Pada awalnya, setiap Buruh Migran Indonesia (BMI) yang resmi ditempatkan melalui pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) wajib diikutsertakan dalam program asuransi di Indonesia, hal ini sesuai ketentuan pasal 68 UU No 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN. Masa pertanggungan 2 tahun dengan membayar premii sebesar Rp. 400.000. Rincian biaya tersebut antara lain masa pra penepatan Rp.50.000, masa penepatan Rp.50.000, dan purna penepatan Rp. 300.000. Berdasarkan UU tersebut, jika BMI mengalami musibah seperti kecelakaan kerja, meninggal dunia, sakit, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebelum selesai kontrak, pemulangan BMI bermasalah, pelecehan seksual dan lain-lain, maka pihak keluarga berhak untuk mengajukan klaim asuransi.
Jika melihat ketentuan undang-undang di atas, maka persoalan kecelakaan kerja yang dialami Sahudin, BMI yang diberangkatkan PT Karlwei Multi Global sebagai anak buah kapal (ABK) di Taiwan (baca tulisan sebelumnya: Akibat Kecelakaan Kerja, Sahudin Perjuangkan Hak Asuransi), seharusnya dapat diproses untuk mendapat hak atas klaim asuransinya.
”Setelah melaporkan pada Konsorsium Proteksi Asuransi dan mereka menyampaikan data Sahudin tidak terdaftar, mereka meminta kami untuk membuat surat permohonan ke BNP2TKI di Jakarta,” tutur Atin Safitri, Ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Taiwan.
Rahardi, petugas dari PT. Paladin selaku pihak konsorsium yang menangani asuransi BMI hanya menyarankan ATKI Taiwan untuk membuat surat permohonan ke BNP2TKI terkait kecelakaan kerja yang dialami BMI ABK bernama Sahudin. Tantangan semacam ini bagi pegiat ATKI Taiwan tidak akan menyurutkan langkah untuk memperjuangkan hak asuransi bagi Sahudin sesuai amanah undang-undang. Pelbagai upaya dan celah dalam memperjuangkan persoalan tersebut akan terus dicoba oleh ATKI Taiwan hingga persoalan hak asuransi Sahudin terselesaikan, termasuk menghubungi pejabat dan pihak yang berwenang pada kasus ini.