Sekitar 1000 orang Buruh Migran Indonesia (BMI) yang tergabung dalam Jaringan BMI Cabut UU PPTKILN No 39/2004 berkumpul di Lapangan Sepakbola Victoria Park, Causeway Bay, Hong Kong dari pukul 09:00 pagi sampai 13:00 siang waktu setempat untuk menghadiri Indonesian Migrant Speak Out.
Acara dibuka dengan istighosah akbar bertema “Menggugah Nurani Pejabat Negeri Untuk Segera Memenuhi Tuntutan Buruh Migran Indonesia”. Program dilanjutkan dengan Speak out yang menghadirkan beberapa korban dari penipuan KTKLN, pelarangan pindah agen (system online) dan perbudakan hutang akibat potongan biaya agen yang berkali-kali. Diantara kisah sedih buruh migran tersebut, juga diselingi pentas seni yang turut meramaikan jalannya acara.
Tepat pukul 13:00 siang, massa aksi berkarnaval menuju kantor Konsulat Republik Indonesia di Hong Kong yang berlokasi di Kenswick Street, Causeway Bay untuk menyerahkan petisi berisi tuntutan mendesak buruh migran di Hong Kong dan Macau.
Petisi yang didukung oleh lebih dari 55 organisasi dan individu itu, menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menghapus KTKLN, mencabut peraturan tentang kewajiban asuransi TKI, menghapus pelarangan pindah agen dan sistem online, memberlakukan kontrak mandiri, segera membuka konter pelayanan kasus bagi BMI di Macau, serta menciptakan undang-undang perlindungan sejati yang berprinsip kepada isi dari Konvensi PBB tahun 1990 tentang perlindungan buruh migran dan Konvensi Perlindungan PRT (C I89). Petisi juga dikirim kepada menteri-menteri, DPR dan lembaga yang mengurus persoalan TKI.
Di sela-sela orasi dari perwakilan Jaringan BMI dan pendukung dari grup lokal Hong Kong, para demonstran juga melakukan aksi menutup mulut dengan masker yang diiringi sholawatan. Massa kembali ke Victoria Park pukul 14:00 siang untuk bergabung dengan buruh lokal yang diorganisir oleh HK Confederation of Trade Union (HKCTU) dan Asian Migrants Coordinating Body (AMCB).
Bersama buruh migran asal Filipina, Thailand, Sri Lanka, Nepal serta buruh lokal, BMI melanjutkan demonstrasi menuju kantor pemerintah Hong Kong. Mereka menuntut penghapusan praktek pengucilan sosial dengan jalan menaikan upah, menghapus pengaturan visa yang diskriminatif serta mengijinkan pembantu rumah tangga migran untuk bebas keluar rumah sesuai kehendak mereka (live-out).