga terjadi praktik tawar menawar. Maka penting bagi migran yang akan bekerja di negara tertentu untuk mengenali bagaimana prosedur yang benar dalam proses perekrutan dan tidak terjebak pada praktik-praktik di bawah ini :
- Dalam proses perekrutan pekerja, perusahaan seharusnya mencantumkan nama perusahaan di permit kerja sesuai dengan perusahaan yang sesungguhnya ditempati pekerja. Dengan ini pekerja akan lebih mudah mendapatkan hak-haknya seperti mendapatkan upah sesuai, mendapatkan cuti kerja, jam lembur dan sebagainya. Prosedur ini memiliki kelemahan karena pekerja tidak bisa tawar menawar gaji dan kebebasan untuk mengambil kerja sampingan. Jika membuat permit melalui agensi atau sering dikenal sebagai permit bebas, pekerja bisa melakukan tawar menawar soal gaji dan bisa bebas bekerja di mana saja. Namun demikian pekerja akan susah untuk menuntut hak-haknya sebagai pekerja dan jika terjadi kecelakaan atau apapun akan rumit mengurusnya.
- Perusahaan seharusnya membayar levy (pajak) pekerja migrannya. Dalam praktik, pekerja membuat permit kerja melalui agensi menggunakan nama perusahaan tertentu, membayar sendiri biaya levi dan permitnya sendiri.
- Pekerja migran yang bekerja untuk subcontractor (bukan kontraktor utama dalam proyek) nama yang tertera di permit adalah nama perusahaan yang dibuat melalui agensi. Di sini pekerja menanggung sendiri biaya untuk mendapatkan permit kerja. Seharusnya yang menanggung permit dan nama di dalam permit adalah nama subcontractor. Berhubung sub contractor sendiri merupakan perorangan dan tidak memiliki perusahaan, jadi tidak bisa mengajukan permit kerja pekerjanya. Kekuasaan subcontractor hanya terbatas pada kekuasaan untuk mempekerjakan orang. Kelemahannya pekerja susah untuk menuntut hak-haknya selama bekerja.