Bekerja jauh dari kampung halaman seringkali bukan merupakan pilihan utama. Itu juga yang dirasakan oleh Siti Muniroh, warga desa Dawuhan Wetan, kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Akan tetapi, lagi-lagi masalah ekonomi menghimpit keluarga pasangan Aslafudin ini. Akhirnya, Siti Muniroh memutuskan untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Selama empat tahun Siti Muniroh bekerja di luar negeri. Empat tahun itu, ibu dari seorang putri ini telah bekerja di Malaysia dan Arab Saudi sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT). Tampaknya pengalaman empat tahun di negeri orang dirasa cukup untuk tidak bekerja di luar negeri lagi oleh perempuan yang kini bertempat tinggal tidak jauh dari desa Dawuhan Wetan, Kedungbanteng, Banyumas.
“Apalagi sekarang sudah semakin tua. Tenaganya sudah tidak seperti dulu lagi.” tutur Siti Muniroh, saat wawancara Jumat sore, 18 Mei 2012 silam.
Berbekal modal yang didapat dari bekerja sebagai buruh migran, dan juga pengalaman dari dua negara tempatnya bekerja, Siti Muniroh memutuskan membuka usaha untuk tetap mendapatkan penghasillan selepas kerja sebagai buruh migran. Saat itu yang terpikirkan adalah membuat usaha makanan kecil. Bersama suami, perempuan yang kini tengah berbadan dua ini menyadari bahwa jika dia membuat jenis jajanan yang sudah ada, pasar akan sulit untuk menerimanya. Karena sudah terdapat pemasok lama bagi para pedagang.
Berdasar pertimbangan tersebut, bu Siti, panggilan akrabnya, mencari inovasi baru untuk produknya. Akhirnya, dia menggabungkan pengalaman dari dua negara tempatnya bekerja selama empat tahun sebelumnya. Hasilnya, jajanan kacang hijau dari Malaysia yang dibungkus tepung berbentuk segitiga dari Arab Saudi. Untuk menyesuaikan dengan selera Indonesia, kemasan tepungnya dibentuk seperti jajanan pisang molen dari Indonesia.
Produk inovatif ini dinamakan Moka, kependekan dari Molen Kacang hijau. Moka langsung diterima pasar karena keunikan bentuk dan rasanya. Sehari, dengan 5 pekerja, Moka dapat diproduksi 300 bungkus. Satu bungkus berisi 10 buah moka, dijual dengan harga Rp. 1.800/bungkus. Omzet yang bisa diraup dari penjualan moka ini mencapai Rp. 500.000/hari.
Saat ini, usaha Moka ini baru saja dilengkapi oleh mesin pemotong adonan yang dipesan dari pengrajin desa tetangga. Diharapkan dengan adanya mesin pemotong adonan ini, produksi perhari bisa meningkat menjadi 500 bungkus/hari.
Produksi jajanan unik ini bukan tanpa kendala. Moka masih menyisakan kendala masalah kemasan. Karena molen kacang hijau ini paling enak dimakan sesaat sehabis digoreng. Masalahnya, proses produksi hari ini dijual keesokan harinya. Otomatis kerenyahannya sudah berkurang. Jajan inovatif inipun hanya bertahan satu hari. Siti Muniroh berharap akan ada bimbingan pemecahan masalah tersebut sekaligus teknik pemasaran untuk penganan hasil kreasi paduan dua negara yang disesuaikan dengan lidah Indonesia ini.
Hasil inovasi Siti Muniroh dapat menjadi contoh bagi buruh migran lainnya untuk dapat menyerap pengalaman di luar negeri yang kemudian dipadukan dengan citarasa Indonesia, sehingga bisa menghasilkan peluang kemandirian di negeri sendiri.Saat ini, usaha Moka ini baru saja dilengkapi oleh mesin pemotong adonan yang dipesan dari pengrajin desa tetangga. Diharapkan dengan adanya mesin pemotong adonan ini, produksi perhari bisa meningkat menjadi 500 bungkus/hari.
Produksi jajanan unik ini bukan tanpa kendala. Moka masih menyisakan kendala masalah kemasan. Karena molen kacang hijau ini paling enak dimakan sesaat sehabis digoreng. Masalahnya, proses produksi hari ini dijual keesokan harinya. Otomatis kerenyahannya sudah berkurang. Jajan inovatif inipun hanya bertahan satu hari. Siti Muniroh berharap akan ada bimbingan pemecahan masalah tersebut sekaligus teknik pemasaran untuk penganan hasil kreasi paduan dua negara yang disesuaikan dengan lidah Indonesia ini.
Hasil inovasi Siti Muniroh dapat menjadi contoh bagi buruh migran lainnya untuk dapat menyerap pengalaman di luar negeri yang kemudian dipadukan dengan citarasa Indonesia, sehingga bisa menghasilkan peluang kemandirian di negeri sendiri. [oleh: Pradna]