Rembug Desa Peduli TKI, SBMI Banyuwangi Hubungkan Desa dan Komunitas

Author

Muhammad Irsyadul Ibad, Direktur Infest Yogyakarta saat memfasilitasi rembug Pemerintahan Desa dan Komunitas TKI di Banyuwangi
Muhammad Irsyadul Ibad, Direktur Infest Yogyakarta saat memfasilitasi rembug Pemerintahan Desa dan Komunitas TKI di Banyuwangi

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Banyuwangi bersama Infest Yogyakarta menggelar “Lokakarya Perencaaan Saluran Informasi dan Desa Peduli Buruh Migran” (27/03/2016) di Balai Desa Sidorejo. Kegiatan yang diikuti anggota SBMI dan Perangkat Desa Sidorejo, Kecamatan Purwoharjo dan Tapanrejo, Kecamatan Muncar ini bertujuan untuk memetakan situasi migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di dua desa tersebut.

Komunitas TKI, Pemerintah Desa Sidorejo, dan Desa Tapanrejo saling bertukar informasi dan berkomitmen untuk membentuk desa peduli buruh migran. Komitmen ini akan dimulai dengan mewujudkan gagasan saluran informasi buruh migran di masing-masing desa. Penyediaan informasi migrasi ketenagakerjaan menjadi krusial karena persoalan TKI yang selama ini muncul, berawal dari minimnya akses dan layanan informasi bagi TKI dan keluarganya.

“Kasus penipuan, penahanan dokumen, gaji tidak dibayar, penempatan tanpa prosedur hingga perdagangan manusia terjadi karena minimnya informasi yang bisa diakses, seandainya ada informasi, selalu berasal dari sumber-sumber info yang tidak bisa dipertanggungjawabkan (calo, PPTKIS), gagasan perlindungan TKI dari hulu yang akan kami lakukan itu sederhana, yaitu bagaimana Pemerintahan Desa bisa terhubung dan berkolaborasi dengan Komunitas TKI untuk penyediaan dan distribusi informasi serta pendampingan penanganan kasus dan pemberdayaan bagi TKI dan keluarganya.” tutur Wawan Kuswanto Kadir, Ketua SBMI DPC Banyuwangi.

Muhammad Irsyadul Ibad, fasilitator lokakarya dari Infest Yogyakarta selama ini Dinsosnakertrans selaku badan publik yang bertanggungjawab terkait migrasi ketenagakerjaan di daerah, tidak menyediaan layanan informasi hingga tingkat desa, akibatnya desa tidak memiliki peran untuk ikut melindungi warganya yang menjadi TKI. Melalui lokakarya ini Irsyadul Ibad berharap Desa dan komunitas mampu berkolaborasi untuk mengelola informasi untuk disebarluaskan di masyarakat.

“Bagaimana kami bisa benar-benar melindungi warga yang menjadi TKI, jika informasi dari Dinsosnakertrans putus, tidak sampai ke desa, jangankan tentang penangan kasus warga saya yang mengalami masalah di luar negeri, peraturan tentang biaya penempatan, prosedur migrasi, dan undang-undang terkait TKI saja kami nol puthul (tidak tahu sama sekali),” ungakap Suryo Atmojo, Kepala Desa Tapanrejo, Muncar, Banyuwangi.

Sependapat dengan Kepala Desa Tapanrejo, Susianto, anggota SBMI Banyuwangi juga menyatakan bahwa pola distribusi informasi dari Dinsosnakertrans masih kuno dan tidak efektif, para pihak terkait migrasi TKI di Banyuwangi (Kades, aktivis, PJTKI/PPTKIS) hanya dikumpulkan di satu tempat, kemudian diberi ceramah, pulang diberi uang transport dan tidak bekelanjutan.

Pada akhir sesi lokakarya, peserta merencanakan beberapa agenda lanjutan antara lain meminta informasi kepada badan publik terkait, mengidentifikasi media yang tepat untuk distribusi informasi, serta menyepakati komitmen untuk mewujudkan cita-cita desa peduli buruh migran yaitu desa yang mampu memenuhi hak informasi, mendampingi TKI dan keluarganya untuk penanganan kasus dan pemberdayaan, serta desa yang mengakui komunitas TKI sebagai aset desa.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.