Nur Khatimah, buruh migran asal Ponorogo terbebas dari tuntutan PJTKI yang memberangkatkannya setelah melakukan mediasi dengan bantuan SBMI DPC Ponorogo yang bertempat di P4TKI Madiun. Cerita Nur Khatimah bermula ketika Februari 2015 ia direkrut oleh pekerja lapangan (PL) bernama Prans yang beralamat di Balong, Ponorogo, untuk dimasukkan ke PT. Al-Ghoni Haflah Abadi dengan negara tujuan Hong Kong sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT).
28 Februari 2015, Nur Khatimah melakukan medical checkup pertama kali dan hasilnya fit. Bulan Mei 2015 masuk ke PT. Al-Ghoni Haflah Abadi di Ponorogo dan ketika Nur Khatimah bertanya kapan dilakukan pengambilan sidik jari, pihak PT kemudian mengatakan jika Nur Khatimah un fit.
PT bertanya pada Nur Khatimah apakah mau pindah negara tujuan, Nur Khatimah setuju dan akhirnya pindah negara tujuan ke Singapura dengan berbagai pernawaran dan potongan ringan bila bekerja di Singapura. Nur Khatimah menjalani pendidikan atau pelatihan selama 4 bulan di penampungan. 18 September 2015, PT. Al-Ghoni Haflah Abadi menyuruh Nur Khatimah membuat pernyataan tertulis tangan yang isinya menyatakan jika Nur Khatimah tidak finish kontrak atau meminta pulang sebelum potongan gaji selesai maka harus membayar denda sebesar Rp.21 juta.
Setelah membuat surat tersebut akhirnya Nur Khatimah diberangkatkan ke Jakarta dan tanggal 21 September 2015 terbang ke Singapura. Majikan mengambil Nur Khatimah di agen tanggal 2 Oktober 2015. Baru bekerja beberapa hari, Nur Khatimah kabur dari rumah majikan pada 8 Oktober 2015 karena sering dipukuli di bagian kepala dan sering diomeli. Nur Khatimah kabur dan pergi ke KBRI Singapura.
Tanggal 20 Oktober 2015, Nur Khatimah kembali ke agen atas kemauan sendiri karena ingin bekerja lagi. Karena paspor masih ditahan majikan, Nur Khatimah tidak mau tanda tangan pindah majikan dan akhirnya ia kabur lagi ke KBRI. Selama di KBRI Nur Khatimah menghubungi keluarga di Indonesia lewat SMS dengan meminjam handphone milik teman di KBRI. Setelah mendapat kabar dari Nur Khatimah, keluarga di rumah menghubungi SBMI Ponorogo untuk meminta bantuan. Akhirnya SBMI Ponorogo menghubungi KBRI Singapura dan menjelaskan kasus Nur Khatimah. Nur Khatimah akhirnya pulang ke Indonesia tanggal 20 November 2015.
Tanggal 12 Desember 2015 pihak PT. Al-Ghoni Haflah Abadi mendatangi rumah Nur Khatimah dan menyuruh Nur Khatimah untuk datang ke PT. Jika tidak datang sampai tanggal 16 Desember 2015 pihak PT akan melaporkan Nur Khatimah ke polisi. Nur Khatimah memberikan kuasa kepada SBMI Ponorogo untuk membantu menyelesaikan kasusnya. 28 Januari 2016 SBMI menemui P4TKI Madiun untuk konsultasi mengenai kasus Nur Khatimah. P4TKI menyarankan SBMI mengirimkan surat pengaduan ke LP3TKI Surabaya secara tertulis. Setelah mendapat laporan dari SBMI, LP3TKI Surabaya dan P4TKI Madiun melakukan konfirmasi kepada PT. Al-Ghoni Haflah Abadi. Kemudian disepakati tanggal 16 Maret 2016 SBMI dan pihak PT. Al-Ghoni Haflah Abadi serta korban diundang untuk melakukan mediasi di kantor P4TKI Madiun.
Awalnya PT. Al-Ghoni Haflah Abadi bersikeras meminta Nur Khatimah membayar biaya penempatan, namun pihak SBMI Ponorogo memperjuangkan agar korban dibebaskan dari denda. Dengan dasar Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) No.21 tahun 2007 akhirnya PT. Al-Ghoni Haflah Abadi membebaskan denda sebesar Rp.21 juta kepada Nur Khatimah. Semua biodata Nur Khatimah seperti KTP, KK, Surat Nikah dan paspor dikembalikan tanpa biaya apapun. Sayangnya dalam perjanjian tersebut, masih ada poin yang merugikan buruh migran yang menyatakan jika akan berangkat ke luar negeri kembali maka harus menggunakan jasa PT. Al Ghoni Haflah Abadi.
boleh minta nomor SBMI