Koalisi Organisasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (KOTKIHO), sejak bulan bulan November 2012, melayani pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Di saat banyak organisasi menolak dengan tegas keberadaan KTKLN, KOTHIKO justru mencari penyelesaian jalan tengah dengan cara memfasilitasi Buruh Migran Indonesia (BMI) yang ada di Hong Kong untuk membuat KTKLN secara gratis.
KOTKIHO melakukan hal itu, karena mereka beranggapan bahwa BMI saat ini mau tak mau harus memiliki KTKLN. Penyelenggaraan acara tersebut diikuti oleh banyak BMI di Hongkong. “Secara prinsip kami sebenarnya
menolak KTKLN, tapi kami sebagai organsasi advokasi yang membela hak kaum buruh, tidak akan tinggal diam. Ketika kawan-kawan kami tertindas, demo dan dialog sudah kita lakukan, tapi hasilnya nihil, akhirnya kami cari solusi terbaik untuk kawan-kawan yaitu melobi pemerintah, supaya KTKLN bisa dibuat di Hong Kong. Akhirnya kami ditunjuk dan siap manjalankan amanah ini,” tutur Nur Halimah selaku Ketua KOTKIHO.
Nur Halimah menuturkan, setiap minggunya KOTKIHO melayani pengajuan pembuatan KTKLN sebanyak 400 orang. Kesulitan yang dialami adalah terlalu banyaknya BMI antri hingga mencapai 800 orang dan polisi pun kewalahan mengatur BMI. “Pada akhirnya, diputuskan untuk pengajuan dengan sistem dikirim melalui pos supaya kami bisa mengendalikannya,” Tambah Nur Halimah.
Syarat yang dibutuhkan untuk pengajuan KTKLN di Hong Kong antara lain KTP Hong Kong (HK ID), paspor, kontrak kerja, kartu asuransi dari majikan, serta pas poto 4×6. Semua syarat tersebut di fotokopi, kemudian dikirim ke kantor KOTKIHO dengan mencantumkan nomor telpon, serta amplop kosong bertempelkan perangko yang disertai alamatnya sebagai surat balasan untuk menentukan kapan harus verifikasi. KTKLN bisa diambil dalam waktu 2 sampai 3 minggu.
Saat ditanya apakah ada dukungan dana dari pemerintah dalam hal ini BNP2TKI, Nur Halimah menjawab tidak ada sama sekali. Pun saat ditanya apakah Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong pernah menyambangi tempat pembuatan KTKLN di KOTKIHO, lagi-lagi Nur Halimah menjawab belum pernah.
Padahal, mesin untuk pembuatan KTKLN sudah tiba di KJRI Hong Kong sejak tahun 2011, tapi entah kenapa pembuatannya justru ditangani pihak swasta. Di sisi lain, KTKLN tetap bukan jaminan bagi BMI untuk lolos dari permasalah yang timbul. Buktinya, saat pulang ke tanah air atau kembali ke negara tujuan masih saja kena palak. Bahkan, meski telah memiliki KTKLN, masih ada saja BMI yang diharuskan membayar sekian ratus ribu rupiah dengan alasan KTKLN belum di validasi atau alasan lain yang dibuat-buat untuk mempersulit proses perjalanan TKI.
Apa yang dilakukan oleh KOTKIHO, adalah salah satu bentuk upaya untuk membantu buruh migran Indonesia di Hong Kong. Akan tetapi, pertanyaan selanjutnya yang perlu untuk diantisipasi adalah di mana peran pemerintah? Mengapa pelayanan KTKLN yang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah justru di serahkan kepada pihak swasta? KJRI Hong Kong harus menjawab pertanyaan tersebut!