Kuala Lumpur–Kompleksitas permasalahan buruh migran Indonesia di Malaysia telah memunculkan pelbagai inisiatif yang didorong oleh komunitas buruh migran untuk menciptakan ruang perlindungan yang lebih baik. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Komunitas Serantau. Dalam memperingati 3 tahun berdirinya organisasi, Komunitas Serantau menggelar agenda bertajuk “Sehari Bersama Serantau” di kantor Projek Dialog pada Minggu, 25 Februari 2018.
“Kami ingin berbagi tradisi dan budaya bersama warga tempatan dan sekaligus sosialisasi perlindungan kepada buruh migran di Malaysia,” pungkas Nasrikah, selaku koordinator Komunitas Serantau, pada acara tersebut.
Rangkaian kegiatan ditampilkan seperti demo memasak kuliner khas nusantara seperti Bakso, Rujak dan Soto. Selain itu, pembacaan puisi dan tari Jaipong juga diperagakan di pembuka acara diskusi bersama KBRI Kuala Lumpur. Nasrikah menambahkan bahwa penampilan tersebut sengaja diperagakan untuk mengeratkan pertalian antara Indonesia dan Malaysia yang serumpun.
Terdapat isu fundamental yang tak luput dari pembahasan pada kegiatan dialog bersama KBRI Lumpur. Hal ini terkait dengan hak pendidikan bagi anak-anak buruh migran di Malaysia yang tidak berdokumen. Hak fundamental itu rasanya masih sulit dipenuhi oleh negara karena kerajaan Malaysia masih melarangnya.
“Khusus di Semananjung Malaysia, tidak boleh ada CLC (Community Learning Center.red),” ungkap Yusron Ambari, Koordinator Fungsi Konsuler KBRI Kuala Lumpur, pada acara tersebut.
Yusron menambahkan bahwa CLC saat ini hanya diakui di negeri bagian Sabah saja, tapi tidak di Malaysia Semananjung. Sekitar 200 CLC tersebar di sana, termasuk di dalamnya sekolah perbatasan Sabah dengan model boarding school untuk tingkat SMA dan sederajat. Untuk itu, pihaknya akan bekerja sama dengan paroki atau pesantren di Indonesia untuk membuka cabang di sana.
Komitmen Duta Besar Indonesia, Rusdi Kirana, melalui Yusron mengatakan bahwa kehadirannya untuk memenuhi hak pendidikan bagi anak-anak buruh migran memang masih mengalami kendala, khususnya mengahadirkan CLC di Semananjung Malaysia, tapi bukannya akan berhenti di situ. Upaya akan selalu dilakukan oleh pemerintah perwakilan untuk memenuhi hak warga negara, terutama hak pendidikan bagi anak-anak buruh migran.
Terlebih lagi, katanya, dengan perkiraan lebih dari 4 juta WNI di Malaysia di mana setengahnya tidak berdokumen juga menjadi tantangan bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada seluruh WNI. Tiidaklah mungkin pemerintah perwakilan mampu menyelesaian seluruh permasalahan yang dihadapi oleh setiap WNI. “Setidaknya kita punya prioritas, seperti hak pendidikan dan WNI yang memiliki potensi risiko bahaya tertinggi memperoleh perlakuan khusus untuk ditangani,” tutupnya Yusron B. Ambary.