Menjadi pekerja migran adalah hak yang dilindungi oleh Undang-Undang dan ajaran agama. Bahkan dalam kondisi tertentu, bekerja bisa menjadi kewajiban demi untuk mempertahankan hidup (hifdh an-nafs) dan menafkahi keluarga yang menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena itu, bekerja di luar negeri selain membantu keluarga, menyejahterakan masyarakat di kampung, dan membantu negara dalam meningkatkan devisa, juga memperoleh pahala di sisi Tuhan Yang Maha Pemberi Rizki.
Dalam posisi ini, saya menyebut para Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah mujahid fi sabilillah, yakni orang-orang yang sedang berjuang di jalan Allah. Keberadaan PMI di luar negeri selain membawa misi keluarga, nama baik negara, juga reputasi agama yang dianut. Sebagai PMI, seseorang harus memerankan diri sebagai pribadi yang utuh, baik sebagai anggota keluarga, warga negara, maupun umat beragama. Di sinilah, PMI tidak hanya bekerja mencari nafkah, tetapi juga berjuang menegakkan nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan.
Namun dalam kenyataan di lapangan, PMI menghadapi problem penyesuaian terhadap perbedaan-perbedaan yang dihadapi, baik perbedaan bahasa, budaya, tradisi, maupun praktik keagamaan. Nah, tulisan singkat ini hendak menyajikan bagaimana PMI bisa menjadi duta toleransi di negeri orang.
Makna Toleransi
Toleransi secara bahasa (dari bahasa Latin: “tolerare”) berarti sabar dan menahandiri. Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat.
Contoh sikap toleransi adalah menghargai pendapat dan pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling tolong-menolong antarsesama manusia meskipun beda suku, ras, agama, dan golongan.Toleransi beragama berarti sikap saling menghormati dan menghargai antarpenganut agama yang berbeda-beda. Di antaranya adalah tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita, tidak mencela atau menghina agama lain dengan alasan apapun, serta tidak melarang ataupun mengganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai agama/kepercayaannya.
Pandangan dan Sikap Islam
Islam merupakan agama yang paling menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Sesuaidengan pernyataan Nabi SAW, bu’itstu bi al-hanifiyyati as-samhah (saya diutus olehAllah untuk membawa agama yang lurus nan penuh toleransi). Sejak pertama kali hadir di muka bumi, Islam telah mengajarkan nilai-nilai toleransi yang dikenal dengan konsep tasamuh yang salah satunya mengatur bagaimana hubungandengan umat agama lain.
Toleransi yang ada dalam ajaran Islam juga ditegaskan dalam al-Qur’an Surat al-Ma’idah ayat 48 yang artinya: “Jikalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-yang telah diberikan-Nya kepadamu (sehingga diciptakan beragam umat), makaberlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Karena ada umat selain Islam ini, penting umat Islam untuk bersikap toleran kepada umat lain dengan tidak mengganggu agama dan ibadah mereka yang mereka pun tidak mengganggu umat Islam. Dalam Surat al-Mumtahanah Ayat 8-9, Allah menegaskan: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al Mumtahanah: 8-9). Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yakni hendaklah setiap muslim berbuat baikpada umat yang lain.
Ibnu Katsir berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non-muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada perempuan dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil, karena Allah menyukai orang yang berbuat adil” (Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, 7:247). Ibnu Jarir ath-Thabari juga mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama (Tafsir ath-Thobari, 14:81). Dalam bentuk praksis, Islam mengajarkan menolong siapa pun, apapun agamanya, baik orang miskin maupun orang yang sakit.
Islam juga mengajarkan tetap menjalin hubungan kerabat dengan orang tua atau saudara non-muslim. Allah berfirman,“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15). Islam juga membolehkan memberi hadiah kepada teman non-muslim agar mereka bahagia.
Islam mengajarkan kita bertoleransi dengan menghargai dan menyediakan fasilitas umat agama lain untuk ibadah dan merayakan hari besarnya, bukan turut memeriahkan atau mengucapkan selamat kepadanya. Karena Islam mengajarkan prinsip: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. al-Kafirun: 6).
“Katakanlah, Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing” (QS. al-Isra’: 84). “Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS. Yunus: 41). “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu” (QS. al-Qashshash: 55).
Menjadi Duta Toleransi
Walhasil, PMI bisa bersikap toleran terhadap perbedaan yang dihadapi di negeriseberang, baik perbedaan budaya, tradisi, terlebih perbedaan agama. Islam memilikiprinsip untuk saling menghargai dan menghormati agama masing-masing, tidak boleh memaksakan dan juga tidak boleh melarangnya. Begitu juga sebaliknya, mereka seharusnya menghormati dan menghargai agama dan keyakinan kita. Kita memiliki kebebasan untuk menjalankan sesuai dengan keyakinan kita. Atas nama bangsa dan agama, PMI bisa menjadi duta toleransi di negeri orang lain. Nilai toleransi adalah nilai universal yang diakui oleh semua bangsa dan agama.
Kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak asasi setiap orang yang dijaminoleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Siapa pun yang melanggar dan menghalangi pelaksanaan kebebasan ini berarti melanggar HAM. Siapa yang melanggar HAM berarti mengurangi harkat dan martabat kemuliaan manusia(karamat al-insan, human dignity). Siapa yang mengurangi harkat dan martabat manusia berarti melawan kehendak Tuhan Yang Maha Pencipta alam semesta.