Sidang mediasi sengketa informasi (4/3/15) antara Nisrina Muthahari dihadiri kuasa Bobi Anwar Maarif serta Hariyanto dan termohon Tim Kemenaker. Kuasa Kemenaker diwakili oleh Bambang Adi, Cahyo Hadi, Ratna Nugrahanti, dan M.Fahri, dengan pokok gugatan info seputar asuransi TKI. Mediator pada sidang sengketa informasi asuransi TKI adalah Rumadi Ahmad, salah satu komisioner Komisi Informasi. Sidang berlangsung lancar dan Kemaker cukup kooperatif.
Nisrina Muthahari sebelumnya mengajukan 7 pokok permintaan informasi pada Kemenaker. Pertama mengenai kronologi penunjukan 3 konsorsium asuransi TKI, kuasa Nisrina meminta Kemenaker merinci kronologi penunjukan 3 konsorsium asuransi TKI. Kuasa Nisrina juga meminta Kemenaker merinci info penunjukan 3 konsorsium asuransi dari latar belakang sampai dengan penetapan.
Informasi kedua yang diminta Nisrina kepada Kemanker adalah data profil 3 konsorsium asuransi serta perwakilannya di daerah dan luar negeri. Mengenai hal itu Kemenaker berkomitmen memberikan pada pemohon. Permintaan informasi ketiga mengenai dokumen Kemenaker mengenai penunjukan broker/pialang asuransi lama (PT.Paladin). Bobi dan Hari menyampaikan jika alasan permintaan Kepmen karena penetapan PT.Paladin tidak diunggah di web JDIH Kemenaker.
Tidak diunggahnya dokumen penetapan broker atau pialang asuransi TKI di web JDIH Kemenaker menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas PT.Paladin. Melalui mediasi di Komisi Informasi Pusat, Kemenaker bersedia memberikan dokumen penetapan PT.Paladin kepada pemohon. Permintaan informasi keempat mengenai profil pialang 3 konsorsium baru bersedia diberikan oleh Kemenaker. Permintaan informasi kelima mengenai data kepesertaan BMI pada program asuransi di 3 konsorsium (jumlah dana terkumpul dan klaim) juga dipenuhi.
Sayangnya permintaan keenam mengani data kepesertaan BMI pada konsorsium lama (Proteksi TKI) tak bisa dipenuhi. Kemenaker hanya memberi data akumulasi kepesertaan TKI pada konsorsium Proteksi, itupun tak jelas data tahun berapa. Atas informasi yang tidak lengkap tersebut, kuasa Nisrina menolak menerima informasi tersebut, karena sudah menjadi ketentuan hukum bahwa konsorsium Proteksi TKI wajib lapor pada Kemenaker mengenai pengelolaan dana asuransi.
Tidak dimilikinya informasi laporan konsorsium asuransi Proteksi, akan menegaskan jika Kemenaker tak melakukan pengawasan dengan baik. Bagaimana mungkin konsorsium Proteksi TKI yang sejak 2006-2013 beroperasi hanya menerima dana 4,9 Milyar dari jutaan buruh migran. Prediksi berdasar data penempatan TKI BNP2TKI 2006-2012, dana asuransi TKI mencapai 1,6 Triliun.
Rumadi, mediator dan Komisioner Komisi Informasi Pusat memberi waktu Kemenaker untuk melacak ketersediaan informasi soal kepesertaan, jumlah dana terkumpul dan klaim hingga mediasi kedua. Tak jelasnya data dan info kepesertaan TKI pada program asuransi TKI akan melahirkan kecurigaan soal tata kelola dana asuransi.
Agar publik (buruh migran) jelas dan tak curiga, maka Nisrina juga menanyakan mekanisme pengawasan asuransi TKI. Soal mekanisme pengawasan asuransi, di era Menteri Hanif Dhakiri, Kemenaker memastikan sudah ada perbaikan dan siap untuk menginfokan pada publik. Mari awasi program asuransi TKI, desak Menteri Hanif Dhakiri untuk taat hukum, bahwa subyek hukum yang wajib membayar asuransi BMI adalah PPTKIS/PJTKI, bukan TKI/BMI. Sedangkan fakta di lapangan, TKI/BMI yang dipaksa membayar premi asuransi TKI.