BANYUMAS. Sepanjang tahun 2011, dan masuk di bulan ke tiga 2012, SERUNI senantiasa menyambangi desa-desa di kantong buruh migran, terutama di Kabupaten Banyumas. Banyak hal menarik setiap kali bertatap muka dengan warga, baik itu mantan BMI maupun keluarga BMI.
Pemberdayaan ekonomi, pembekalan pengetahuan hukum, peningkatan taraf pendidikan, pemberian materi motivasi usaha berkelompok, adalah beberapa hal yang tak pernah lepas dari ‘jalan-jalan’ SERUNI ke desa-desa.
Tak jarang, SERUNI juga sering mendapati “curhat” dari banyak mantan BMI dan keluarganya. Persoalan rumah tangga, sering muncul di hadapan teman-teman pegiat SERUNI. Seolah SERUNI bagi mereka bisa memberi jalan keluar banyak hal.
Curahan hati (curhat) dari para suami BMI ini mampu memberikan informasi bagi pegiat Seruni, bahwa memang permasalahan BMI sangat beragam dan rumit. Curahan hati memang tak bisa dibiarkan begitu saja. SERUNI bersama-sama pemerintah desa setempat mencoba terus menggali akan persoalan untuk bersama-sama mencari solusi.
“Jangan hanya TKW nya saja yang didampingi, tapi para suaminya juga penting,” usul Wamrohyati, mantan BMI Hongkong asal Desa Samudera, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas.
Kisah para suami TKI akhirnya ditumpahkan kepada SERUNI. Ada yang suka mabuk judi, selingkuh, datang ke tempat prostitusi, dan lainnya. Masalah menjadi berkembang sangat luas.
Persoalan yang telah ditampung kemudian dijadikan bahan oleh SERUNI untuk berdiskusi dengan banyak mitra. Organisasi masyarakat sipil seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga sudah lama ingin terlibat dan berpotensi menjadi mitra dalam pencarian solusi.
Beberapa waktu kemudian, kepala PPGA Unsoed, Tyas Retno Wulan, ketika datang ke sekretariat SERUNI menyatakan keinginannya agar segera membuat program untuk para suami BMI. Kerja kolaborasi antar organisasi masyarakat, paguyuban BMI, dan kalangan akademik sangatlah diperlukan.
“Bertahun-tahun mereka berpisah, tentu permasalahannya akan sampai ke hal-hal yang sangat pribadi. Seperti perilaku kebutuhan biologis, dan penyalurannya.” ujar dosen Sosialogi Universitas Jenderal Soedirman, Dalhar Sodiq dalam suatu kesempatan.
“Sehingga ini penting untuk membuat program pendampingan bagi suami BMI,” lanjutnya.
memang selama ini keberadaan Suami-suami TKI luput dari perhatian, baik pemerintah, aktivis buruh migran, bahkan ormas atau LSM. Menarik sekali ketika membaca berita komunitas Seruni mulai merespon persoalan yang dihadapi suami-suami TKI, lantas pertanyaan saya, kegiatan-kegiatan apa saja yang bisa menggerakkan mereka untuk berkumpul dan membangun solidaritas bersama?