Melindungi Hak-Hak Anak Buruh Migran

Author

Iustrasi Hak-Hak Anak
Iustrasi Hak-Hak Anak

Buruh migran Indonesia yang berada di luar negeri terbilang banyak. Hampir sebagian besar buruh migran Indonesia pun didominasi oleh kaum perempuan, baik yang belum dan sudah berumah tangga. Ada banyak faktor yang sebenarnya membuat BMI melakukan migrasi ke luar negeri, salah satunya karena terbatasnya lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia.

Jika ada pilihan pekerjaan pas di dalam negeri, tentu mereka akan lebih senang bekerja di dalam negeri daripada di luar negeri. Terlebih lagi bagi pekerja yang sudah berumah tangga dan memiliki buah hati, bekerja di luar negeri rupa-rupanya adalah pilihan tersulit. Pasalnya masa perkembangan dan pertumbuhan buah hati atau anak akan terlewatkan begitu saja ketika bekerja di luar negeri. Padahal anak-anak membutuhkan orang tua yang selalu berada di sampingnya. Anak-anak sebagaimana tercantum dalam undang-undang Perlindungan Anak berhak mendapatkan kasih sayang, perlindungan, rasa aman, ataupun hak mendapat pendidikan yang layak.

Masa awal pertumbuhan anak pada umur 0-5 tahun merupakan masa berharga bagi anak. Farida Hanum, dosen Sosilogi Pendidikan UNY, mengungkapkan jika ibu-ibu calon pekerja migran hendaknya mengurungkan diri untuk bekerja ke luar negeri lebih dulu ketika memiliki anak di umur 0-5 tahun. Di masa yang sering disebut sebagai golden age itu anak akan melalui proses terpenting seperti mengidentifikasi, meniru, menyerap apa yang ada di lingkungannya. Untuk itulah orang tua sebisa mungkin untuk selalu berada di dekat anak.

Ketika memasuki masa sekolah anak akan mulai mengidentifikasikan dirinya pada guru di sekolah. Dan ketika mulai memasuki masa remaja, anak-anak akan mengidentifikasikan dirinya pada teman sebaya atau teman sekelompok. Masa remaja ini juga termasuk masa yang rawan, jika di masa remaja anak berada di lingkungan yang salah atau berkawan dengan teman-teman yang salah maka akan salah juga jadinya.

“Sebaiknya perempuan yang menjadi buruh migran mengurungkan diri untuk bekerja ke luar negeri jika memiliki anak di umur 0-5 tahun agar bisa mengetahui perkembangan emas anak,” ujar Farida Hanum.

Namun jika memang harus ditinggalkan untuk bekerja di luar negeri karena mendesaknya kebutuhan ekonomi, maka ayah harus bisa berperan ganda untuk menjadi pengganti ibu. Selain itu menurut Farida, anak-anak bisa juga dititipkan pada orang-orang yang bisa menggantikan sosok ibu yang sedang bekerja di luar negeri.

“Harus ada yang bisa menggantikan peran sebagai ibu, misalnya lewat sosok nenek atau sosok tante di dalam keluarga,”ujar Farida.

Nenek atau tante dalam keluarga harus bisa berperan menjadi ibu yang bukan hanya memberikan makan dan uang jajan saja, tapi juga memberikan keamanan, perlindungan, kasih sayang, dan perhatian. Wali harus mempunyai komitmen terhadap anak dengan segala kebutuhan psikologisnya. Keseimbangan kebutuhan antara kebutuhan fisik dan rohani bagi anak akan sangat penting. Sekali lagi, anak berhak mendapatkan kehangatan, kasih sayang, perlindungan, keamanan, dan pendidikan sesuai apa yang termaktub dalam UU Perlindungan Anak.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.