Berita

Ahmadi, BMI Asal Cirebon Meninggal di Korea

Author

Adi Ahmadi, seorang Buruh Migran Indonesia (BMI) asal RT. 03 RW.04, Dusun Karang Anyar, Desa Pabedilan, Kecamatan Pabedilan, Cirebon meninggal dunia di Korea Selatan (17/02/12).  Sejak 3 Februari 2012, Ahmadi dirawat di rumah sakit Gode di daerah Gojan, Kota Ansan, Korea Selatan.

Menurut keterangan Imron Rosyadi, salah satu pegiat Migrant Trade Union (MTU) Korea, tidak diketahui pasti penyebab sakit yang dideritanya. Ahmadi diketahui oleh rekan bekerjanya di sebuah pabrik dalam kondisi pingsan kemudian dibawa ke rumah sakit. Saat dirawat, Ahmadi divonis tim dokter mengalami gagal jantung.

“Kemungkinan hidup cuma 2%, selama 11 hari ini dia hidup dengan bantuan infus dan alat pompa jantung. Biaya perhari adalah 1,5 juta won atau sekitar 12 juta rupiah. Pihak Rumah Sakit berencana meminta persetujuan keluarga untuk mencabut infus dan alat bantu pompa jantung, karena biaya pengobatan yang semakin membengkak, tetapi pihak KBRI Seoul Korea Selatan menolak pencabutan infus dan alat bantu tersebut karena apabila dicabut sama dengan membunuh BMI tersebut” tutur Imron melalui group Facebook kontributor www.buruhmigran.or.id (12/02/12).

Setelah 15 hari Ahmadi dirawat di rumah sakit, dokter memastikan BMI tersebut meninggal dunia pada Jum’at 17 Februari 2011, pukul 7.20 waktu setempat. Pelbagai upaya telah dilakukan pegiat MTU, Indonesia Community in Corea (ICC) dan Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia Sejahtera (ATKIS) bersama KBRI segera menangani almarhum Ahmadi.

Mendapat kabar BMI meninggal di Korea Selatan, Abdul Kodir Yunus, mantan pegiat MTU yang juga sama-sama berasal dari Cirebon segera mencari informasi pemulangan jenazah Ahmadi di BNP2TKI.

“Saya sempat ke kantor BNP2TKI dan bertemu dengan  bapak DR Haposan Saragih, Saya menanyakan tentang pemulangan jenazah Ahmadi, katanya jenazah akan tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 21 Februari 2012 malam,” tutur Abdul Kodir Yunus.

Persoalan BMI meninggal di negara penempatan seolah terus mewarnai media-media di Indonesia. Hal semacam ini selayaknya tidak sekadar dimaknai sebagai berita duka oleh pemerintah. Melainkan benar-benar menjadi refleksi untuk membuat kebijakan perlindungan yang lebih baik di tahun-tahun ke depan. Sehingga angka kematian buruh Indonesia saat bekerja di luar negeri mampu ditekan.

 

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.