Institute of Education Development, Social, Religious and Cultural Studies (Infest) Yogyakarta menginisiasi sebuah sistem informasi terpadu untuk penanganan kasus pekerja migran Indonesia (PMI). Kepedulian Infest Yogyakarta pada isu pekerja migran bukan sesuatu yang baru. Karena sejak tahun 2o11, Infest telah bergelut dengan isu pekerja migran sebagai salah satu fokus kerja-kerja sosialnya.
Tahun ini, 2018, Infest mulai merancang bangun rumah bersama dalam penanganan kasus pekerja migran. Upaya ini sudah dimulai dengan merangkul sejumlah jaringan lembaga maupun komunitas, khususnya yang selama ini peduli pada perlindungan serta penanganan kasus yang menimpa PMI. Pada tahap awal, Infest merumuskan rancang bangun sistem bersama sejumlah komunitas lainnya dalam “Workshop Pengembangan Sistem Manajemen Kasus Pekerja Migran bagi Organisasi Bantuan Hukum Pekerja Migran Indonesia”.
Workshop yang dilaksanakan pada Senin-Rabu (28-30/05/18) ini menghadirkan lebih dari 30 peserta perwakilan dari Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI), Justice Without Borders (JWB), Komunikasi Organisasi Pekerja Migran Indonesia (KOMI) di Johor Bahru, Komunitas Serantau Malaysia, LBH Jakarta, Migrant Aid, Organiser Infest di Blitar, Organiser Infest di Malaysia, Organiser Infest di Ponorogo, Perkumpulan Panca Karsa, SBMI Banyuwangi, SBMI DPN, SBMI Indramayu, Solidaritas Perempuan (SP), dan perwakilan Komunitas Organisasi Pekerja Migran Indonesia (KOPI) dari Kabupaten Ponorogo dan Blitar.
Tujuan workshop ini di antaranya adalah untuk membangun komitmen kolaborasi dalam penyusunan alat kerja dalam penangan kasus PMI, sehingga dapat disepakati secara bersama-sama oleh Organisasi Bantuan Hukum (OBH) pekerja migran. Selain itu, proses sistem dan model dalam penanganan kasus di setiap OBH dapat tergali dan didiskusikan secara bersama-sama. Begitu pun formulasi alur penanganan kasus di dalam sistem manajemen kasus, dapat didiskusikan dan disepakati secara bersama-sama.
Agar Lebih Terstruktur
Inisiasi merangcang sistem penanganan kasus PMI ini tidak terlepas dari fakta perlindungan PMI yang masih memprihatinkan. Hal yang juga masih menjadi tantangan perlindungan PMI yang muncul dari tingkat pemerintahan di desa, serta sejumlah tantangan dalam penanganan kasus PMI.
Menurut Muhammad Khayat, Tim IT Infest Yogyakarta, untuk merancang bangun membutuhkan masukan dari orang-orang yang terlibat dalam atau yang akan mengisi ini. Sehingga membutuhkan umpan balik dari semua jaringan atau paralegal.
“Kepentinganya supaya kita berjejaring, lebih terstruktur dan bisa dipertukarkan. Tapi tidak harus menggunakan sistem komputer juga. Data yang sudah masuk di sini bisa diformat dalam pdf, xml, lalu bisa didistribusikan atau dirujuk ke beberapa lembaga bantuan hukum. Misalnya, melalui Kemenaker dan beberapa lembaga lain yang berkepentingannya,” papar Khayat di depan semua peserta workshop di hari ketiga.
Sebelumnya, selama hari pertama dan kedua wokshop, peserta juga sudah sama-sama membahas dan saling merumuskan terkait penanganan kasus. Selain teknis penanganan kasus, juga didiskusikan bersama terkait tantangan serta perkembangan update informasi kebijakan perlindungan pekerja migran Indonesia.
Sementara menurut Ridwan Wahyudi, program manager Infest menjelaskan, sistem manajemen penanganan kasus bagi PMI juga sangat penting sebagai sebuah alat kerja bersama untuk memudahkan organisasi masyarakat ini menjalankan aktivitas perlindungan, seperti penanganan kasus.
“Sistem tersebut bukan sekedar aplikasi, tapi juga berfungsi sebagai transfer pengetahuan antar organisasi masyarakat sipil baik level nasional maupun daerah yang berkecimpung dalam ranah perlindungan pekerja migran,” ungkap Ridwan.
Infest Yogyakarta sendiri sejak awal 2018 mulai mengorganisir warga di 6 desa di Kabupaten Ponorogo dan Blitar. Dua daerah tersebut sebagai model penguatan perlindungan PMI yang akan dilakukan di tingkat desa oleh Komunitas Organasisi Pekerja Migran Indonesia (KOPI) yang sudah dibentuk oleh warga dan Pemdes. Sedangkan untuk wilayah luar negeri, daerah yang dipilih adalah Malaysia, khususnya di negeri johor baru. Sistem manajemen penanganan kasus pekerja migran ini nantinya akan memudahkan pihak terkait dalam penyelesaian kasus ketenagakerjaan.
Penggolongan kasus yang menimpa pekerja migran ini nantinya akan memudahkan mereka dalam penyelesaian masalah. Peran stakeholder pendukung pekerja migran seperti komunitas, lembaga swadaya masyarakat dan aktivis penggiat sangat diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan pekerja migran.