Kuala Lumpur—KBRI Kuala Lampur langsung bertindak reaktif atas keluhan mengenai sulitnya membuat SPLP yang disampaikan oleh SW kepada Serantau pada Jumat, (19/08/2016) (KBRI Kuala Lumpur Menerapkan Prosedur yang Ketat untuk Penerbitan SPLP). KBRI Kuala Lumpur langsung menghubungi Redaksi Serantau untuk mengklarifikasi keluhan tersebut dan akhirnya pada Rabu, (24/08/2016), kasus SW atas telah selesai.
Pada pertemuan tersebut yang juga dihadiri oleh Serantau, Judha Nugraha, Konsuler KBRI Kuala Lumpur mengatakan bahwa kita mesti bertindak ketat dan cermat untuk menertibkan prosedur dalam penerbitan SPLP. Banyak sekali paspor dan SPLP disalahgunakan oleh oknum.
“Petugas kami memiliki kewenangan untuk menertibkan dokumen TKI,” kata Judha dari fungsi konsuler KBRI Kuala Lumpur kepada Serantau.
Melalui Sistem Informasi Managemen Keimigrasian (SIMKIM), pemerintah sebenarnya tidak ingin mempersulit buruh migran. Malah dengan adanya sistem tersebut pemerintah memiliki data yang valid dan mencegah pemalsuan yang dialami oleh buruh migran. Sehingga memudahkan kerja-kerja perlindungan pada masa mendatang. Akan tetapi kemudahan itu malah dimanfaatkan oleh oknum untuk menipu buruh migran kita.
“Kita tidak anti kritik, silakan awasi kinerja kita, tapi mesti fair (berimbang)” Judha menambahkan.
Sementara itu, SW merasa lega karena dokumennya telah terselesaikan. Dokumen selesai dalam waktu yang sangat singkat, sehingga SW dan istrinya WK bisa secepatnya langsung pulang, “Cepat mas, tidak ada pertanyaan macam-macam,” kata SW kepada Serantau hari ini (24/08/2016).
Dalam mencermati kasus ini, Rahim Sitorus dari Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM) mengungkapkan bahwa hal tersebut adalah kasuistik dan masih belum menyelesaikan permasalahan pelayanan secara sistematik. Masih ada pekerja rumah yang seharusnya ditingkatkan oleh KBRI Kuala Lumpur dan semua kantor perwakilan pemerintah di luar negeri. Khususnya negara-negara yang jumlah buruh migrannya sangat banyak.
“Buruh migran masih belum merasakan seperti di rumah sendiri ketika berada di KBRI/KJRI di semua negara penempatan,” kata Sitorus di Jakarta yang dihubungi melalui Whats App oleh Serantau.
Untuk itu ke depan, kita berharap buruh migran seperti berada di hotel bintang lima dengan pelayanan prima ketika berada di kantor perwakilan pemerintah. Para staf itu harus memiliki perspektif melindungi kepada buruh migran kita. Rupanya revolusi mental Jokowi masih belum menyentuh ke kantor perwakilan pemerintah. “Buruh migran itu salah satu penopang perekonomian Indonesia, baik itu ditingkat makro maupun mikro ekonomi. Sehingga harus dilayani dengan baik,” tutup Sitorus.
Seperti yang telah diberitahukan sebelumnya bahwa SW (42 tahun) bersama istrinya WK (38 tahun) telah ditolak dan tidak memperoleh SPLP dari Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur pada hari Jumat, (19/08/2016). Pasalnya SW dan istrinya WK tidak dapat menunjukkan surat kehilangan paspor dari kepolisian. Keduanya merasa persyaratan tersebut sangat sulit untuk dipenuhi untuk pembuatan SPLP. Padahal keduanya menjadi tidak berdokumen sejak Desember 2015 lalu lantara paspor dan uangnya dibawa kabur oleh agen yang tidak bertanggungjawab ketika memperpanjang permit kerja.