Berita

Dialog Perlindungan WNI bersama KBRI Kuala Lumpur

Author

Suasana Dialog Perlindungan WNI di Kuala Lumpur
Suasana Dialog Perlindungan WNI di Kuala Lumpur

Kuala Lumpur–Dialog perlindungan buruh migran antara KBRI Kuala Lumpur dan kelompok masyarakat sipil berlangsung interaktif pada waktu setempat (29/08/2018). Kelompok masyarakat sipil diterima oleh Koordinator Konsuler KBRI Kuala Lumpur, Yusron Ambary dan Sekretaris Konsuler, Yulisdiyah Kartika. Sementara dari kelompok masyarakat sipil dihadiri oleh Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) Lombok, Komunitas Serantau, Pemuda Panca Karsa (PPK) Lombok, Infest, dan SBMI. Adapun agenda pertemuan ini berlangsung karena sebelumnya kelompok masyarakat sipil yang fokus terhadap perlindungan buruh migran ini mengikuti pertemuan lintas batas Indonesia dan Malaysia untuk menuntut hak kompensasi buruh migran yang diselenggaran oleh Justice Without Borders (JWB) pada 27 – 28 Agustus 2018 di Kuala Lumpur.

Saat ini kerajaan Malaysia sedang menggelar razia besar-besaran kepada buruh migran tidak berdokumen. Sebanyak 700 ribu lebih per Februari 2018, buruh migran telah mengikuti program pemulangan sukarela berdasarkan program 3+1 yang dibuat oleh kerajaan Malaysia. Akan tetapi jumlah buruh migran tidak berdokumen masih sangat banyak yang ingin pulang ke Indonesia. Bahkan, saat ini KBRI Kuala Lumpur juga membuka pelayanan 24 jam untuk pengurusan paspor dan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk kemudahan pengurusan karena program itu akan berakhir 30 Agustus 2018. Meskipun begitu, jumlah pemohon masih saja membludak dan kemungkinan mereka yang terlambat mengurus SPLP juga tidak akan bisa mengikuti program 3+1 itu karena telah berakhirnya masa program. Untuk itu, KBRI Kuala Lumpur akan mengambil tindakan lanjutan berkaitan dengan hal ini. Sebagaimana yang telah dilansir oleh LiputanBMI bahwa sejak 1 Januari – 29 Agustus 2018, Kerajaan malaysia telah menangkap 9.759 warga Indonesia tidak berdokumen (Lihat tautan berikut ini).

Berdasarkan dialog tersebut, mengenai prioritas agenda perlindungan, menurut Yusron Ambary yang meneruskan pernyataan dari Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Rusdi Kirana, adalah hak pendidikan dan sosial-budaya. “Saat ini kita telah memiliki 53 CLC (Community Learning Center.red) di Serawak, dan satu buah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar.red),” ujar Yusron pada pertemuan itu.

Terkait dengan hal tersebut, Yusron menambahkan bahwa jika ada buruh migran yang ingin melanjutkan pendidikan kejar paket A, B, dan C bisa langsung mendaftar ke KBRI Kuala Lumpur. Bagi anak buruh migran yang berprestasi, KBRI Kuala Lumpur menyediakan beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) di kampus-kampus favorit Indonesia. Pihaknya juga akan mendirikan sekolah vokasi untuk menunjang keterampilan dan keahlian buruh migran di Kota Kinabalu. “Semuanya gratis, pekerja migran tidak dipungut biaya,” tegas Yusron.

Berkaitan dengan pendidikan masyarakat buruh migran, Ridwan Wahyudi dari Infest melontarkan pendapatnya agar buruh migran di Malaysia dibekali kesadaran untuk pencegahan terhadap ancaman radikalisme. Hal ini agar buruh migran tidak terpapar paham yang dapat merugikan buruh migran, keluarganya dan bangsanya. “Pencegahan itu dapat dimasukkan ke dalam post arrival orientation atau welcoming program yang diselenggarakan oleh KBRI ketika menggelar sosialisasi,” pungkasnya.

Sementara itu dari ADBMI Lombok menyatakan bahwa bencana alam yang saat ini terus menerus terjadi di Lombok akan mendorong orang-orang Lombok untuk bermigrasi ke Malaysia. Sifatnya yang menghancurkan membuat penduduk Lombok banyak yang kehilangan aset dan mata pencahariannya karena menurunnya aktivitas ekonomi. “Prediksi mengenai migrasi besar-besaran dari Lombok ke Malaysia itu bakalan terjadi mungkin dalam 2 atau 3 bulan mendatang, bagaimana upaya kita agar mereka bermigrasi tapi prosedural?” kata Rhoma Hidayat dari ADBMI.

Berkaitan dengan hal tersebut KBRI Kuala Lumpur sulit memastikan usulan untuk perbaikan pelayan migrasi di level hulu, mengingat kewenangannya yang berfokus di hilir dari arus migrasi. Yang bisa dilakukan oleh KBRI Kuala Lumpur ialah sosialisasi melali media online, baik itu dari website KBRI Kuala Lumpur atau media sosial. Untuk itu, pihaknya meminta agar informasi yang dibagikan di media sosial oleh KBRI Kuala Lumpur agar dibagikan sehingga dapat menjangkau kalangan yang lebih luas, khususnya buruh migran. Dari serangkaian diskusi, KBRI Kuala Lumpur menyambut baik dialog perlindungan warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia karena pihaknya menyadari bahwa upaya perlindungan WNI tidaklah mampu dilakukan oleh pemerintah sendiri, karena hal itu perlu keterlibatan semua pihak, salah satunya dari masyarakat sipil.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.