Di penghujung 2012, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) memasukan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). RUU ini merupakan salah satu RUU yang muncul atas inisiatif DPR untuk merevisi UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN).
Sejauh ini, ada tiga materi RUU PPILN yang mendapat sorotan publik. Pertama, RUU PPILN masih menggunakan kata penempatan TKI bukan Perlindungan. Hal itu menunjukkan materi RUU PPILN masih menempatkan buruh migran sebagai sebuah objek sehingga membuka peluang terjadinya praktik perdagangan buruh dan memberi keuntungan untuk negara. Terlebih, ada pasal dalam RUU PPILN mewajibkan TKI membayar biaya penempatan.
Kedua, RUU PPILN juga mengabaikan persoalan khusus yang dihadapi oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW). Secara statistis, 75 prosen TKI di luar negeri berjenis kelamin perempuan dan 90 prosen dari mereka bekerja sebagai pekerja rumah tangga. RUU PPILN ini disusun miskin perspektif ketidakadilan jender sehingga pekerja migran ditempatkan sebagai entitas yang terpotong, semata pekerja, belum melihat sebagai manusia utuh yang berkeluarga, memiliki hasrat dan kebutuhan manusiawi yang perlu dipenuhi. Bahkan, standard baku perlindungan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya sebagaimana tercantum dalam Konvensi Migran 1990 terabaikan.
Ketiga, aroma bisnis dalam RUU PPILN juga masih terasa. Peran PPPILN/PPTKIS, Asuransi, dan Perbankan masih dominan. Pengaturan dan pengetatan terhadap PPPILN/PPTKIS tidak jauh berbeda dengan UU 39/2004 tentang PPTKILN. Lalu, pembagian peran dan kewenangan masih rancu, baik antara kementrian dan lembaga pemerintah terkait, maupun antara pemerintah dan pihak swasta dalam mengemban tanggung jawab perlindungan
Sejumlah asosiasi buruh migran dan lembaga swadaya masyarakat yang menaruh perhatian pada isu tersebut melakukan pelbagai cara untuk mengawal substansi RUU PPILN mampu melindungi buruh migran. Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM) coba memfasilitasi arus komunikasi antara buruh migran dan Panitia Khusus (Pansus) RUU PPILN untuk membangun komunikasi yang setara, dalam program Kawal RUU PPILN. PSDBM menerapkan tiga strategi untuk mengawal RUU PPILN agar mampu mengakomodasi kepentingan buruh migran.
Pertama, mendorong transparansi kerja Pansus RUU PPILN. Selama ini, hubungan antara DPRRI dan rakyat selalu berjarak. Sejumlah anggota Pansus RUU PPILN mengaku telah memperjuangkan aspirasi buruh migran, namun sejauh ini materi RUU masih jauh dari harapan. Untuk menjembatani komunikasi Pansus PPILN dan publik, PSDBM akan melakukan program Parlemen 2.0, yaitu seluruh sidang Pansus RUU PPILN akan dipantau melalui video streaming. Publik bisa melihat persidangan-persidangan yang diselenggarakan oleh Pansus secara langsung dan saat itu juga. Lewat, Parlemen 2.0 kinerja dan keberpihakan Pansus bisa dinilai secara objektif oleh publik.
Kedua, mendorong buruh migran untuk menyampaikan aspirasi secara langsung pada Pansus RUU PPILN. Selama ini aspirasi buruh migran masih tenggelam oleh hiruk-pikuk para politisi, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Untuk mengarusutamakan aspirasi buruh migran, PSDBM membuat video/audio aspirasi dimana para buruh migran bisa merekam pendapatnya dalam bentuk gambar bergerak (video) maupun suara (audio) untuk disampaikan ke Pansus RUU PPILN. Video dan audio bisa dibuat dengan kameran handphone, kamera digital, maupun webcam.
Ketiga, membangun jaringan kerja multipihak untuk mengawal RUU PPILN. Jaringan kerja multipihak fokus pada pembangunan opini, analisis kritis isi RUU, dan mendesak aspirasi buruh migran masuk dalam materi pembahasan RUU PPILN. PSDBM terlibat dalam pelbagai koalisi yang fokus mengawal RUU PPILN, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Bahkan, dialog-dialog lintas pelaku juga diselenggarakan, misalnya pelibatan kepala desa yang tergabung dalam Gerakan Desa Membangundalam koalisi kawal RUU PPILN.
Kerja pengarusutamaan isu melalui media dan pengelolaan informasi menjadi hal yang tak terlupakan. PSDBM membuat website khusus untuk mengawal RUU PPILN yang menjadi kanal informasi, baik video streaming, video aspirasi, maupun dokumentasi dan kajian atas RUU PPILN. Kampanye di dunia sosial media juga dilakukan melalui Facebook dan Twitter. PSDBM berharap strategi di atas mampu membangun kolaborasi kerja yang apik antara Pansus RUU PPILN, Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, asosisasi buruh migran, maupun buruh migran secara langsung.
Yossy Suparyo, Koordinator Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM)