Kelas Wirausaha Bagi TKI Singapura Makin Diminati

Author

Bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) bukan asing lagi, tetapi PRT yang berubah menjadi seorang pengusah adalah terobosan baru bagi ratusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Singapura. Setelah enam hari bekerja, pada hari Minggu para TKI Singapura menyempatkan waktu liburannya untuk pembelajaran wirausaha di International Singapore School (ISS). Melalui program kewirausahaan ini, para TKI dilatih agar berani bergaul dengan teman-teman baru. Berani interaksi dan berani untuk belajar.

Saat acara penyambutan murid baru di ISS pada Minggu, 8 Juli 2012 jumlah peserta TKI yang mendaftarkan diri semakin bertambah. Pekerja Rumah Tangga (PRT) bersemangat untuk mengikuti program pelatihan yang diselenggaran oleh Devolepment Grup bersama Ciputra Entrepeuner Jakarta.

Bahkan proses pembelajaran dari pukul 10.45  sampai 13.45 waktu Singapura selama kurang lebih enam bulan, sudah melahirkan TKI yang mempraktikan bakat dalam berwirausaha. Salah satunya adalah TKI yang membuat minuman soya bean lalu menawarkan kepada teman-teman sekolahnya.

Langkah awal yang dipraktikan adalah dia mencari pelanggan, bukan mencari keuntungan. Melalui langkah yang baik itu, diharapkan setelah pulang ke Indonesia dia bisa mengembangkan bakat untuk memperluas jaringan bisnisnya.

Sebagai TKI di Singapura, mereka sadar akan ‘Larangan’ melakukan bisnis atau jualan oleh Kementrian Tenaga Kerja Singapura (MOM). Karena sudah ada undang-undang yang menyatakan, ‘Pekerja Rumah Tangga dilarang melakukan pekerjaan di luar alamat majikan’. Namun, larangan itu semestinya hanya berlaku jika si pekerja rumah tangga melakukan kerja sambilan ‘Part Time’ di rumah-rumah orang lain atau menjual barang-barang seperti  MLM.

Program wirausaha tidak bisa berjalan hanya dengan mengandalkan teori saja tanpa praktik. Langkah baik, jika ‘Murid Entrepeuner yang sekaligus Pekerja Rumah Tangga’ bisa mempraktikan bakatnya seperti memasak, menjahit, dan lain-lain diizinkan membuat katering makanan untuk acara ulang tahun teman-temannya dan menjual makanan khas Indonesia atau membuat rancangan baju sendiri lalu memasarkannya di lingkungan Singapura.

Ancaman hukuman bagi TKI yang melakukan pekerjaan sambilan inilah yang membuat ruang praktik bagi PRT tidak nyaman dan leluasa.  Jika kegiatan wirausaha ketahuan oleh MOM, PRT akan dipulangkan atau dikenakan denda dan tidak bisa bekerja lagi di Singapura.

Diharapkan dalam jangka waktu lima tahun ke depan PRT Indonesia bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri dan juga membuka pekerjaan untuk orang yang kurang beruntung. Penanaman kesadaran diri pada PRT harus semakin tinggi agar tidak lagi bergantung dari pendapatan bekerja di luar negeri sebagai PRT.

“Kerja apa saja yang penting halal.’’, Pemahaman itu harus segera diubah. Mayoritas masyarakat Singapura non-Muslim dan sebagai PRT sadar akan pekerjaannya jika majikan bukan Muslim. Maka, ‘halal’ saja belum tentu cukup, ketika hak menjalankan kewajiban agama atau beribadah belum sepenuhnya diberikan.

Langkah bijak seperti yang disampaikan mentor  Antonius Tanan adalah ‘PALUGADA’ (Pa Loe Mau, Gue Ada) ini sangat membantu pelaku wirausaha untuk berani berhadapan dengan tantangan dan berani memetakan pelanggan serta membaca peluang usaha.

Bayangkan saja jika semua PRT bisa menguasi pengetahuan wirausaha dengan baik dan mau mengembangkannya. Ketika selesai kontrak kerja dengan majikan, saat pulang ke kampung halaman, ia tidak akan bingung lagi dan bisa menerapkan usaha barunya.

Salam Sukses Wirausaha dari PRT Singapura.

*****

Anung D’Lizta

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.